Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Fakta Menarik Tentang Solo

Asal-usul Kawasan Kepatihan di Solo Jateng, Penyebab Keruntuhannya Sampai Kini Masih Misteri

Nama Kepatihan bukan sekadar penanda geografis, melainkan warisan dari struktur pemerintahan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM/Muhammad Irfan Al Amin
IKON KEPATIHAN - Masjid Kepatihan Solo, salah satu masjid kuno dari tahun 1800-an yang masih asli pernak-perniknya hingga kini. Beginilah asal-usul nama kawasan Kepatihan di Solo yang menyimpan banyak misteri. 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kawasan Kepatihan di Solo, Jawa Tengah, menyimpan cerita sejarah yang nyaris terlupakan.

Nama “Kepatihan” bukan sekadar penanda geografis, melainkan warisan dari struktur pemerintahan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Kawasan ini dulunya merupakan pusat kekuasaan administratif sang Patih Dalem, sosok penting yang berperan sebagai tangan kanan raja, setingkat perdana menteri dalam sistem kerajaan.

Baca juga: Asal-usul Astana Oetara di Solo, Kompleks Pemakaman Mangkunegara VI yang Bernuansa Sakral

Dari Ndalem Patih ke Kompleks Pendidikan dan Pemerintahan

Kata “Kepatihan” berasal dari istilah “Patih”, sebuah jabatan tinggi dalam keraton yang mengatur segala urusan pemerintahan di bawah titah raja.

Ndalem Patih, atau rumah dinas Patih, menjadi pusat aktivitas politik dan administrasi keraton.

Kini, area bekas Ndalem Kepatihan telah bertransformasi menjadi kawasan multifungsi.

Baca juga: Asal-usul Jalan Radjiman, Jalan Tertua Saksi Bisu Berdirinya Kota Solo, Diambil dari Nama Pahlawan

Bangunan-bangunan penting berdiri di atasnya, seperti SMKN 8 Surakarta, TK Pamardisiwi II, Kejaksaan Negeri Surakarta, serta Masjid Al-Fatih Kepatihan.

Meskipun fungsi telah berganti, sisa-sisa kejayaan masa lalu masih bisa dirasakan, baik dari regul (gerbang) bergaya klasik, tembok kuno, hingga tata ruang kawasan yang mencerminkan kemegahan arsitektur keraton.

Terbagi oleh Jalan Arifin

Secara administratif, Kepatihan kini berada di wilayah Kecamatan Jebres, dan terbagi menjadi dua kelurahan: Kepatihan Kulon (barat) dan Kepatihan Wetan (timur), yang dipisahkan oleh Jalan Arifin.

Kepatihan Kulon berjarak 850 meter dari Tugu Nol Kilometer Solo (bisa ditempuh 12 menit jalan kaki).

Sedangkan Kepatihan Wetan berjarak 650 meter dari Tugu Nol Kilometer Solo (bisa ditempuh 9 menit jalan kaki).

Pembagian ini mencerminkan tata wilayah tradisional yang lazim ditemukan di kota-kota peninggalan kerajaan Jawa.

Regol Megah dan Sisa Tembok Pertahanan

Salah satu peninggalan paling mencolok dari era Kepatihan adalah gerbang masuk atau regol, yang menyerupai plengkung pintu samping Baluwarti, kawasan inti Keraton Kasunanan.

Baca juga: Asal-usul Kecamatan Giriwoyo Wonogiri, Dulu Dikenal dengan Nama Ngabrak

Regol ini menjadi simbol kemegahan sekaligus pintu gerbang menuju sejarah panjang kawasan tersebut.

Di dalam area Masjid Al-Fatih Kepatihan, masih berdiri sebagian tembok pelindung bekas kompleks Kepatihan.

Meski banyak bagian sudah hilang ditelan zaman, keberadaan tembok ini menjadi pengingat bahwa kawasan ini dahulu tidak kalah megah dibanding lingkungan istana raja.

Kompleks yang Pernah Berjaya

Tak hanya rumah para pejabat keraton (dalem), dahulu kawasan Kepatihan juga memiliki taman dan pendapa yang megah.

Beberapa sisa bangunan seperti TK Pamardisiwi II masih memperlihatkan gaya arsitektur klasik yang khas, dengan nuansa Jawa yang kental dan atmosfer aristokratis yang tetap terasa.

Baca juga: Kala Pelatih Persija Mauricio Souza Puji Stadion Manahan Solo dan Bandingkan dengan JIS : Luar Biasa

Namun, keruntuhan Ndalem Kepatihan hingga kini masih menyimpan teka-teki.

Sebagian pihak menduga kerusakan terjadi akibat Gerakan Anti Swapraja pasca-kemerdekaan sekitar 1945, sementara lainnya menyebut Agresi Militer Belanda II pada 1948 sebagai penyebab.

Hingga hari ini, belum ada catatan resmi yang memastikan penyebab runtuhnya kompleks tersebut.

Kampung Kepatihan kini tak hanya menjadi kawasan tempat tinggal dan pusat kegiatan warga, tetapi juga menjadi bagian penting dari wisata sejarah Kota Solo.

Dengan menyusuri jalan-jalan sempitnya yang dilingkupi bangunan berarsitektur lama, wisatawan bisa merasakan atmosfer masa lalu yang kuat.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved