Laporan Wartawan TribunSolo.com, Chrysnha Pradipha
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Satgas Panca Narendra menyebut Lembaga Dewan Adat melanggar hukum adat Keraton Kasunanan Surakarta (Keraton Solo) dan hukum positif.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Satgas Panca Narendra, KGPH Benowo, dalam jumpa pers, Minggu (9/4/2017) sore di Sasono Putro.
Benowo menerangkan, Paku Buwono (PB) XIII sebagai pemimpin Keraton Solo dihalangi oleh Dewan Adat dalam melaksanakan jumenengan atau peringatan naik tahta raja yang ke-13 pada 22 April 2017 mendatang.
Pasalnya, Dewan Adat meminta pelaksanaan jumenengan diadakan seperti tahun-tahun sebelumnya.
Yakni, jumenengan Bhedaya Ketawang di Sasana Sewaka area dalam keraton diadakan oleh Dewan Adat dan jumenengan PB XIII diadakan terpisah di kediaman Sasana Narendra.
Ketua Satgas Panca Narendra menyebut Dewan Adat melanggar hukum adat keraton dengan mengadakam jumenengan tanpa kehadiran raja.
"Kalau ulang tahun Sinuhun (PB XIII) hanya dengan Bhedaya Ketawang tanpa kehadiran raja kan aneh," terangnya.
Dia menambahkan, Dewan Adat juga melanggar hukum positif dengan tidak mengindahkan Pasal 2 Keppres Nomor 23/1988 tentang kekuasaan PB XIII melaksanakan upacara adat Keraton Solo.
Selain itu berlandaskan pada Maklumat Kapolresta Surakarta Nomor: MQAKIO1/lV/2017 tertanggal 1 April 2017 pada huruf c dinyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Juga Pasal 55 UU Cagar Budaya, jelas bahwa PB XIII yang diberi perlindungan hukum positif dihalangi sekelompok orang untuk melaksanakan jumenengan.
Adapun ancamannya pada Pasal104 UU Cagar Budaya dengan ancaman maksimal pidana 5 (lima) tahun dan/atau denda minimal Rp 10 juta dan maksimal Rp 500 juta.
Benowo berharap Dewan Adat memberi akses masuk termasuk akses membuka kunci pintu-pintu pusaka untuk jumenengan.
"Maksimal 14 April 2017 sudah mendapat akses, kalau tidak kita bongkar (paksa) atas seizin dan pengawalan pihak keamananan, Kapolda Jateng dan Kapolres Solo tentunya," ujar dia menambahkan. (*)