Laporan Wartawan TribunSolo.com, Chrysnha Pradipha
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Lembaga Dewan Hukum Adat Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo, tetap kukuh berencana mengadakan jumenengan atau peringatan naik tahta raja terpisah seperti tahun-tahun sebelumnya.
Mereka berencana mengadakan jumenengan Bhedaya Ketawang tanpa kehadiran Raja Keraton Solo, Paku Buwono (PB) XIII pada 22 April 2017 mendatang.
Rencana itu dilakukan sambil menunggu jawaban dari Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), melalui anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jenderal (Purn) Subagyo HS ataupun Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo.
Dewan adat menerangkan lebih jauh dalam jumpa pers di Ruang Rapat Keraton Solo pada Senin (10/4/2017) sore.
"Sesuai janji Pak Wali dan Pak Wantimpres, mereka akan mengkomunikasikan hasil pertemuan beberapa waktu lalu dengan Presiden (Jokowi) yang akan memberi saran kepada kedua pihak (Dewan Adat dan Tim Lima yang mewakili PB XIII)," kata Plt Raja, KGPH Puger dalam jumpa pers.
Persiapan jumenengan terus dilakukan oleh Dewan Adat sambil menunggu jawaban Presiden Jokowi.
Ketua Eksekutif Lembaga Hukum Dewan Adat, KP Eddy Wirabhumi, menjawab tuduhan Tim Lima bentukan PB XIII terkait pelanggaran hukum adat dan hukum positif oleh Dewan Adat.
Eddy menegaskan pihaknya tidak melanggar aturan yang berlaku.
"Contohnya adalah pelaksanaan jumenengan Bhedaya Ketawang tanpa raja, itu juga terjadi pada masa Sinuhun (PB) X dan Sinuhun (PB) XI," ungkapnya.
Lebih jauh, tarian sakral Bhedaya Ketawang tetap harus digelar meski raja tidak dapat datang atau berhalangan.
"Karena Sinuhun (PB XIII) berhalangan, maka tugas Kondang (Plt Raja) mengampu kebudayaan dalam hal ini jumenengan," katanya.
Dia berharap, semua pihak menaati saran dari pemerintah untuk bersama menjaga situasi tetap kondusif.
"Kalau ada ancaman dua atau tiga hari lagi pembongkaran, siapa yang tidak menghormati presiden dan wali kota?" imbuh Eddy bertanya. (*)