Laporan Wartawan TribunSolo.com, Junianto Setyadi
TRIBUNSOLO.COM, SOLO – Perseteruan keluarga Keraton Kasunanan Surakarta meruncing lagi.
Terkini, yang terjadi pada hari Sabtu (15/4/2017) pagi tadi, sejumlah polisi dari Polda Jateng masuk ke dalam keraton.
Penyebabnya, ada dugaan pemalsuan dokumen terkait pemberian gelar bangsawan di keraton.
Polisi datang untuk melakukan penyidikan kasus tersebut.
Menurut Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Djarod Padakova, laporan tentang dugaan adanya pemalsuan dokumen itu diterima pihaknya pada 10 April 2017.
Adapun pihak pelapor adalah DK, sedangkan terlapornya KM.
Djarod tak mau menyebut nama lengkap DK dan KM.
Namun sumber TribunSolo.com mengatakan bahwa DK dan KM adalah adik Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Paku Buwono XII Hangabehi.
DK masuk dalam kubu Hangabehi dan saudaranya, Tejo Wulan.
Sedangkan KM masuk dalam kubu GKR Wandansari alias Koes Moertijah atau Gusti Moeng.
Terlepas dari kasus tersebut, bagaimana sebenarnya mekanisme pemberian gelar di Keraton Solo?
Menurut Ketua Tim Lima bentukan PB XIII Hangabehi, yaitu KGPH Benowo, pemberian gelar dilakukan setiap tahun dalam jumenengan (perayaan kenaikan tahta) raja. .
"Gelar diberikan kepada teman dekat Sinuhun (PB XIII), lalu orang yang dianggap berjasa kepada Sinuhun, dan orang yang dianggap berjasa kepada keraton (Solo)," katanya di Sasono Putro, Keraton Solo, Minggu (9/4/2017).
Benowo mengatakan, setiap kali jumenengan, keraton bisa memberi gelar hingga 400 gelar, alias untuk 400 orang.
"Ada dari masyarakat desa-desa luar kota, dari kerabat, dan lainnya yang mendapat gelar," paparnya.
Termasuk dalam kelompok lainnya itu adalah artis, pengusaha, dan pejabat. (*)