Pilpres 2019

Mahfud MD Kritisi Komitmen Jokowi dan Prabowo dalam Berantas Korupsi: Kebijakan Strategisnya Tak Ada

Penulis: Fachri Sakti Nugroho
Editor: Fachri Sakti Nugroho
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS/HERUDIN Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara Mahfud MD saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/6/2017). Asosiasi pengajar hukum tata negara dan Pusako Universitas Andalas menyerahkan kajian dan pernyataan sikap para pengajar hukum tata negara terkait hak angket DPR terhadap KPK.

TRIBUNSOLO.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menanggapi soal tekad kedua paslon Capres-cawapres Pilpres 2019 terkait pemberantasan korupsi.

Tanggapan Mahfud tersebut dilontarkan melalui kicauan Twitternya, Rabu (23/1/2019).

Dalam kicauan Twitternya, Mahfud MD menyertakan foto tulisan pimpinan KPK, Laode M. Syarief di harian Kompas.

Mahfud MD Sebut Abu Bakar Baasyir Tak Bisa Dapatkan Grasi dari Presiden, Apa Alasannya?

Diterangkan oleh Mahfud MD, dalam tulisan tersebut, Laode mengatakan bahwa kedua paslon memiliki tekad untuk memberantas korupsi.

Juga memiliki keinginan untuk memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun kedua paslon tidak memiliki kebijakan strategis untuk menerapkan keinginannya memberantas korupsi.

Mahfud MD mengaku sepakat dengan tulisan Laode.

Bahkan, Mahfud MD pernah melontarkan pendapat yang sama dalam kesempatannya mengisi acara.

"Ini tulisan Laode M. syarief di Kompas hari ini. Bagus.

Kedua capres punya tekad utk memberantas korupsi dan memperkuat KPK.

Tapi konsep kebijakan strategisnya tdk ada.

Kemarin pg saat FGD di CSIS, sy jg berpendapat sama.

Tekad keduanya sdh ada tapi blm jelas bagaimananya," kicau Mahfud MD.

Mahfud MD: Yang Bilang Baasyir Bebas Murni Bukan Presiden, Tapi Media Massa yang Ngutip Pak Yusril

Mahfud MD di CSIS "Menakar Komitmen Capres/Cawapres terhadap Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi"

Sehari sebelumnya, Mahfud MD mengungkapkan, kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tidak menawarkan gagasan baru dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Catatan kemarin dari masalah pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, tidak ada yang baru," tutur Mahfud dalam sebuah acara diskusi bertajuk "Menakar Komitmen Capres/Cawapres terhadap Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi", di Pakarti Centre, Jakarta Pusat, Selasa (22/1/2019) sebagaimana dikutip TribunSolo.com dari Kompas.com.

Catatan itu disampaikan Mahfud terkait debat pertama Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang diselenggarakan pada Kamis (17/1/2019) dengan tema hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), korupsi, dan terorisme.

"Isunya dari periode ke periode itu saja, dari tahun 2004, 2009, 2014, sekarang, itu lagi. Sehingga harapan baru untuk strategi baru saya belum lihat," lanjut dia.

Mahfud berpandangan, kedua paslon melihat permasalahan di bidang hukum hanya pada ranah pengadilan.

Padahal, akar masalahnya terletak pada birokrasi yang telah dikuasai oleh kekuatan politik.

Namun, akar masalah dalam bidang hukum tersebut tidak dibahas kedua paslon, apalagi memberikan ide terkait penyelesaiannya.

"Birokrasinya dikoooptasi oleh kekuatan politik. Apa yang dijanjikan untuk selesaikan ini oleh dua pasangan calon? Tidak ada. Padahal di situ masalahnya serius," jelasnya.

Kritik lainnya adalah terkait kelanjutan atau penindakan atas suatu laporan.

Ia mengatakan, sebuah tindakan kriminal tidak akan terselesaikan tanpa ada kelanjutannya dari aparat penegak hukum.

Kedua paslon, kata Mahfud, belum ada yang mengungkapkan cara memberantas pengaruh politik maupun uang dalam penindakan sebuah perkara.

Mahfud MD Sebut Baasyir Bisa Bebas Bersyarat dan Harus Penuhi 2 Ketetapan Konvensi Internasional

"Tidak pernah ada yang bisa jelaskan bagaimana bisa selesaikan permasalahan di polisi ini karena laporan itu kadang tidak jalan, sering tidak transparan sejak dulu. Terutama kalau itu sudah menyangkut dua kekuatan politik," tutur dia.

Ia mengatakan, realisasi dari janji-janji yang diungkapkan saat debat seringkali dipertanyakan, termasuk dalam bidang politik.

Faktornya, menurut Mahfud, adalah kedua kubu memiliki catatan dalam bidang hukum sehingga keduanya memiliki kepentingan untuk "lari" dari hukum tersebut.

"Barisan pendukung politik yang dukung, semuanya punya masalah hukum. Yang ikut Pak Prabowo koruptornya banyak, yang ikut Pak Jokowi sama banyaknya, dan mereka punya kepentingan untuk tidak ditindak secara hukum," kata dia. (*)

Berita Terkini