Jelang Lebaran, Pengemis Difabel Ini Raup Rp 600 Per Hari: Buat Bangun Rumah di Kampung Halaman

Editor: Hanang Yuwono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengemis yang berpenghasilan besar asal Kota Batu, yakni berinisial T, yang sering mangkal di depan Pom Bensin, Jl Pangeran Diponegoro, Kota Batu.

TRIBUNSOLO.COM -- Momen menjelang Lebaran membawa berkah tersendiri bagi seorang pengemis.

Salah satunya pengemis di Kota Batu, Jawa Timur, ini cukup mencengangkan.

Bermodalkan meminta belas kasihan orang lain, seorang pengemis ini mampu mengumpulkan Rp 18 juta dalam satu bulan.

Baca juga: Akal Bulus Alim Muhtar, Pengemis di Pasar Sukoharjo : Pura-pura Lumpuh, Uang Sehari Jauh di Atas UMK

Baca juga: Pura-pura Lumpuh, Pengemis Ini Dapat Jutaan Rupiah Sebulan : Hasil Melebihi Gaji Pegawai Kantoran

Pengemis yang berpenghasilan Rp 18 juta sebulan di Kota Batu, yakni berinisial T, yang sering mangkal di depan Pom Bensin, Jl Pangeran Diponegoro, Kota Batu.

Dia bisa mengumpulkan uang Rp 600 dalam sehari.

Dan jika sedang ramai, ia bisa mendapatkan hingga Rp 1 juta lebih per hari.

Ilustrasi (net)

Namun jika sedang sepi, ia hanya mendapatkan rata-rata Rp 300 ribu per hari.

Saat ditemui di lokasi, T mengaku berasal dari Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.

"Kota Batu adalah lahan basah untuk meminta-minta,” kata T.

T adalah orang difabel. Ia menggunakan kakinya untuk beraktivitas seperti makan dan minum.

Ia dibantu oleh seorang rekan yang menjemput dan mengantar dirinya pulang ke rumah kost-kostan di kawasan Kauman, Kota Batu.

Dikatakannya, harga sewa kamar kost adalah Rp 500 ribu per bulan.

"Saya sudah lima tahun di Kota Batu. Saya mangkal di Karangploso dulu, tapi penghasilannya sedikit, jadi pindah ke Kota Batu,” katanya.

Dari penghasilannya itu, T telah membangun sebuah rumah di kampung halamannya.

Ia juga memiliki sepeda motor yang dikendarai oleh orang lain untuk menjemput dan mengantarkannya.

Seorang warga sekitar yang tidak ingin disebutkan namanya menguatkan apa yang diceritakan T.

Dalam sehari, T mendapatkan Rupiah rata-rata RP 600 ribu.

Bahkan warga ini sering melihat T dan rekannya yang menjemput menghitung pendapatan hasil mengemis.

“Sering mendapat sejuta, Rp 400 ribu. Paling sedikit Rp 300 ribu, yang paling sering Rp 600 per hari. Apalagi kalau ada orang Tionghoa, sekali ngasil bisa sampai RP 300 ribu," paparnya.

Dikatakannya, T pernah memiliki sepeda motor Honda Beat.

Lalu dijual dan berganti menjadi Honda Vario terbaru.

T mangkal di depan pom bensin sejak sore hingga malam hari.

“Kadang-kadang pulang pukul 18.30 wib pulang. Kalau bulan Ramadan pulangnya agak malam sedikit, pukul 20.00 wib,” paparnya.

Menjelang Lebaran, Kota Batu banyak diserbu oleh para pengemis.

Para pengemis ini kebanyakan berasal dari luar kota.

Sebelumnya, Surya melaporkan ada satu orang keluarga pengemis yang mangkal di perempatan BCA.

Hafid asal Kabupaten Situbondo, mengajak istrinya yang sedang sakit.

Istrinya, yang tidak mau menyebutkan nama, duduk bersila dengan telapak kaki diperban pada bagian kanan.

Keluarga itu sudah dua bulan berada di Kota Batu. Ia berencana pulang ke Kabupaten Situbondo sepekan setelah Lebaran.

“Setelah Lebaran ketupat pulang ke Situbondo,” kata Hafid.

Penghasilan yang didapat juga tidak sedikit. Meski ia tidak menyebutkan angka, namun Hafid mengatakan kalau ia harus membayar uang kost sebanyak Rp 600 ribu per bulan.

Ia sengaja meninggalkan kampung halamannya dengan alasan susah mencari pekerjaan di sana.

Ia pun datang ke Kota Batu dan mengaku menyewa tempat tinggal dengan tarif Rp 600 ribu per bulan.

“Saya tidak punya keluarga di sini,” katanya lagi.

Sementara itu, Kasi Pelayanan Rehabilitasi Tuna Sosial dan Advokasi, Dinas Sosial Batu, Hartono menjelaskan ada 13 gepeng yang terjaring dalam razia sejak Januari lalu.

Mereka yang terjaring razia mendapat pembinaan.

"Empat bulan terakhir ini secara berkala melakukan penjaringan bersama Satpol PP. Setelah diamankan mereka langsung dikirim ke Panti Rehabilitasi Sosial milik Pemprov Jatim yang ada di Surabaya untuk menjalani pembinaan. Setelah itu, mereka dipulangkan,” kata Hartono.

Diakui Hartono, para gepeng yang datang ke Kota Batu berasal dari luar daerah. Mereka malu bila menjadi gepeng di daerahnya.

Maka dari itu, mereka memilih tempat yang jauh dari kampung halamannya.

"Data tahun 2021 ada 13 gepeng sebelumnya tahun 2020 lalu kami telah menjaring 70 gepeng. Kebanyakan dari luar kota,” imbuh dia.

Dinsos Batu tengah menggodok Ranperda Penyelenggaraan Trantibum dan Perlindungan Masyarakat sehingga ada payung hukum jelas bagi pelanggar, baik penerima maupun pembeli.

"Setiap Ramadan hadirnya gepeng musiman akan lebih banyak,” pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul: Kisah Seorang Pengemis Asal Malang Bisa Raup Rp 18 Juta Sebulan

Berita Terkini