TRIBUNSOLO.COM - Tingginya biaya tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di Indonesia tengah menjadi sorotan.
Pasalnya tarif tes PCR di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan di India.
Baca juga: Laboratorium Kesehatan Daerah Boyolali Aktif Agustus Ini, Pemeriksaan Swab PCR Diklaim Lebih Cepat
Dilansir dari TribunNews, satu diantara sosok yang menyoroti hal ini adalah Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay.
Saleh mendorong agar pemerintah melakukan perbandingan harga PCR dengan negara lain.
Satu di antaranya dengan negara asal aktor ternama Shah Rukh Khan, India.
"Dari pemberitaan yang ada, harga PCR di negara Shah Rukh Khan itu jauh lebih murah dari harga yang ada di Indonesia. Kalau dibandingkan, hampir mencapai 1 banding 10," ujar Saleh kepada Tribunnews.com, Sabtu (14/8/2021).
Di India tes PCR dipatok Rp 96 ribu saja atau hanya sekitar 10 persen dari tarif batas atas yang ditentukan Pemerintah RI, yakni sekira Rp 900 ribu.
Dilansir dari TribunNews, Wakil ketua DPD RI, Sultan B Najamudin angkat bicara mengenai persoalan ini. Menurutnya tes PCR adalah alat tes yang seharusnya dapat terjangkau oleh seluruh masyarakat. Sebab akurasi alat deteksi infeksi virus tersebut sangat berpengaruh terhadap tindakan kepada si pasien hingga perlakuan kebijakan terhadap penyebaran Covid-19.
"Yang pertama ingin saya sampaikan bahwa cara pandang utama dalam menghadapi pandemi pada saat ini adalah dengan menggunakan kacamata kemanusiaan. Dan untuk mewujudkannya diperlukan kehadiran negara", ujar Sultan.
Sultan juga menambahkan bahwa selama ini banyak sekali kasus terinfeksi Covid-19 yang tidak terdeteksi dikarenakan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri. Baik karena tidak memahami pentingnya mendeteksi dini kondisi kesehatan ataupun ketidak mampuan dikarenakan akses dan biaya.
"Kita semua yakin banyak sekali masyarakat yang tidak melakukan tes padahal dia telah tertular dan terinfeksi virus, sehingga penyebaran terjadi diluar pantauan pihak pemerintah", tandasnya.
Lalu menurutnya, tidak boleh ada pihak manapun yang "berbisnis" mengambil keuntungan sedikitpun dengan memanfaatkan situasi bencana saat ini.
"Maka saya meminta agar pemerintah dapat membuat kebijakan ulang untuk menurunkan biaya tes tersebut ke limit yang paling minimum," tegasnya.
Mantan Wakil Gubernur Bengkulu tersebut juga mengimbau kepada klinik dan rumah sakit yang menyediakan tes PCR agar lebih menggunakan pendekatan manusiawi dalam menerapkan biaya kepada masyarakat.
"Bicara pelayanan kesehatan bagi masyarakat dalam konteks apapun tidak bisa ditinjau dari untung-rugi. Yang menjadi tugas utama kita semua adalah memastikan keselamatan seluruh rakyat Indonesia," tutupnya.
Baca juga: Update Pria Ancam Nakes RSUD Surakarta: Pemeriksaan Tertunda Hasil Tes PCR yang Belum Keluar
Guru Besar FKUI: Kalau Harga Tes PCR di Indonesia Murah Penularan Covid Bisa Dikendalikan
Perbandingan tarif tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di India yang lebih murah ketimbang Indonesia menjadi perbincangan hangat belakangan ini.
Pertanyaan terus muncul mengenai harga alat tes PCR tersebut yang dianggap lebih mahal di Indonesia.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut kalau harga tes PCR lebih murah di Indonesia maka lebih mudah untuk mengendalikan penularan virus covid-19.
"Kalau harga tes lebih murah maka jumlah tes di negara kita juga dapat lebih banyak sehingga lebih mudah mengendalikan penularan di masyarakat," ujar Tjandra kepada Tribun, Sabtu (14/8/2021).
Tentu kata Prof Tjandra perlu analisa yang mendalam mengapa sampai biaya tes PCR di tanah air begitu mahal.
Pengalaman Tjandra sewaktu menjabat Direktur WHO Asia Tenggara dan berkantor di New Delhi, biayanya tes PCR 2400 rupee, atau Rp 480.000. Waktu itu tarif tes PCR di Indonesia masih sekitar lebih dari 1 juta rupiah.
Pada November 2020 pemerintah kota New Delhi menetapkan harga baru yang jauh lebih rendah lagi, hanya 1200 rupee atau Rp 240.000, turun separuhnya dari yang saya bayar di bulan September 2020.
Lalu turun lagi harga tarif PCR menjadi 800 rupee saja (Rp 160.000) untuk pemeriksaan di laboratorium dan RS swasta.
Selanjutnya awal Agustus 2021 ini pemerintah kota New Delhi menurunkan lagi patokan tarifnya, menjadi 500 rupee, atau Rp 100 ribu saja.
Kalau pemeriksaannya dilakukan di rumah klien maka tarifnya adalah 700 rupee, atau Rp 140 ribu rupiah.
Sementara itu tarif pemeriksaan rapid antigen adalah 300 rupee atau Rp 60 ribu rupiah.
Pemerintah kota New Delhi juga meminta agar laboratorium swasta di kota itu dapat menyelesaikan pemeriksaan dan memberi tahu hasilnya ke klien dalam satu kali 24 jam, termasuk juga melaporkannnya ke portal pemerintah yang dikelola oleh Indian Council of Medical Research (ICMR) sehingga ditanya segera dikompilasi di tingkat nasional, mencegah keterlambatan pelaporan, inisiatif yang bagus.
"Tentang perbandingan harga tes PCR dengan India, sebenarnya bukan hal yang baru," kata Tjandra.
Tjandra juga menceritakan berdasarkan penuturan seorang temannya dari India mungkin ada subsidi dari pemerintah setempat, sesuatu yang nampaknya barangkali saja terjadi sebagai bagian penanggulangan pandemi.
"Juga mungkin karena ada fasilitas keringanan pajak, yang saya tidak punya informasi yang pasti tentang hal itu. Banyak juga dibicarakan tentang lebih murahnya bahan baku untuk industri. Juga mungkin ketersediaan tenaga kerja yang besar jumlahnya," ujar Tjandra.
Semua kemungkinan tersebut lanjutnya perlu dianalisa lebih lanjut. Tetapi yang jelas, selain tarif PCR maka harga obat-obatan di India juga amat murah bila dibandingkan dengan Indonesia.
"Pada waktu saya 5 tahun bertugas di WHO Asia Tenggara yang berkantor di New Delhi India maka setiap kali pulang ke Jakarta dirinya selalu membawa titipan obat-obat dari teman-teman di Indonesia untuk konsumsi sehari-hari mereka," ujarnya.(Willy Widianto)