Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Kue sagon merupakan jajanan pasar tradisional dengan bahan dasar parutan kelapa.
Di Kabupaten Sragen, sagon biasa disuguhkan dalam acara hajatan atau pernikahan.
Sagon juga masih ditemukan di pasar-pasar tradisional di Bumi Sukowati itu.
Seiring berjalannya waktu, sagon semakin jarang ditemui, yang mana kepopulerannya telah tergeser jajanan masa kini.
Namun dari tangan dingin Elawati (33), Sagon yang biasa disulap menjadi kekinian.
Dia membuka lapak di depan Bank BKK Karangmalang, tepatnya di Jalan Dewi Sartika, Dukuh Ngablak, Desa Kroyo, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen.
Baca juga: Makanan Enak di Klaten : Ada Pangsit Goreng Lek Gino Cabang Cengkareng, Jenisnya Pun Macam-macam
Baca juga: Kuliner Enak di Solo, Makan Durian di Duren Raya: Tak Ribet, Buah Sudah Dikupas
Sagon buatannya dipadukan dengan berbagai topping yang melimpah, yang rasanya bisa diadu dengan jajanan anak muda zaman sekarang.
Proses pembuatanya pun sama, yang mana parutan kelapa dicampur dengan tepung ketan, diberi sedikit parutan kulit jeruk, gula dan garam.
Setelah tercampur rata, sagon dicetak ke dalam cetakan setengah lingkaran kemudian dipanggang 10-15 menit, hingga tercium wangi kelapa.
Saat dicetak, sagon disiram dengan susu kental manis, untuk menambah cita rasa dari sagon itu.
Setelah matang dengan berwarna kuning kecoklatan, sagon diangkat, yang kemudian ditaburi dengan berbagai pilihan topping, seperti keju, coklat, hingga blueberry.
Menurut Ela, meski sagon jajanan zaman dulu, hingga kini masih banyak diminati pembeli.
"Masih banyak yang nyari, biasanya yang best seller itu yang original dan topping coklat," katanya kepada TribunSolo.com.
Dalam sehari, Ela mampu menjual hingga 50 porsi sagon yang terdiri dari 5 buah.
Awalnya, sagon racikannya itu digemari oleh ibu-ibu.
Baca juga: Markas Menwa UNS Dibanjiri Karangan Bunga, Pasca 2 Senior Jadi Tersangka dalam Kasus Tewasnya Gilang
Baca juga: Lowongan Kerja Solo: Dibutuhkan Supir Truk Penempatan di Karanganyar, Berikut Syaratnya
"Karena saya jualan juga didekat sekolah, makanya coba saya berinovasi dengan menambah topping itu, ternyata remaja dan anak-anak juga suka," terangnya.
Rasanya pun juga tak seperti sagon biasa, yang cenderung lebih keras.
"Karena saya gunakan lebih banyak kelapa, jadinya rasanya lebih lembut dan tetap gurih, itu yang membedakan dari sagon lainnya," ujarnya.
Sagon buatannya cocok digunakan sebagai oleh-oleh, karena tahan selama 3 hari.
"Kemarin ada yang beli untuk oleh-oleh pulang ke Kalimantan, kebetulan saya juga jualan secara online, pembeli ada yang dari Jogja, Tangerang, Bekasi, hingga Banyumas," paparnya.
Satu porsi sagon original dibanderol dengan harga Rp 10.000, sedangkan ditambah topping, menjadi Rp 13.000.
UMKM di Sragen Gulung Tikar
Pelaku UMKM diharapkan menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi pasca diterpa pandemi covid-19.
Namun, mirisnya selama pandemi ini, beberapa pelaku UMKM di Kabupaten Sragen malah gulung tikar.
Hal itu diungkap Ketua Night Market Sukowati (Nimas), Alvian Prihantono.
"Tiga bulan Nimas ditutup ada beberapa pelaku UMKM yang bangkrut, ada sekitar 5-10 pelaku UMKM," ujarnya kepada TribunSolo.com, Jumat (5/11/2021).
Baca juga: Ditertibkan Satpol PP, Sejumlah PKL di Alun-alun Karanganyar Pasrah, Langsung Tutup Lapak dan Pulang
Baca juga: Bikin Sedih, 10 Juta Keluarga di Indonesia Terpuruk Masuk Kategori Miskin, Tercekik Jeratan Pandemi
Nimas merupakan program dari Pemerintah Kabupaten Sragen yang mewadahi pelaku UMKM di Sragen, yang terdiri dari 100 orang.
Tidak hanya makanan, produk UMKM lainnya berupa baju hingga kerajinan tangan dipamerkan di acara yang dikemas setiap Sabtu malam tersebut.
Penyebab banyaknya pelaku UMKM yang gulung tikar karena kondisi jualan yang lesu.
"Karena memang selama pandemi ini jualan juga lesu," kata dia.
Selama Nimas ditutup, pelaku UMKM di Sragen kelimpungan untuk memasarkan produknya.
Mereka terpaksa mencari tempat sendiri untuk berjualan, yang berdampak langsung ke penjualan.
"Otomatis penjualan menurun, karena di Nimas tempatnya sangat strategis, jadi Nimas sangat berpengaruh ke penghasilan kita," terangnya.
Bahkan, kini puluhan pelaku UMKM di Sragen masih menanggung tanggungan membayar angsuran tenda untuk berjualan di Nimas.
"Masih mengangsur pinjaman di bank untuk tenda itu, Rp 3 juta pertahun, sebulan Rp 300 ribu," ungkapnya.
Dengan begitu, tak ada modal dan pemasukan, yang membuat pelaku UMKM terpaksa gulung tikar.
Pendapatan Anjlok
Semenjak diberlakukan pengetatan PPKM, Night Market Sukowati (Nimas) terpaksa ditutup.
Sudah 3 bulan pelaku UMKM kehilangan lapaknya untuk berjualan.
Salah satu pelaku UMKM, Alvian Prihantoro mengatakan, dampaknya dari penutupan Night Market, ia kehilangan pendapatan hingga 80 persen.
Baca juga: Sragen Belum Bisa Terapkan PPKM Level 1, Bupati Yuni Ungkap Alasannya
Baca juga: Aturan PPKM Sudah Dilonggarkan, Sentra Kuliner Veteran Brigjen Katamso Sragen Masih Sepi
"Pendapatan turun lebih dari 50 persen, jika biasanya dapat Rp 10 juta perbulan, selama PPKM ini bahkan menyentuh Rp 2 juta," katanya kepada TribunSolo.com, Jumat (5/11/2021).
Sehari-hari Alvian berjualan susu segar, yang dijualnya melalui toko offline maupun secara online.
Melalui Night Market, Alvian mengaku sangat mendongkrak penjualan.
Baca juga: Satgas Covid-19 Beberkan Alasan PPKM Level 3 di Jakarta Lebih Lama Ketimbang Daerah Lain
Lantaran, selain tempatnya yang strategis juga menjadi ajang promosi, karena Night Market selalu dibanjiri pengunjung.
"Karena di Nimas bisa promosi, serta berjualan di tempat yang strategis, sehingga sangat berpengaruh sekali dalam segi penjualan," terangnya.
Ia berharap, Nimas dapat segera dibuka oleh Pemkab Sragen, agar perekonomian dapat kembali berjalan.
"Harapannya bisa segera dibuka, namun kita juga mengikuti anjuran pemerintah," pungkasnya. (*)