Balasan Setimpal Herry Wirawan : Tak Cuma Divonis Mati, Juga Wajib Bayar Uang Restitusi Rp 331 Juta

Penulis: Tribun Network
Editor: Hanang Yuwono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Herry Wirawan tiba di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2022), untuk menjalani sidang vonis.

TRIBUNSOLO.COM, BANDUNG - Sempat bernafas lega, kini Herry Wirawan pelaku rudapaksa belasan santriwati di Bandung menerima vonis baru.

Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung mengabulkan banding yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) terkait vonis pemerkosa 13 santriwati, Herry Wirawan.

Herry Wirawan dijatuhi vonis hukuman mati.

"Menerima permintaan banding dari jaksa atau penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," kata hakim persidangan yang diketuai Herri Swantoro melalui keterangannya pada Senin (4/4/2022).

Baca juga: Herry Wirawan Divonis Mati, Ini Pertimbangan Hakim Tak Bubarkan Yayasan Milik Pelaku Rudapaksa

Baca juga: Ingat Herry Wirawan? Pelaku Rudapaksa 13 Santriwati, Kini Divonis Hukuman Mati

Hakim memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Bandung yang menjatuhi hukuman seumur hidup pada Herry.

Sementara itu, penahanan Herry pun dipastikan bakal dilanjutkan.

"Menetapkan terdakwa tetap ditahan," tutur hakim.

Dalam putusan banding, Herry juga diwajibkan membayar restitusi alias uang pengganti kerugian terhadap korban perkosaan.

"Menimbang bahwa majelis hakim tingkat pertama telah menjatuhkan putusan untuk membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Bahwa hal ini bertentangan dengan hukum positif yang berlaku," kata Herri.

Adapun biaya restitusi nilainya mencapai Rp331 juta.

Setiap korban yang jumlahnya 13 orang akan mendapatkan restitusi dengan nominal beragam.

Hakim membatalkan restitusi dibebankan kepada negara, kini dalihkan kepada terpidana.

"Membebankan restitusi kepada terdakwa Herry Wirawan alias Heri bin Dede," ucap hakim.

Hakim dalam penjelasannya, menyebutkan ada empat elemen utama dari restitusi di antaranya ganti kerugian diberikan kepada korban atau keluarga, ganti kerugian materiil dan atau imateril yang diderita korban atau ahli warisnya, dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga dan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

"Bahwa di samping hal tersebut di atas, pembebanan pembayaran restitusi kepada negara akan menjadi preseden buruk dalam penanggulangan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak. Karena pelaku kejahatan akan merasa nyaman tidak dibebani ganti kerugian berupa restitusi kepada korban dan hal ini berpotensi menghilangkan efek jera dari pelaku," tutur hakim.

Kendati menganulir hukuman seumur hidup dan pembebanan biaya restitusi kepada negara, hakim tak mengabulkan banding jaksa soal pembekuan yayasan milik Herry Wirawan.

Hakim menyebut tuntutan tersebut merupakan persoalan lain yang tak ada kaitannya dengan perbuatan biadab Herry Wirawan.

"Menimbang bahwa majelis hakim tingkat banding berkeyakinan sama dengan majelis hakim tingkat pertama. Bahwa yayasan merupakan subyek hukum tersendiri," kata hakim.

Dalam penjelasannya, hakim menyebutkan bahwa pendirian hingga pembubaran yayasan sudah diatur sebagaimana ketentuan perundang-undangan tentang yayasan. Sehingga tidak serta merta dijatuhi hukuman tambahan dalam perkara ini.

"Dalam fakta persidangan yang terungkap adalah perbuatan terdakwa sebagai subyek hukum, bukan yayasan. Sehingga dengan demikian, pendapat hukum majelis hakim tingkat pertama diambil sebagai keyakinan majelis hakim tingkat banding," ujar hakim.

Adapun yayasan yang dimaksud yakni yayasan yatim piatu Manarul Huda, Madani Boarding School dan Pondok Pesantren Tahfidz Madani.

Herry Wirawan diadili berdasarkan Pasal 21 KUHAP jis Pasal 27 KUHAP jis Pasal 153 ayat ( 3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis Pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis Pasal 241 KUHAP jis Pasal 242 KUHAP, PP Nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan lain yang bersangkutan.

Hakim menilai perbuatan Herry Wirawan telah terbukti sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Dalam kasus ini, terdapat 13 santriwati yang jadi korban Herry. Akibat aksi bejatnya, tercatat delapan santri hamil dan ada sembilan bayi yang dilahirkan.

Ada seorang santri yang melahirkan hingga dua kali.

Sebelumnya majelis hakim pengadilan tingkat pertama memvonis Herry bersalah karena melakukan pemerkosaan.

Namun vonis yang dijatuhkan hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Herry dihukum mati hingga kebiri kimia.

Hakim Pengadilan Negeri Bandung hanya menjatuhkan penjara seumur hidup kepada Herry.

Tuntutan kebiri kimia pun tidak dikabulkan. Sebab, hakim menyebut pidana penjara seumur hidup sudah maksimal.

Merespons putusan pengadilan tingkat pertama itu, jaksa mengajukan banding. Di tingkat ini, vonis pengadilan tingkat pertama diperbaiki, dan si predator seksual Herry ini dijatuhi hukuman maksimal yakni pidana mati.

Meski dihukum mati, putusan ini belum inkrah karena Herry masih bisa mengajukan kasasi di tingkat Mahkamah Agung.

Ucapkan Syukur

Menanggapi putusan Pengadilan Tinggi Bandung itu, keluarga korban pun mengucapkan syukur.

AN (34), seorang keluarga korban perkosaan itu bersyukur atas putusan vonis mati untuk Herry Wirawan itu.

"Ucap syukur alhamdulillah, ini adalah sejarah, semoga hukuman mati ini membuat pelaku lain yang masih berkeliaran di luaran sana bisa jadi jera," ujarnya kepada Tribunjabar.id.

Menurut AN, pihak keluarga kini merasa lega setelah hampir satu tahun berjuang mencari keadilan atas musibah yang menimpa anak-anaknya.

Dari awal kasus rudapaksa yang dilakukan oleh guru bejat Herry Wirawan, AN mengatakan bahwa proses kasus tersebut merupakan perjalanan yang sangat panjang.

Perjalanan panjang itu bermula saat kelakukan bejat Herry diketahui pihak keluarga korban, kemudian kasus tersebut sempat tidak diketahui oleh publik.

Lalu akhirnya berhasil mencuat ke publik setelah seorang keluarga korban berani berbicara dan memohon pengawalan ke banyak pihak atas kasus itu.

AN banyak terimakasih kepada banyak pihak yang telah membantu mengawal kasus tersebut.

"Kami berterimakasih banyak atas perhatian semua, semoga ke depan banyak anak dan perempuan terselamatkan dari semua kejahatan," ucapnya. (*)

Berita Terkini