Budidayakan Cabai Jamu, FP UTP Lakukan Pengabdian Masyarakat di Desa Gudangharjo, Paranggupito

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta (FP UTP) melaksanakan program pengabdian Masyarakat di Desa Gudangharjo, Kecamatan Paranggupito, Wonogiri.

TRIBUNSOLO.COM - Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta (FP UTP) melaksanakan program pengabdian Masyarakat di Desa Gudangharjo, Kecamatan Paranggupito, Wonogiri.

Program ini diketuai oleh Dr.Ir. Suswadi, M.Si. Kegiatan pengabdian ini merupakan kolaborasi dari 4 dosen yang terdiri dari Fakultas Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Vokasi, serta melibatkan 2 mahasiswa Fakultas Pertanian UTP untuk saling mendukung dan bersinergi dalam mewujudkan tujuan pengabdian dalam menyiapkan produk cabe jamu organik yang berstandar ekspor.

Baca juga: Dies Natalis UTP ke-44 :Lestarikan Warisan Budaya Lewat Pagelaran Wayang Kulit

Program ini mengambil tema Implementasi GAP – Organik & Penerapan Pengendalian Mutu Produk “Cabe Jamu” Berstandar Ekspor”. Pengabdian Masyarakat ini didanai oleh Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Tahun 2024.

Wonogiri merupakan sebuah kabupaten yang terletak di Jawa Tengah dengan luas wilayah 182.236 Hektar atau sekitar 5,59 persen dari luas total Provinsi Jawa Tengah. Menjadi salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang potensial, Wonogiri memiliki kecamatan yang ada paling ujung selatan yang berbatasan dengan laut Hindia yaitu Kecamatan Paranggupito. Dr. Suswadi mengatakan alasan pemilihan Desa Gudangharjo, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri sebagai lokasi pengabdian masyarakat karena sebagian besar tanahnya kering dan tidak subur akan tetapi ada satu tanaman yang mampu tumbuh dengan baik yaitu cabai jawa.  

“Sumber daya alam yang terbatas, Paranggupito hampir selalu mengalami kekeringan dan krisis air setiap musim kemarau. Akibatnya, tidak banyak komoditas yang sesuai untuk dibudidayakan di daerah ini. Akan tetapi ada satu tanaman menarik yang mampu tumbuh dengan baik di daerah ini, yaitu cabai jamu atau yang dikenal dengan cabai jawa”, ungkapnya.

Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta (FP UTP) melaksanakan program pengabdian Masyarakat di Desa Gudangharjo, Kecamatan Paranggupito, Wonogiri.

Dr. Suswadi menambahkan bahwa tanaman cabai jamu yang memiliki nama latin Piper Retrofractum Vohl termasuk famili Piperacea dapat tumbuh di ketinggian antara 0 dan 600 meter di atas permukaan laut mdpl, dengan curah hujan rata-rata 1.259 hingga 2.500 mm per tahun. Tanah lempung berpasir dengan struktur tanah gembur dan drainase yang baik adalah tempat yang ideal untuk menanam cabai jamu. Tanaman ini dapat tumbuh di tanah kering yang berbatu juga. Sebuah tanggul batu di pematang tegalan dapat membantu cabai jamu merambat secara alami. Cabai jamu sangat dibutuhkan untuk membuat jamu tradisional dan obat dalam bentuk pil atau kapsul (kapsul kontemporer) dan campuran minuman. Kandungannya sekitar 4,6 persen, senyawa piperin memberikan rasa pedas. 

“Jamu Cabai Puyang adalah salah satu jamu yang paling populer yang dibuat dengan cabai jamu dan lempuyang. Tanaman cabai jawa yang ditemukan di Kabupaten Wonogiri, termasuk salah satu jenis cabai jawa terbaik untuk dibuat, dan produsen jamu terkemuka telah mengakuinya”, imbuhnya. 

Hal ini juga diperkuat oleh statement Kepala Pusat Penelitian Rempah Sido Muncul, Bapak Bambang. Sido muncul sendiri akan menjadi mitra untuk pemasaran program pengabdian ini. Bambang menjelaskan kualitas cabai jamu dari wilayah Paranggupito, termasuk salah satu jenis cabai jawa terbaik untuk dijadikan bahan jamu dan sudah diakui oleh produsen jamu terkemuka. 

“Menanam cabai jamu memang cocok untuk daerah yang tandus dan kering. Alasannya, daerah yang tandus memang cocok untuk ditanami tanaman jenis ini. Sido muncul sendiri juga menjadi salah satu produsen yang menggunakan cabai jamu yang berasal dari dari Paranggupito”, jelas Bambang. 

Ketua Gapoktan Desa Gudangharjo, Bapak Tukino, mengatakan bahwa desa Gudangharjo adalah salah satu desa di Paranggupito yang memiliki banyak tanaman cabai jamu. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah pemasaran dan harga jual saat ini di desa hanya sekitar 15.000. Akibatnya, minat petani untuk mengembangkan tanaman cabai berkurang. 

“Sebagian besar petani cabai tidak intensif membiarkan tanaman cabai tumbuh di bebatuan di lahanya atau batuan di pekarangan rumah tanpa perawatan yang baik, hanya beberapa petani yang menggunakan lanjaran dari pohon untuk menanam.  Petani di Desa Gudangharjo menghasilkan cabai jamu dalam bentuk setek. Bahan setek berasal dari tanaman cabai jawa yang ditanam di sana”, jelas Tukino. 

Menurut Tukino, Setek berasal dari dua jenis sulur: sulur panjatan (sulur atas) dan sulur cacing (sulur bawah).  Sulur atas berasal dari batang atas, sedangkan sulur bawah berasal dari tunas di tanah. Secara fisik, mereka terlihat sangat berbeda. Daun pada sulur bawah berbentuk kecil-kecil dan berbentuk hati seperti daun waru, sementara daun bibit pada sulur atas mirip dengan daun cabaidewasa. Tanaman yang berasal dari bibit sulur bawah akan berbuah lebih lama kira-kira 1,5 hingga 2 tahunan daripada tanaman yang berasal dari bibit sulur atas, yang mulai berbuah pada 8-9 bulan tetapi baru berbuah pada 2 tahun.

Program Pengabdian Masyarakat Untuk Pengembangan Cabai Jamu di Kecamatan Paranggupito

Wonogiri-Kamis (28/08) Tim pengabdian masyarakat FP UTP bertolak ke Desa Gudangharjo, Kecamatan Paranggupito. Setiba disana Dr. Suswadi cs disambut dengan baik oleh para petani yang tergabung dalam Gapoktan Desa Gudangharjo. Dr. Suswadi selaku koordinator membuka acara dan memberikan sambutan di depan para Gapoktan. Setelah itu dilanjutkan praktik untuk pembuatan pupuk padat dan cair 

Baca juga: Mantap! Tunas Pembangunan Scholarship Sudah Dibuka, Beasiswa UTP untuk Indonesia

Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta (FP UTP) melaksanakan program pengabdian Masyarakat di Desa Gudangharjo, Kecamatan Paranggupito, Wonogiri.

Menurut Dr. Suswadi program ini dibagi menjadi beberapa tahap bagian pendampingan. Pertama tahap pengenalan pertanian organik, kedua konversi lahan, ketiga pembuatan pembibitan cabai jamu, keempat pelatihan pembuatan pupuk organik cair dan padat, kelima pelatihan pembuatan dokumen system pertanian organik, dan terakhir membangun kemitraan dalam pemasaran. 

Halaman
123

Berita Terkini