Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto
TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Kondisi perburuhan di Kabupaten Karanganyar tengah memprihatinkan.
Banyak buruh menghadapi ketidakadilan dari perusahaan, dan saat mereka melawan, intimidasi menjadi balasan.
Salah satunya dialami Evi Nurhayati (53), warga Sragen yang bekerja di sebuah pabrik tekstil di Karanganyar.
Ia mengaku mendapat tekanan dari perusahaan setelah memperjuangkan hak-haknya sebagai buruh.
“Selama kami memperjuangkan hak, intimidasi dari perusahaan terus kami rasakan,” ujarnya, Jumat (2/5/2025).
Salah satu bentuk intimidasi yang dialaminya adalah mutasi kerja sepihak, yang membuat buruh merasa tidak nyaman dan mendorong mereka mengundurkan diri.
Baca juga: Nasib Catur Rahayu, Buruh Tekstil di Karanganyar Tak Jelas, Digaji Rp15 Ribu untuk Hidup Sebulan
Namun, Evi dan rekan-rekannya tidak menyerah.
Mereka tetap bersikukuh menuntut keadilan.
“Saya mulai bekerja tahun 2001, diangkat sebagai trainer sejak 2004. Tapi pada 2024, saya tiba-tiba dipindah ke operator. Status saya masih trainer, tapi semua tunjangan hilang,” jelasnya.
Meski diperlakukan tidak adil, Evi memilih bertahan dan terus memperjuangkan haknya.
Ia yakin, diam bukan pilihan bagi buruh yang ingin dihargai.
Digaji Rp15 Ribu untuk Hidup Sebulan
Permasalahan buruh pabrik tekstil di Kabupaten Karanganyar ternyata tidak hanya terjadi di satu perusahaan.
Salah satu kasus paling mencolok dialami Catur Rahayu (44), buruh tekstil asal Desa Waru, Kecamatan Kebakkramat, yang hanya menerima upah Rp 15 ribu untuk satu bulan kerja.
Catur mengungkapkan bahwa ia telah bekerja di perusahaan tersebut sejak tahun 2001, namun baru kali ini mengalami perlakuan yang menurutnya sangat tidak adil.
“Saya sudah 24 tahun bekerja di perusahaan itu. Tapi baru sekarang saya digaji hanya Rp 15 ribu sebulan,” ujarnya saat ditemui wartawan, Jumat (2/5/2025).
Menurut Catur, dirinya hanya masuk kerja dua hari dalam sebulan dan dibayar sesuai hari masuk. Setelah dipotong iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, sisa yang ditransfer ke rekeningnya hanya Rp 15 ribu.
Baca juga: Peringatan May Day 2025, Bupati Klaten Hamenang Wajar Ismoyo Apresiasi Buruh dan Kecam Aksi Anarkis
“Gaji dua hari langsung dipotong BPJS, sisanya cuma segitu,” jelasnya.
Selain itu, ia juga mengeluhkan ketidakjelasan status kerja serta perubahan jadwal kerja sepihak dari perusahaan, yang berdampak langsung pada pemotongan gaji.
“Tanpa ada kesepakatan, jadwal kerja kami diubah sepihak. Akhirnya gaji kami dihitung hanya berdasarkan jumlah hari masuk kerja,” kata Catur.
Catur dan rekan-rekan buruh lainnya meminta perusahaan membayar kekurangan gaji secara adil dan sesuai kesepakatan.
“Kalau kami kerja 18 hari, ya digaji 18 hari. Jangan asal ubah,” tambahnya.
Upaya hukum pun telah dilakukan. Catur menyebut, mereka sudah memenangkan gugatan hingga tingkat Mahkamah Agung, yang memerintahkan perusahaan membayar kekurangan gaji buruh.
“Kami menang di pengadilan, dari PHI Semarang hingga MA. Tapi sampai sekarang perusahaan belum membayar hak kami,” ujarnya.
Catur berharap perusahaan segera menyelesaikan persoalan ini secara adil.
“Kalau memang tidak ingin mempekerjakan kami lagi, silakan PHK sesuai prosedur. Jangan menggantung seperti ini. Kami butuh kepastian,” tegasnya. (*)