Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Sejumlah bendera Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dicopot dari berbagai titik di Kota Solo karena terbukti dipasang di area yang dilarang.
Penertiban dilakukan lantaran pemasangan tersebut melanggar ketentuan zona putih (white area), di mana segala bentuk reklame dilarang.
Wakil Ketua DPRD Surakarta dari Fraksi PSI, Muhammad Bilal, menanggapi penertiban ini dengan menyatakan bahwa internal partainya telah melakukan evaluasi untuk mencegah pelanggaran serupa.
“Kita evaluasi terkait SOP atau peraturan yang mengatur pemasangan di zona putih. Saya rasa di luar zona putih masih aman,” ungkap Bilal.
Seperti diketahui, menjelang kongres PSI yang akan digelar pada 19 Juli 2025, atribut partai mulai tersebar di berbagai sudut kota, menandai perubahan identitas dari simbol mawar menjadi logo menyerupai gajah.
Namun, beberapa di antaranya melanggar Peraturan Wali Kota (Perwali) Surakarta Nomor 26 Tahun 2023 yang melarang reklame di ruas jalan strategis seperti Jalan Slamet Riyadi, Jalan Jenderal Sudirman, hingga Jalan Adi Sucipto.
Menanggapi itu, PSI menyatakan kesiapannya untuk bersikap kooperatif dan akan memastikan atribut partai tidak mengganggu warga sekitar.
“Kita ada tim monitoring perawatan. Jangan sampai atribut yang kita pasang mengganggu. Kami menghormati, kami kooperatif, kami berusaha evaluasi. Tentunya kita jadikan masukan baru buat kelancaran acara kongres sampai hari H,” jelas Bilal.
Namun, penegakan aturan ini juga menjadi tolok ukur penting terhadap netralitas hukum di Kota Solo.
Dalam pernyataannya, Bilal menegaskan bahwa penindakan adalah bentuk penghormatan terhadap regulasi.
Jika tidak ada tindakan, justru akan muncul persepsi negatif dari masyarakat.
“Justru kalau tidak ditindak akan banyak pertanyaan. Itu akan jadi preseden buruk juga. Kita menghormati Perwali yang ditandatangani Mas Gibran,” tuturnya.
Apa Itu White Area?
White Area, atau zona putih, adalah kawasan yang ditetapkan sebagai wilayah steril dari aktivitas politik visual, termasuk pemasangan bendera, spanduk, baliho, maupun alat peraga kampanye lain yang membawa identitas partai politik.
Area ini biasanya meliputi:
- Fasilitas publik seperti taman kota, sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah
- Bangunan pemerintahan, termasuk kantor wali kota, DPRD, dan instansi vertikal
- Ruang terbuka hijau (RTH)
- Jalur protokol utama yang memiliki kepentingan estetika dan keteraturan kota
- Zona rawan konflik atau gesekan antarpendukung
Penetapan zona putih dilakukan melalui koordinasi antara Satpol PP, Kesbangpol, dan Panwaslu, terutama menjelang momentum politik seperti pemilu, pilkada, maupun kongres partai besar.
Penetapan White Area bukanlah sekadar aturan administratif, tetapi memiliki filosofi dan tujuan yang kuat, yaitu:
1. Menjaga netralitas ruang publik
Ruang-ruang publik adalah milik semua warga negara tanpa pandang afiliasi politik. Penjagaan zona putih bertujuan menghindari klaim simbolik oleh satu partai tertentu yang bisa menimbulkan persepsi tidak netral.
2. Menjamin estetika dan keteraturan kota
Pemasangan atribut politik secara liar berpotensi merusak keindahan kota, apalagi jika tidak melalui perizinan yang resmi. White Area mendorong agar ruang kota tetap bersih dan tertata, terutama di kawasan strategis.
3. Mencegah potensi gesekan antarpendukung
Ketika atribut partai yang berbeda terpajang saling berhadapan dalam satu wilayah, apalagi tanpa pengawasan, risiko provokasi dan konflik horizontal bisa meningkat. Zona putih menjadi area damai yang bebas dari simbol partai.
4. Menegakkan keadilan antar partai
Tanpa zona netral, partai yang lebih kuat secara logistik bisa mendominasi ruang visual kota. Ini menciptakan ketimpangan persepsi publik. Zona putih menyeimbangkan panggung politik secara visual.
Pencopotan dilakukan langsung tanpa negosiasi, dengan dasar peraturan daerah yang mengatur ketertiban umum dan penggunaan ruang publik.
Di Kota Surakarta (Solo), pengaturan ketertiban umum dan penggunaan ruang publik, termasuk soal “white area” (zona larangan pemasangan atribut seperti bendera partai, reklame, spanduk), diatur melalui dua jenis regulasi utama.
Yakni Peraturan Daerah (Perda) Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008 dan Peraturan Wali Kota (Perwali) Surakarta No. 26 Tahun 2023.
Penertiban ini juga menjadi bagian dari upaya menciptakan situasi kondusif menjelang Kongres PSI, agar tidak terjadi kesan eksklusivitas atau dominasi simbolik di ruang kota.
Baca juga: Potensi Lalu Lintas Padat Kongres PSI di Solo, Peserta Diminta Tak Bawa Kendaraan Pribadi ke Venue
PSI Rilis Logo Baru
Menjelang Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Solo pada 19–20 Juli 2025, publik dikejutkan oleh kehadiran atribut-atribut PSI bergambar menyerupai gajah berwarna merah, hitam, dan putih.
Atribut itu muncul di berbagai sudut Kota Solo, seperti bendera, baliho, hingga spanduk digital.
Logo baru menampilkan siluet gajah menghadap ke kanan dengan belalai terangkat ke atas.
Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep tidak membantah bahwa simbol tersebut merupakan bagian dari rencana rebranding total partai.
Ia menyatakan, seluruh makna dan filosofi akan dijelaskan lebih lengkap saat kongres nasional digelar.
Baca juga: Jelang Kongres, Bendera PSI dengan Logo Baru Dicabut Satpol PP
Beberapa pengamat menilai simbol gajah adalah bentuk rekonsiliasi identitas politik, serta cara PSI menyesuaikan diri dengan lanskap politik nasional pasca-Pemilu 2024.
Namun ada pula kritik bahwa penggunaan warna merah-hitam identik dengan PDIP, sehingga dinilai sebagai upaya PSI “mendekatkan diri” ke basis Jokowi.
Sementara, logo lama PSI menggunakan simbol mawar merah yang digenggam tangan, mengandung makna perjuangan dan keindahan dalam politik.
Mawar melambangkan semangat sosialisme demokratis, keadilan sosial, dan solidaritas.
Warna merah-putih menunjukkan keberpihakan pada bangsa dan rakyat Indonesia. Genggaman tangan mencerminkan kekuatan kolektif dan aksi nyata, khas semangat kaum muda yang progresif dan anti-korupsi.
(*)