Sejarah Kuliner Legendaris

Sejarah Jadah Manten, Sajian Khas Pernikahan atau Lamaran di Solo Raya, Dulu Resep Rahasia Keraton

Jadah manten merupakan kue khas Yogyakarta yang terbuat dari ketan, santan, dan daging ayam atau sapi sebagai isian.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TABLOID NOVA
KULINER LEGENDARIS - Jadah manten adalah camilan Jawa Tengah. Rasanya gurih asin. Beginilah sejarah jadah manten yang jadi kuliner khas acara pernikahan atau lamaran. (NOVA) 
Ringkasan Berita:
  • Jadah manten, kue tradisional khas Yogyakarta dan Klaten, dulunya hanya dinikmati kalangan keraton. Terbuat dari ketan, santan, dan daging ayam atau sapi yang dibungkus telur dadar.
  • Kue ini menjadi simbol pernikahan karena melambangkan kelanggengan cinta seperti ketan yang lengket.
  • Kini jadah manten hadir dalam berbagai varian modern dan mudah dijumpai di Solo, seperti di Pasar Gede dan kedai Jadah Blondo Mbak Siska.

 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kota Solo, Jawa Tengah, memiliki sederet kuliner tradisional yang sarat makna dan filosofi.

Salah satunya adalah jadah manten.

Kue tradisional dengan rasa gurih ini mudah dijumpai di Solo, Klaten, dan Yogyakarta.

Baca juga: Sejarah Dadar Gulung, Jajanan Legendaris Solo yang Ternyata Adaptasi Kuliner Romawi Tahun 1430 M

Namun, siapa sangka kuliner ini dulu disajikan di lingkungan keraton.

Bahkan, resepnya sempat dianggap rahasia dapur kerajaan.

Dari Dapur Keraton ke Piring Rakyat

Jadah manten merupakan kue khas Yogyakarta yang terbuat dari ketan, santan, dan daging ayam atau sapi sebagai isian, lalu dibungkus dengan telur dadar tipis.

Sekilas bentuknya mirip lemper, namun berbeda dari segi pembungkus dan proses pembuatan.

Kudapan berbentuk balok ini istimewa karena dulu hanya bisa dinikmati kalangan keraton, termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono VII yang dikenal sangat menyukainya.

Baca juga: Sejarah Kimlo, Kuliner Legendaris Tionghoa-Indonesia yang jadi Inspirasi Lahirnya Timlo Khas Solo

Kini, jadah manten telah “turun kasta” menjadi makanan rakyat tanpa kehilangan kesakralannya.

Meski sudah bisa ditemukan di sejumlah pasar tradisional, jadah manten tetap memiliki aura eksklusif, terutama ketika disajikan dalam acara adat seperti lamaran atau pernikahan.

Filosofi Lengket dalam Pernikahan

Dalam budaya Jawa, makanan tidak sekadar santapan, melainkan sarat makna simbolik.

Jadah manten menjadi salah satu seserahan utama dalam prosesi mantenan.

Filosofinya sederhana namun dalam: jadah yang lengket di tangan menggambarkan harapan agar pasangan pengantin tetap lengket dan menyatu sepanjang hidup, baik dalam suka maupun duka.

Ketenangan dan kebersamaan dalam membuat jadah manten sering kali juga menjadi simbol gotong royong masyarakat desa.

Baca juga: Sejarah Mie Ayam : Kuliner yang Aslinya dari Tiongkok, Mulai Populer di Solo Raya pada 1980-an

Warga biasanya menumbuk ketan, membungkus, dan memanggang jadah secara bersama-sama, menciptakan momen kebersamaan yang mempererat ikatan sosial.

Proses Tradisional yang Penuh Makna

Pembuatan jadah manten terdiri dari tiga tahap utama.

Ketan dimasak dengan daun pandan, lalu diuleni dengan santan dan garam sebelum dikukus.

Setelah matang, ketan diisi dengan daging ayam atau sapi berbumbu gurih, kemudian dibungkus dengan telur dadar dan dijepit bilah bambu.

Tahap terakhir adalah pembakaran atau pemanggangan hingga kulitnya berwarna keemasan dan harum menggoda.

Hasil akhirnya adalah kudapan gurih, lembut, dan beraroma harum santan serta telur.

Baca juga: 5 Rekomendasi Wisata Budaya dan Sejarah di Karanganyar Jateng, Napak Tilas Peninggalan Majapahit

Kesederhanaan bahan beras ketan, kelapa, santan, dan telur menjadi bukti bagaimana masyarakat Jawa mampu menciptakan makanan kaya rasa dari bahan lokal yang mudah didapat.

Jadah Bakar Legendaris
KULINER SOLO - Ilustrasi Jadah Bakar. (Tribunsolo.com)

Jadah dalam Tradisi dan Sejarah Jawa

Secara antropologis, jadah memiliki tempat penting dalam tradisi sesaji masyarakat Jawa.

Menurut penelitian dari Universitas Negeri Yogyakarta, jadah sering menjadi bagian dari sesaji dalam ritual seperti kelahiran, pernikahan, hingga kematian.

Jadah dan wajik memiliki makna simbolis gawe raket atau perekat hubungan antarkeluarga.

Teksturnya yang lengket mencerminkan hubungan erat antara keluarga besar yang akan berbesanan.

Dari segi sejarah budaya, jadah mencerminkan kehidupan masyarakat agraris yang bergantung pada hasil bumi.

Bahan seperti beras ketan dan kelapa mencerminkan kemandirian masyarakat desa dan pentingnya pertanian dalam ekonomi tradisional.

Baca juga: Sejarah Utri Singkong, Jajanan Legendaris Solo yang Sudah Ada Sejak Abad ke-18

Rekomendasi Beli Jadah di Solo

Kini, jadah telah bertransformasi mengikuti perkembangan zaman.

Tak hanya disajikan dalam bentuk klasik, tapi juga hadir dalam versi modern seperti jadah isi cokelat, keju, atau buah.

Di Solo, penggemar kuliner bisa mencicipi jadah di beberapa tempat populer seperti Jadah Bakar Pasar Gede dan Jadah Blondo Mbak Siska.

  • Jadah Bakar Pasar Gede terkenal dengan aroma hangatnya yang menggoda, perpaduan rasa gurih dan manis dengan harga terjangkau di bawah Rp10.000.
  • Jadah Blondo Mbak Siska, yang berlokasi di dekat Dawet Yu Dermi Pasar Gede, menawarkan jadah lembut dan kenyal dengan topping blondo melimpah, dibanderol sekitar Rp10.000 per porsi.

Tempat-tempat ini menjadi bukti bahwa jadah bukan hanya bagian dari masa lalu, tetapi juga kuliner yang hidup dan terus dicintai masyarakat modern.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved