Sejarah di Kota Solo
Asal-usul Ponten Ngebrusan Solo: Jejak Arsitektur Kolonial dan Revolusi Hidup Sehat di Kota Bengawan
Awal mula berdirinya Ponten Ngebrusan tidak lepas dari pengalaman kelam warga Solo pada awal abad ke-20.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Ringkasan Berita:
- Ponten Ngebrusan di Kestalan, Banjarsari, Solo, dibangun tahun 1936 pada masa Mangkunegara VII oleh arsitek Belanda Thomas Karsten bergaya kolonial.
- Awalnya berfungsi sebagai MCK umum untuk mendorong kebiasaan hidup bersih setelah Solo dilanda pandemi PES dan kolera pada awal abad ke-20.
- Kini sudah menjadi cagar budaya sejak 2013 dan simbol kesadaran kesehatan serta kemajuan peradaban masyarakat Solo.
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Di tengah padatnya pemukiman di kawasan Kestalan, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, berdiri sebuah bangunan tua bergaya kolonial yang sarat makna sejarah.
Namanya adalah Ponten Ngebrusan Solo.
Sekilas, bentuknya mungkin terlihat sederhana dengan dominasi warna putih.
Baca juga: Asal-usul Kelurahan Semanggi Solo: Nama Diambil dari Tumbuhan Rawa, Ada Jejak Dermaga yang Hilang
Namun, di balik dinding tuanya tersimpan kisah tentang kesadaran kesehatan masyarakat dan kemajuan peradaban di masa pemerintahan Sri Paduka Mangkunegara VII.
Dari Krisis Kesehatan ke Inovasi Sanitasi Publik
Awal mula berdirinya Ponten Ngebrusan tidak lepas dari pengalaman kelam warga Solo pada awal abad ke-20.
Sekitar tahun 1915–1920, kota ini pernah dilanda pandemi PES, penyakit menular yang konon bermula dari bangkai tikus di Stasiun Jebres.
Penyakit itu menyebar cepat ke seluruh kota, hingga muncul ungkapan menakutkan “esuk lara sore mati.”
Sebelumnya, pandemi kolera juga pernah menghantam wilayah ini.
Baca juga: Asal-usul Kelurahan Gajahan di Solo : Dulu Tempat Kandang Gajah Milik Keraton Era Pakubuwono II
Berangkat dari pengalaman tersebut, Mangkunegara VII pun berinisiatif membangun fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK) umum yang kemudian dikenal sebagai Ponten.
Tujuannya sederhana namun revolusioner: mengubah kebiasaan masyarakat yang sebelumnya melakukan aktivitas mandi dan mencuci di sungai, menjadi lebih higienis dan tertata.
Didesain Arsitek Belanda Thomas Karsten
Pembangunan Ponten Ngebrusan dilakukan pada tahun 1936, dengan melibatkan arsitek terkenal asal Belanda, Thomas Karsten.
Tak heran jika bangunan ini memiliki arsitektur khas Eropa, simetris, bersih, dan berornamen sederhana namun elegan.
Bangunan ini terdiri dari tiga ruang utama: bagian timur untuk laki-laki, bagian barat untuk perempuan, dan bagian tengah digunakan sebagai area pancuran anak-anak.
Di bagian depannya terdapat taman kecil yang berfungsi sebagai tempat bermain dan bersantai bagi warga sekitar.
Baca juga: Asal-usul Monumen Setya Bhakti di Sriwedari, Berisi Makam 23 Pejuang Solo yang Berani Lawan Belanda
Yang unik, untuk mencapai bilik mandi di sisi kanan dan kiri, pengunjung harus melewati semacam labirin kecil.
Di dalamnya terdapat tujuh pancuran serta satu shower besar di bagian tengah.
Setiap bilik juga terhubung ke sumur luar, dan menariknya, bangunan ini tidak memiliki atap atau penutup sehingga terasa terbuka dan alami.
Sistem Air Modern di Masanya
Ponten Ngebrusan juga menjadi bukti kemajuan teknologi air di masa itu.
Pada awalnya, bangunan ini menggunakan sistem aliran air mandiri, bukan dari sumur.
Sistem ini bertahan hingga tahun 1959 sebelum akhirnya beralih menggunakan air sumur.
Sementara sistem sanitasinya sudah dirancang dengan baik, di mana limbah air dialirkan langsung ke Kali Pepe di seberangnya.
Simbol Peradaban dan Kesadaran Kesehatan
Bangunan Ponten Ngebrusan sempat dipugar pada tahun 2007 oleh KRT H. Kistuboko, dan kemudian ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pada tahun 2013.
Meskipun kini tidak lagi difungsikan sebagai MCK umum karena masyarakat sudah memiliki fasilitas pribadi di rumah Ponten tetap menjadi simbol penting dari kesadaran kesehatan masyarakat Solo di masa lampau.
Ponten Ngebrusan bukan sekadar bangunan kolonial yang indah, tetapi juga monumen sosial yang menandai lahirnya revolusi kebersihan di tengah masyarakat Jawa pada masa pemerintahan Mangkunegaran.
(*)
| Asal-usul Kelurahan Semanggi Solo: Nama Diambil dari Tumbuhan Rawa, Ada Jejak Dermaga yang Hilang |
|
|---|
| Asal-usul Kelurahan Gajahan di Solo : Dulu Tempat Kandang Gajah Milik Keraton Era Pakubuwono II |
|
|---|
| Asal-usul Pasar Harjodaksino Solo: Nama Diambil dari Tokoh Lokal, tapi Lebih Dikenal Pasar Gemblegan |
|
|---|
| Kenapa Soto jadi Menu Favorit Sarapan Warga Solo Raya? Begini Sejarahnya, Bermula dari Abad ke-19 |
|
|---|
| Sering Disebut Kembar, Ini Perbedaan Solo dan Yogyakarta : dari Arsitektur Keraton sampai Wayangnya |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/solo/foto/bank/originals/Beginilah-asal-usul-Ponten-Ngebrusan-di-Solo.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.