Menhan Akhirnya Beberkan Dokumen Rahasia Pembelian 500 Senjata
"Tinggal masalah komunikasi saja," ujar Ryamizard saat ditemui di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2017).
TRIBUNSOLO.COM, JAKARTA - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan bahwa Badan Intelijen Negara (BIN) memang membeli 500 pucuk senjata api dari PT Pindad.
Ryamizard pun menunjukkan lampiran berkas dokumen izin pembelian senjata api yang dikirimkan ke Kementerian Pertahanan pada Mei 2017.
"Ini ada soal pembeliannya, Mei 2017 yang tanda tangan Wakil Kepala BIN."
"Pembelian ini sudah atas izin menhan jadi tidak ada masalah."
"Tinggal masalah komunikasi saja," ujar Ryamizard saat ditemui di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2017).
Baca: Soal Mekanisme Pembelian Senjata Non Militer, Begini Penjelasan Polri
"Soal senjata saya rasa itu tidak ada masalah karena berdasarkan UU, pembelian senjata atau menjual senjata ataupun alat pertahanan keamanan itu harus disetujui oleh Menhan."
"TNI, Polisi, Bakamla, Kemenkumhan dan Bea Cukai, bahkan Kementerian Kehutanan itu harus mintanya ke Menteri Pertahanan," tambah Ryamizard.

Dalam surat berkop resmi Badan Intelijen Negara dan berklasifikasi rahasia tersebut, Ryamizard menunjukkan permohonan izin pembelian senjata SS2-V2 kaliber 5,56 x 45 mm sebanyak 521 pucuk buatan PT Pindad.
Selain itu, BIN juga mengajukan permohonan pembelian amunisi tajam sebanyak 72.750 butir.
Dalam keterangannya, pihak BIN menyebut seluruh senjata akan digunakan dalam mendukung kegiatan latihan taruna dan taruni Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Baca: Soal Polemik Pembelian 5.000 Senjata, Wiranto Sanggah Pernyataan Gatot Nurmantyo
Selain ditujukan kepada Menteri Pertahanan, surat permohonan itu juga dikirimkan kepada Panglima TNI.
Ryamizard menjelaskan bahwa keputusan untuk menunjukkan dokumen rahasia pembelian senjata itu bukan bermaksud untuk memanaskan situasi saat ini, melainkan memperjelas terkait ramainya polemik soal pembelian senjata.
Sebagai Menteri Pertahanan, Ryamizard merasa bertanggungjawab agar tidak terjadi lagi kesalahan komunikasi antarinstitusi negara.