Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Sarasehan Buruh SPSI Solo, TKA di Wilayah Solo Raya Disinyalir Jumlahnya Cukup Banyak

Dalam kondisi demikian, kehadiran pemerintah sangat diharapkan agar para pekerja tidak terlalu dirugikaj atau bahkan ditindas.

Penulis: Garudea Prabawati | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ilustrasi demo menolak Tenaga Kerja Asing. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Garudea Prabawati

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Dalam acara sarasehan buruh di Kantor Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI)  di Solo juga diungkap bahwa keberadaan tenaga kerja asing (TKA) di wilayah Solo Raya disinyalir jumlahnya cukup banyak.

Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Pius Tri Wahyudi, mengatakan sayangnya Ketua Divisi Advokasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 92) Jawa Tengah, Suharno, yang mengungkap hal tersebut tidak memiliki cukup data

"Dan pastinya hal ini merugikan pekerja lokal," terangnya kepada TribunSolo.com, Senin (7/5/2018).

Dan tidak sedikit keberadaan TKA yang sengaja disembunyikan atau ditutupi perusahaan dimana dia bekerja.

Baca: Panlok 44 Solo Siapkan Pendamping bagi Peserta Berkebutuhan Khusus di SBMPTN 2018

"Kalau mau, sebenarnya keberadaan para tenaga kerja asing itu bisa dilacak dari paspor atau visa yang mereka pakai," ujarnya.

Apakah visa itu untuk wisata, studi, atau bekerja.

Namun hal tersebut pun masih bisa dikamuflase, visanya untuk studi atau wisata kenyataannya mereka bekerja.

Lebih lanjut Pius mengatakan, secara hukum kedudukan pengusaha dan pekerja itu sama.

Baca: Pasutri Tewas Tersambar Kereta, Kapolres Sragen Bakal Inventarisir Perlintasan KA Tak Berpalang

"Namun secara sosiologis, kedudukan mereka berbeda, sebab pengusaha adalah pemilik modal sehingga pekerja sangat bergantung terhadap pengusaha," ujarnya.

Dalam kondisi demikian, kehadiran pemerintah sangat diharapkan agar para pekerja tidak terlalu dirugikaj atau bahkan ditindas.

Kehadiran pemerintah itu, kata dia, bisa dalam bentuk pengawaaan, pembuatan regulasi atau undang-undang, atau penyusunan atau penetapan kebutuhan hidup layak (KHL) dan upah minimum kota/kabupaten (UMK). (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved