Pengrajin di Desa Girilayu Matesih Karanganyar : Membuat Blangkon Butuh Kesabaran Tinggi
Namun, di balik keindahannya, ternyata tidak banyak orang yang mau menggeluti usaha pembuatan blangkon ini
Penulis: Efrem Limsan Siregar | Editor: Putradi Pamungkas
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Efrem Siregar
TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Blangkon adalah alat penutup kepala tradisional Jawa yang masih eksis sampai sekarang.
Namun, di balik keindahannya, ternyata tidak banyak orang yang mau menggeluti usaha pembuatan blangkon ini.
Hal itu diungkapkan Seno, pengrajin blangkon asal Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Karanganyar.
"Beberapa hari lalu, sempat ada orang yang saya ajarkan untuk membuat blangkon, tetapi hanya beberapa hari sudah tidak kemari lagi," kata Seno kepada TribunSolo.com, Kamis (2/8/2018).
Seno mencetak blangkon secara manual memakai tangan dan peralatan seadanya.
• Hingga Agustus 2018, Tercatat 485 Kecelakaan Lalu Lintas Terjadi di Kota Solo, Ini Titik Rawannya
Di ruangan berukuran sekitar 2x3 meter, Seno bekerja membuat blangkon bersama tiga koleganya.
Seno adalah pengrajin yang paling cekatan di antara lainnya.
Ia bisa menyelesaikan 7-8 blangkon per hari dan menyelesaikan satu blangkon hanya dalam waktu satu setengah jam.
"Membuat blangkon ini memang butuh kesabaran tinggi," ungkap Seno.
Sebab, dari proses melipat sampai menjahit bagian-bagian blangkon, semua dikerjakan memakai tangan sambil duduk di atas lantai.
• Hari Anak Nasional, Pemkot Persiapkan Generasi Penerus Lewat Program Solo Kota Layak Anak
Belum lagi, corak blangkon masing-masing daerah mempunyai perbedaan.
Seno sendiri mengaku blangkon Mataraman Yogyakarta adalah blangkon tersulit pembuatannya dibanding blangkon daerah lain.
"Yang paling sulit itu Mataraman Yogyakarta karena wiron semua," ucap Seno.
Wiron adalah lipatan kain yang terdapat di sisi blangkon.