Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

PSI Solo Komentari Putusan Kasus Meiliana yang Dianggap Menodai Agama

"Sehingga Bu Meiliana bisa dilepaskan dari tahanan sampai keluar keputusan hukum bersifat tetap dan mengikat," katanya

Penulis: Eka Fitriani | Editor: Daryono
KOMPAS.com / Mei Leandha
Sisi Meiliana (43), warga Jalan Karya, Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara saat bersidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (24/7/2018) 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Eka Fitriani

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang menghukum Meiliana dengan penjara 1,5 tahun karena mengeluh soal pelantang suara masjid, memicu kecaman terhadap pengadilan.

Selain itu dukungan terhadap sang terpidana juga mulai berdatangan.

Meiliana sendiri mendapat hukuman penjara 1,5 tahun karena mengeluhkan volume azan di Tanjungbalai, Sumatera Utara.

Vonis tersebut dijatuhkan pada Selasa (21/8/2018).

Meiliana Minta Maaf pada Masyarakat Muslim Indonesia

Berbagai kalangan mengecam putusan yang dianggap berlebihan dan menanamkan preseden buruk.

Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Solo Muhammad Bilal memberikan tanggapan terhadap kasus tersebut.

"PSI setuju bahwa di Indonesia, penghinaan dengan sengaja terhadap agama, apalagi yang dengan sengaja dilakukan untuk menimbulkan kebencian dan permusuhan antar umat beragama, harus dilarang," katanya Jumat (24/8/2018) siang.

"Namun dalam kasus Bu Meiliana, sulit sekali bagi kita menerima argumentasi bahwa apa yang dilakukan Bu Meiliana adalah sesuatu yang menghina atau menodai agama," ujarnya.

Pihaknya juga beranggapan bahwa Meiliana hanya membandingkan suara pengeras suara dari masjid yang menurutnya lebih keras dari sebelumnya.

Hal tersebut dianggap bukan penghinaan atau penodaan.

"Mengeluhkan suara pengeras suara tidak berarti mengeluhkan suara azan," katanya.

Meiliana Menangis di Persidangan, Ini 5 Fakta Tentang Kasusnya

Bilal membeberkan Kementerian Agama pada 1978 pernah mengeluarkan peraturan tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla, yang tidak pernah dicabut sampai sekarang.

"Dinyatakan dalam peraturan tersebut, penggunaan pengeras suara tersebut harus ditata agar jangan sampai suara dari masjid justru menimbulkan antipati dan kejengkelan," ujarnya.

Dirinya juga mengatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) juga pernah mengeluhkan hal yang sama agar pengeras suara diatur sebaik-baiknya.

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved