Akbar Tanjung : Dari Masa ke Masa Capres Selalu Menghormati Keputusan MK
Akbar Tanjung : Dari Masa ke Masa Capres Selalu Menghormati Keputusan MK, capres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga S Uno
Penulis: Eka Fitriani | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Eka Fitriani
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Politisi senior Partai Golongan Karya (Golkar), Akbar Tanjung menilai calon presiden (capres) dari masa ke masa masa selalu menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Selalu menghormati keputusan itu (MK)," ungkap Akbar dalam Halal Bihalal Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dan HMI Solo-Sukoharjo, di Rumah Budaya Kratonan, Kecamatan Serengan, Solo, Minggu (16/6/2019).
Ketua Majelis Pembina KAHMI yang juga Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar itu membeberkan, tidak ada ceritanya capres yang berlaga dalam Pilpres selama ini, tidak menerima keputusan MK.
• Jubir MK Bantah Ada Hakim Konstitusi yang Terima Ancaman terkait Sidang Sengketa Pilpres
Terlebih dalam hajatan pesta demokrasi tahun ini, capres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga S Uno (Prabowo-Sandi) mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di MK.
"Siapa yang sepakat keputusan MK itu lah yang menjadi Presiden RI (2019-2024)," ungkapnya.
"Entah itu capres 01 atau 02," jelasnya menegaskan.
Selain itu, mantan Ketua DPR RI itu juga menyinggung dikotomi atau memisahkan dua hal berbeda yang seolah-olah dipaksakan di masyarakat dalam suasana perhelatan Pilpres 2019.
"Peristiwa Pilpres 2019 menghasilkan situasi yang sebetulnya tidak kita inginkan berupa dikotomi," aku dia.
"Masyarakat memiliki dua capres dan cawapres sehingga punya pilihan masing-masing, maka bagi saya itu hal biasa" katanya.
• Inilah 15 Tuntutan yang Diajukan Tim Hukum Prabowo-Sandi di Depan Hakim MK
Lebih lanjut dia menerangkan, bahkan pemisahan dua hal pilihan yang berbeda itu diperkuat dengan adanya penyebaran berita bohong atau hoax yang cukup masif.
"Maka adanya sentimen agama yang mengakibatkan rengganganya rasa persatuan karena menjurus ke religiusitas," terang dia.
Dia menambahkan, padahal permasalahan religiusitas sudah selesai sejak para pahlawan merumuskan dan mengubah sila pertama Pancasila yang awalnya adalah 'Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya', menjadi 'Ketuhanan Yang Maha Esa'.
"Perubahan itu sudah disetujui tokoh-tokoh Islam dan disahkan pada 17 Agustus 1945," katanya. (*)