Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Mengenal Supit Urang, Bangunan Jebakan Musuh Keraton Solo pada Masa Peperangan

Saat rombongan musuh masuk lorong, jembatan yang pernah ada di barat dan timur Supit Urang akan ditutup.

Penulis: Facundo Crysnha Pradipha | Editor: Daryono
TRIBUNSOLO.COM/CHRYSNHA PRADIPHA
Suasana padat kendaraan melaju di kawasan Supit Urang, Kamis (20/7/2017) siang. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Chrysnha Pradipha

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Keraton Solo memiliki lorong bertembok besar dan panjang.

Kawasan tersebut terdapat di utara area keraton.

Menjadi akses keluar dan masuk area keraton.

Menurut anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Solo, KGPH Dipokusumo, Supit Urang memiliki sejarah tersendiri.

"Supit artinya jepit (penjepit,-Red), urang adalah udang, dapat disebut juga makanan," kata Dipo kepada TribunSolo.com Kamis (20/7/2017).

Dipo menjelaskan, kawasan tersebut dibangun memiliki makna dan filosofi.

"Supit Urang merupakan bangunan yang kental dengan strategi perang, lengkapnya ada pada komposisi perang Baratayuda dalam kisah Mahabarata," ucap Dipo yang juga adik Raja Keraton Solo, Paku Buwono XIII.

Area masuk Supit Urang. Foto diambil Kamis (20/7/2017) siang.
Area masuk Supit Urang. Foto diambil Kamis (20/7/2017) siang. (TRIBUNSOLO.COM/CHRYSNHA PRADIPHA)

Lanjutnya, supit digambarkan sebagai lorong jebakan atau penipu musuh di masa lalu. 

Saat rombongan musuh masuk lorong, jembatan yang pernah ada di barat dan timur Supit Urang akan ditutup.

Sehingga musuh tidak akan bisa kemana-mana kecuali menaiki tembok keraton.

Bagi musuh yang menaiki tembok keraton hingga berhasil melompat juga tidak akan selamat.

Dibalik tembok tersebut sudah berjajar pasukan prajurit keraton bersiap untuk mematikan musuh.

"Nah urang (udang) itu makanan, musuh seperti santapan prajurit saat perang," ujarnya.

"Maka Supit Urang dapat diartikan penjepit makanan atau semacam jebakan dalam strategi perang," imbuh Dipo. 

Adapun kini lorong itu merupakan akses menuju pasar konveksi terbesar di Jawa Tengah, yakni Pasar Klewer.

Saat hari libur pun kawasan  tersebut sering  ditemui macet.

Bahkan di sisi jalan lorong ssering ditemui Pedagang Kaki Lima (PKL) tradisional penggosok perhiasan seperti emas. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved