Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Ternyata Ada Faktor Soeharto dalam Sejarah Kirab 1 Muharram Atau Kirab 1 Sura Ala Keraton Solo

Kirab pusaka menyertakan kebo bule Kiai Slamet hingga keluar keraton, baru terjadi setelah adanya Peristiwa Malari.

Penulis: Imam Saputro | Editor: Junianto Setyadi
TRIBUNSOLO.COM/IMAM SAPUTRO
Sejarawan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tundjung W Sutirto. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Imam Saputro

TRIBUNSOLO.COM, SOLO -  Suasana Jakarta pada 15 Januari 1974 begitu mencekam.

Penyebabnya adalah aksi  perusakan kendaraan dan bangunan oleh massa demonstran sebagai bentuk anti-Jepang yang kala itu terus meluas.

Ratusan pasukan militer dan polisi bersenjata lengkap pun disiagakan penuh.

Kendaraan lapis baja dan pemadam kebakaran juga dikerahkan untuk membarikade massa di seputar Istana.

Baca: Jelang Kirab 1 Sura Keraton Solo, Tujuh Kerbau Bule Keturunan Kyai Slamet Jalani Latihan Ini

 Aksi demo kala itu berbuntut malapetaka pembakaran dan penjarahan.

Demikian suasana ibu kota negara yang pernah ditulis Kompas untuk menggambarkan peristiwa Malapetaka 15 Januari atau yang lebih dikenal sebagi Malari.

Kompas juga menulis, sejak tragedi Malapetaka 15 Januari  yang di depan hidung Presiden Soeharto, masa pemerintahan Orde Baru kemudian mengalami fobia terhadap segala hal.

 Soeharto kemudian meminta bantuan kepada Raja Keraton Kasunanan Surakarta (Keraton Solo), Sinuhun Paku Buwono XII, untuk ikut meredam “kekacauan” akibat dari peristiwa Malari tersebut.

Baca: Wawali Kota Solo Kecewa terhadap Rapat Pengelolaan Keraton Solo di Jakarta, Ini Penyebabnya

Oleh Sinuhun, permintaan itu direspons dengan menggelar Kirab Pusaka 1 Sura atau 1 Muharram dalam skala lebih luas.

 Adapun sebelumnya kirab pusaka dan doa bersama setiap 1 Sura dilakukan hanya di sekitar kompleks keraton.

Karena merespons Presiden Soeharto, kemudian dilakukan hingga ke luar keraton.

Hal tersebut dikemukakan  Sejarawan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tundjung W Sutirto, saat diwawancara Tribunsolo.com, Selasa (19/9/2017). 

Baca: Putri Baru Berusia 5 Bulan, Artis Joanna Alexandra Terima Cobaan Bayi Kecilnya Derita Penyakit Ini

“Sebelumnya hanya di lingkungan dalam tembok keraton, di seputar Baluwarti saja," ujarnya.

"Namun karena ada permintaan dari Presiden untuk ikut menjaga persatuan dan kesatuan, maka laku ritual itu dilakukan hingga luar keraton."

"Sampai sekarang,” kata Tunjung.

 Ia mengatakan, kirab pusaka menyertakan kebo bule Kiai Slamet hingga keluar keraton, baru terjadi setelah adanya Peristiwa Malari

Baca: Segera Nikah, Kahiyang Ayu dan Bobby Mulai Buka-bukaan Soal Rencana Bulan Madu Mereka

“Kirab keluar keraton itu untuk memenuhi keinginan Presiden Soeharto ke Sri Susuhunan Paku Buwono XII agar dibantu doa agar bangsa Indonesia diberi keselamatan,” ujarnya menegaskan.

“Dari sisi kesejarahan kirab itu adalah usaha PB XII membantu Soeharto untuk menjaga masyarakat tetap pada kerangka persatuan dan kesatuan pada masa itu,” kata Tundjung. 

Adapun pada prosesi tersebut pusaka-pusaka Keraton Surakarta dikeluarkan dan dikirab dengan rute yang sudah ditentukan.

Termasuk, kerbau-kerbau bule milik Keraton Surakarta yang dianggap sebagai pusaka Keraton Kasunana Surakarta.

Baca: Asyik Bulan Madu di Las Vegas, Penampilan Sheza Idris Jadi Sorotan : Pahanya Diumbar

Hal senada juga diungkapkan oleh Sejarawan muda Solo, Heri Priyatmoko.

Menurut dia, 'Prabu' Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, waktu itu meminta pihak keraton untuk menyemarakkan kirab pusaka dan kerbau.

"Pasalnya, upacara tersebut diyakini mampu menjaga keseimbangan kosmos (negara, Red)," kata Heri.

Adapun kirab pusaka dan kerbau diadakan saban 1 Sura pukul 00.00 WIB. 

Baca: Lama Tak Ada Kabar, Mantan Bintang Ada Apa dengan Cinta Ini Disebut Hamil Anak Ketiga. Selamat!

Jumlah pusaka yang dikirab dan jalur kirab, ditambah pula.

Sedari semula cuma keliling lingkungan Kampung Baluwarti, lokasi keraton, kemudian diperpanjang sampai keluar kampung.

Tahun ini kirab pusaka malam 1 Sura akan dilakukan Kamis (21/9/2017) malam hingga Jumat (22/9/2017) dini hari.

Rutenya melalui depan Kori Kamandungan Keraton Solo, Pagelaran, Gladag-Perempatan Bank Indonesia-Jalan Mayor Kusmanto-Jalan Kapten Mulyadi-Jalan Veteran-Jalan Yos Sudarso-Jalan Slamet Riyadi dan kembali ke keraton.

Diperkirakan 1.000 abdi dalem keraton akan ikut dalam kirab pusaka bersama tujuh kebo bule keturunan Kiai Slamet tersebut. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved