Belum Pernah Daki Gunung Es, Begini Persiapan Malimpa UMS Capai Puncak Tertinggi Mongolia
Selain latihan fisik rutin, Iqbal dan tiga kawannya tentu saja harus menyiapkan perlengkapan mendaki gunung es.
Penulis: Eleonora Padmasta E. W. | Editor: Junianto Setyadi
Juga, crampons alias gerigi yang dipasang di bawah sepatu agar tak tergelincir saat berjalan di es.
Serta kacamata goggle untuk mengurangi intensitas pantulan cahaya matahari di es ke mata.
Selain itu, mereka juga membutuhkan tenda khusus untuk di tempat bersalju dan ice axe atau kapak es untuk menghancurkan es.
Sedangkan untuk teknik moving together dalam pendakian ini, perlengkapan yang diperlukan adalah harness, karabiner, tali karmantel, dan tentu saja helm.
"Perlengkapan seperti tali karmantel itu sudah biasa dipakai untuk petualangan alam bebas karena kadang juga untuk jaga-jaga saat harus melakukan self-rescue (menyelamatkan diri sendiri, red)," kata Iqbal.
Untuk mendapatkan bermacam-macam peralatan yang harganya mencapai jutaan rupiah itu, Iqbal dkk sudah pasti membutuhkan banyak dana.
Berbagai cara pun ditempuh demi mengumpulkan biaya tersebut.
"Sumber dana yang pasti ada dari kampus, dari sponsor, donatur, swadana, internal, dana usaha," tutur Iqbal.
"Kita juga suka ini, kalau melihat ada tumpukan kardus menganggur, kita tanyakan ke pemiliknya, dipakai atau tidak."
"Kalau tidak, kita ambil untuk dijual."
"Pernah juga jualan susu, jualan apa, dari yang kecil-kecil begitu kan kalau terkumpul juga jadi banyak," katanya.
Meski begitu, dalam pendakian yang membutuhkan banyak dana dan perlengkapan ini, menurut Iqbal ada satu hal yang paling penting.
"Saat kita di lapangan, nyawa kitalah 'alat' terpenting kita," katanya menegaskan.
"Jadi kalau kita ragu dengan alat-alat yang kita gunakan berarti kita meragukan kehidupan kita juga."
"Karena kalau kita di lapangan bergantungnya juga sama nyawa," ungkapnya.