SIPA 2018
Cerita tentang Noken Tas Asal Papua Ditampilkan pada SIPA Hari Terakhir di Benteng Vastenburg Solo
Noken sendiri merupakan tas tradisional masyarakat Papua yang dibawa dengan menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu.
Penulis: Eka Fitriani | Editor: Hanang Yuwono
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Eka Fitriani
TRIBUNSOLO.COM, SOLO – Hari ini, Sabtu (8/9/2018) malam merupakan hari terakhir Solo Internasional Performing Arts (SIPA) 2018 di Benteng Vastenburg.
Hari terakhir pentas dimulai pukul 19.30 WIB dengan penampilan dari komunitas Departemen Pendidikan Tari, FPSD, UPI dengan judul Karya Touching Unknown People.
Penampil kedua yakni dari Melati Suryodarno asal Solo yang membawakan judul Sakshat.
Penampil ketiga yakni ditarikan oleh Serraimere Boogie Yason Koirewoa (Boogie Papeda) dan Komunitas Street Pass Asal Papua dengan karya Noken.
• Fadli Zon Sebut Perekomian Indonesia pada Era Jokowi Masuk ke Neoliberalisme Sempurna
Tarian ini ditarikan oleh 4 penari.
Penari mengenakan pakaian berwarna coklat.
Suara musikpun menggema saat para penari memasuki panggung.
Salah satu penari terlihat tampil membawa noken.
• Gelak Tawa Warnai Penampilan Karya Koreografer Citra Nuranteni Putri di SIPA Festival 2018
Mereka berputar mengelilingi penari yang membawa noken.
Noken sendiri merupakan tas tradisional masyarakat Papua yang dibawa dengan menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu.
"Sama dengan tas pada umumnya, tas ini digunakan untuk membawa barang kebutuhan sehari-hari," kata salah satu panitia, Henggar, kepada TribunSolo.com, Sabtu (8/9/2018) malam.
Masyarakat Papua biasanya menggunakan Noken untuk membawa hasil kebun.
• Kuasa Hukum Roy Suryo Mengaku Tak Perlu Balas Surat dari Kemenpora
Noken juga bisa diubah jadi tempat tidur anak ketika ibunya sedang bekerja atau setelah pulang berkebun.
Di era ini, noken menjadi multifungsi, noken tidak hanya diisi hasil kebun saja melainkan bisa juga untuk keperluan lain sesuai kebutuhan si pemakai.