Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Rocky Gerung Sebut Reuni Akbar 212 Bentuk Protes Ketidakadilan, Boni Hargens: Siapa yang Ditindas?

Pengamat politik Rocky Gerung turut angkat bicara soal Reuni Akbar 212. Ia menyebutnya sebagai reuni akal sehat.

Tribunnews/Twitter @pppemudamuh
Boni Hargens dan Rocky Gerung 

TRIBUNSOLO.COM - Pengamat politik Rocky Gerung turut angkat bicara soal Reuni Akbar 212 yang digelar di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat pada Minggu (2/12/2018).

Hal itu ia sampaikan saat hadir menjadi bintang tamu di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang tayang di tvOne, Selasa (4/12/2018) malam.

Tema yang diangkat ILC malam itu adalah "Pasca Reuni 212: Menakar Elektabilitas Capres 2019".

Awalnya, ia menyayangkan kepada beberapa media yang tidak memberitakan acara Reuni Akbar 212 sehingga terkesan memalsukan sejarah.

Padahal, menurutnya momen tersebut saat ini sudah menjadi monumen.

"Kita diingatkan bahwa Reuni 212 itu sesuatu yang memang sebut saja momennya memang 2016, tapi kemudian dia menjadi monumen dipindah dari momen menjadi monumen," ujarnya.

Selanjutnya, ia menyebut bahwa aksi 212 sebagai reuni akal sehat.

"212 itu lepas dari segala macam interpretasi itu adalah satu reuni akal sehat, kalau bukan karena akal sehat ada aja orang iseng kasih komando itu selesai, Istana di depan, berantakan itu Jakarta," jelasnya.

Rocky Gerung juga mengungkapkan bahwa Reuni Akbar 212 bukan lagi soal kuantitas, melainkan kualitas.

"Jadi ada kepemimpinan intelektual, ketertiban orang percaya bahwa ide bisa menghasilkan perubahan, ide itu diperlihatkan oleh jumlah, ide yang menjadi jumlah dia berubah dari kuantitas menjadi kualitas," imbuhnya.

Mengapa kualitas? Rocky menyebut aksi tersebut sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan.

Ia pun menyamakan Reuni Akbar 212 ini dengan perayaan HUT RI setiap tanggal 17 Agustus.

Di mana tidak hanya sekali diselenggarakan, namun rutin setiap tahun.

"Jadi soal agama disitu ya dengan sendirinya karena ada sejarah agama disitu, sama kalau kita bilang 'ya kalau sudah 1 kali reuni ya nggak perlu reuni kan sudah selesai, buat apa'."

"Loh kalau begitu ya jangan rayakan 17 Agustus kan Belanda sudah pergi kan, ngapain kita merdeka lagi," kata Rocky Gerung.

Di tengah-tengah penjelasannya, tiba-tiba pengamat politik Boni Hargens mengiterupsi.

"Di sini pertanyaanlah adalah 212, siapa yang ditindas di sana? Siapa yang menindas umat Islam di republik ini? Saudara, 32 Orde Baru itu adalah sejarah penghancuran hak-hak sipil dan hak politik masyarakat."

"Kalau hari ini kita paksakan Joko Widodo 4 tahun berkuasa menutup semua kegagalan Orde Baru, itu sebuah kekejian yang tidak masuk akal," ujar Boni Hargens.

Rocky Gerung pun berusaha menjelaskan kembali maksud pernyataannya.

"212 bukan lagi soal Ahok, kenapa dibalikkan kesitu? karena dia sudah menjadi monumen, momennya sudah selesai, yang kuantitas jadi kualitas, dan orang bicara itu hari ini sehingga dihubungkan dengan elektabilitas, masuk akal," ujarnya.

Menurut Rocky Gerung, muatan politis dengan sendirinya menempel pada aksi tersebut.

"Kalau dibilang politis, ya dengan sendirinya politis. Jokowi enggak hadir aja udah politis itu. Tapi kan ini ada Prabowo dan sebagainya, ya karena diundang. Jadi apa yang disebut politis itu sama halnya kalau kita membuat definisi, politis adalah ucapan retorika politik," jelas Rocky Gerung.

Simak selengkapnya berikut ini:

(TribunSolo.com/Rohmana Kurniandari)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved