Mahfud MD Sebut Koruptor Bisa Dihukum Mati, Namun Ada Syarat yang Harus Dipenuhi
Pakar Hukum dan Tata Negara Mahfud MD angkat bicara terkait hukuman mati bagi koruptor.
Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNSOLO.COM - Pakar Hukum dan Tata Negara Mahfud MD angkat bicara terkait hukuman mati bagi koruptor.
Diketahui sebelumnya, Indonesia tidak menerapkan aturan tersebut untuk para pelaku korupsi.
Dari data Tribun, ada 4 negara di dunia ini yang menerapkan hukuman mati bagi koruptor.
Yakni, Tiongkok, Vietnam, Singapur dan Taiwan.
• Mahfud MD Singgung soal Utang: Yang Harus Diingatkan adalah yang Utang Tanpa Tahu Cara Membayarnya
Aturan menghukum mati koruptor juga masih menjadi perdebatan di kalangan pengamat hukum atau aktivis di Indonesia.
Ada yang sepakat, pun ada yang tidak sepakat dengan hukuman pencabutan nyawa tersebut.
Terkait hukuman mati bagi koruptor ini, Mahfud MD menyampaikan pendapatnya melalui kicauannya di Twitter, Kamis (3/1/2018).
Kicauan tersebut adalah tanggapan dari netizen yang menyatakan bahwa 'koruptor dihukum mati saja'.
Menanggapi hal tersebut, sebelum memutuskan hukuman, Mahfud MD merasa perlu untuk melihat tingkat peran dan besaran korupsinya.
Karena tidak semua korupsi mengarah pada pencurian uang negara.
Misalnya adalah kesalahan atau keterlibatan dalam tanggungjawab administratif.
Namun ada kasus korupsi yang memang berniat untuk mengambil uang negara.
Mahfud MD juga menambahkan adanya para mafia hukum yang menjual hukum melalui praktik penyuapan.
• Mahfud MD Sebut Ada Modus Pengrusakan Hukum: Panggilan Palsu KPK hingga Ranjau Mafia dan Politik
"Lihat tingkat peran dan besaran korupsinya saja.
Ada korupsi yg krn tanggungjawab administratif(misal, terlibat krn ttd dikumen yg sdh jadi); tapi ada korupsi krn memang ingin menggarong kekayaan negara dlm jumlah besar; ada yg menjual hukum melalui penyuapan," kicau Mahfud MD.
Mahfud MD: Koruptor bisa dihukum mati
Mahfud MD mengatakan bahwa koruptor bisa dihukum mati apabila tindakan korupsinya dilakukan pada saat negara dalam kondisi krisis.
"Yang melakukan korupsi ada ancaman hukuman mati kalau negara dalam keadaan krisis, dengan hukuman paling lama 20 tahun atau hukuman mati bila negara dalam krisis," papar Mahfud saat diwawancarai Tribunnews.com di Jepang, Jumat (7/12/2018) silam.
Menurut Mahfud MD, tak ada ukurannya untuk negara krisis.
"Jaksa akan bertanya apa ukurannya? Apakah pemberontakan, ada bencana alam, dan lainnya. Tak ada ukurannya."
"Kok tidak dihapus frasa tersebut - kalau ada krisis? Lalu berapa besar hukumnnya? Ya tergantung berapa korupsinya," imbuh Mahfud MD.
Menurut Mahfud MD lagi, saat ini korupsi sudah mencapai triliunan.
Sehingga layak untuk diberi hukuman berat, seperti dimiskinkan.
"Korupsi saat ini triliunan. Jadi sebenarnya layak dilakukan pemiskinan bagi pelakunya, cabut hak-haknya."
"Misalnya tak boleh jadi nasabah bank, keluarganya tidak boleh dapat pinjaman bentuk apa pun untuk berusaha."
"Hal itu boleh dilakukan setiap negara sesuai ketentuan PBB. Negara boleh lakukan apa pun untuk laksanakan anti korupsi. Lihat itu China lakukan hukuman mati," kata Mahfud MD.
• Mahfud MD Tantang Perang di Malam Tahun Baru, Said Didu: Siapa Takut, Kita Perang Setahun
Kemudian juga ada langkah pembuktian terbalik seperti dilakukan Malaysia.
"Misalnya gaji rektor 6 Miliar dalam 5 tahun kok punya uang 9 miliar? Buktikanlah di pengadilan. Kalau dalam dua bulan tak bisa buktikan bersih maka akan dihukum."
Mahfud MD saat menjadi Menteri Kehakiman di bawah kabinet Gus Dur katanya telah berusaha untuk melakukan wacana hal-hal tersebut.
"Kemudian Gus Dur jatuh ya saya juga ikut jatuh," lanjutnya disambut tawa para pelajar yang mendengarkannya.
Kini menurutnya tak ada yang lanjutkan dan meneruskan wacana tersebut
"Padahal yang saya buat itu adalah kebijakan resmi."
Ada pula gagasan Mahfud MD dengan koruptor diletakkan di kebun binatang dan diberikan makan seperti memberikan makan monyet.
"Jengkel saya dari dulu korupsi membudaya. Tapi jangan kita putus asa. Semakin maju era milenial bahkan generasi Z dan generasi alfa, pada saatnya nanti tak akan bisa mengelak."
"Yang penting kita bersatu dulu dan perubahan dilakukan evolutif bukan revolutif dengan UU yang baru sedikit demi sedikit," jelasnya lagi dalam dialog "Menjaga Pesatuan NKRI".
• Mahfud MD: Polarisasi Krisis Multidimensi Merupakan Getaran Logis dari Krisis Akhlak Suatu Bangsa
Selain itu Mahfud MD juga mengingatkan soal referendum.
"Konvensi PBB setiap negara yang telah menguasai satu wilayah maka dapat lakukan upaya apa pun supaya wilayah tidak lepas dari negara tersebut," paparnya.
Soal Irian jaya, tahun 1963 terbentuk plebisit atau referendum dan sudah memilih bersatu ke dalam Indonesia.
"Memang kecenderungan referendum ingin pisahkan diri. Kalau sudah dengar kata merdeka, memancing selera ya ingin merdeka semua orang seperti kasus Timor Timur. Yang penting kita jangan terpancing referendum. Kita harus pertahankan mati-matian negara kita."
Diungkapkan saat menjadi Menteri Pertahanan dan adanya masalah Aceh, ternyata PBB mau ikut campur.
"Tidak bisa. Indonesia telah ikut deklarasi internasional dan Indonesia punya hak penuh untuk melakukan semua langkah termasuk langkah militer untuk pertahankan wilayahnya." (*)