Kritisi Penyelenggara Pemilu Orde Baru vs Reformasi, Mahfud MD: KPU Selalu Salah di Mata yang Kalah
Mahfud MD membandingkan penyelenggaraan pemilu di zaman Orde Baru dan Reformasi. Mahfud menilai KPU selalu salah di mata yang kalah.
Penulis: Rohmana Kurniandari | Editor: Putradi Pamungkas
TRIBUNSOLO.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, membandingkan penyelenggara pemilihan umum (pemilu) di era Orde Baru dan Reformasi.
Hal itu disampaikannya dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang tayang di tvOne, Selasa (8/1/2019).
Tak hadir langsung di Jakarta, Mahfud menyampaikan pendapatnya dari Yogyakarta.
Awalnya Mahfud mengkritisi soal keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) belakangan ini terkait pemilu 2019.
Misalnya, kotak suara kardus hingga pembatalan sosialisasi visi-misi capres.
Mahfud menilai apa pun yang dilakukan KPU selalu ada yang mengkritik.
Oleh karena itu, Mahfud memberikan saran kepada KPU untuk melalukan apa pun tanpa memperdulikan kritikan dari sejumlah pihak.
"Ini yang penting, apa pun yang dilakukan KPU itu pasti ada yang ngritik lagi," kata Mahfud.
"KPU boleh bersikap apa saja," imbuhnya.
• Mahfud MD Nilai KPU Tak Melanggar Hukum: Pemaparan Visi Lebih Dulu atau Langsung Debat Tidak Masalah
Pakar Hukum dan Tata Negara itu lantas membandingkan kinerja KPU di era Orde Baru dan Reformasi.
Menurut Mahfud, kinerja KPU saat ini sudahlah bagus dibandingkan dengan zaman Orde Baru.
Di mana sebelum dibentuknya KPU, pemilu diselenggarakan oleh LBU, yakni Lembaga Pemilihan Umum.
Pada zaman Orde Baru, penyelenggaraan pemilu oleh LBU tidak bisa dibantah siapa pun.
"Menurut saya KPU di era Reformasi ini sudah bagus. Bandingkan di zaman Orde Baru dulu yang menyelenggarakan pemilu itu LPU, Kementerian Dalam Negeri yang tidak bisa dibantah melakukan apa pun, semua partai harus ikut," ujar Mahfud MD.
• Ganteng Mana, Mahfud MD atau Dahlan Iskan? Mahfud MD: Kegantengan Pak Dahlan 2 Persen di Atas Saya
Bahkan, kata Mahfud, LBU yang dipimpin oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bisa memprediksi hasil pemilu.
"LPU yang dipimpin Kemendagri itu bisa memprediksi hasil pemilu, jauh sebelum pemilu. Dan prediksinya itu tanpa survei dan benar," imbuhnya.
Mahfud pun mencontohkan pemilu yang ada di Bengkulu pada saat Orde Baru.
Di mana telah diprediksi perolehan suara setiap partai politik.
Dan ternyata hasil perolehan suara sama persis dengan prediksi sebelumnya.
• Capres-Cawapres Fiktif Nurhadi-Aldo Viral, KPU: Warna Baru untuk Segarkan Pemilu 2019
Bukan hanya itu, Mahfud juga menyebut bahwa di zaman Orde Baru hasil pemilu bisa diubah.
"Yang kedua, di zaman Orde Baru itu pemilu bisa diubah oleh penyelenggara hasilnya," katanya.
"Misalnya, Medan pada saat pemilu terakhir PDIP Suryadi hanya mendapat suara 10 padahal jumlah anggota komisi dan badan-badan kelengkapan di DPR ada 11. Pemerintah ribut. Tiba-tiba ada pengumuman dari Medan, di Sumatera Utara ada tambahan 1 kursi, di zaman sekarang nggak ada seperti itu," terang Mahfud.
Terlepas dari penyelenggaraan pemilu di zaman Orde Baru, kini KPU sudah bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Hal itu terlihat pada jumlah pelanggaran pemilu.
• Putri Amien Rais, Hanum Rais Sebut KPU sebagai Wasit Rasa Timses, Begini Peringatannya pada KPU
Pada zaman Orde Baru tak satu pun orang yang melanggar pemilu mendapat hukuman.
Sementara itu, di era Reformasi, ada banyak orang yang masuk penjara karena melanggar pemilu.
"Kalau kita catat di zaman orde baru itu, selama 32 tahun dan 7 kali pemilu tidak ada seorang pun yang melanggar pemilu itu dihukum."
"Tetapi zaman Reformasi ini ketika saya memimpin sidang di MK mengadili hasil pemilu, sebelum pemungutan suara itu sudah ada 160 lebih orang masuk penjara karena melanggar," jelasnya.
Jenis pelanggaran pun bermacam-macam, di antaranya pemalsuan dokumen, pembagian uang, dan lain sebagainya.
"Ada yang memalsu dokumen, ada yang ketangkap membagi uang, ada yang menteror pemilih," kata Mahfud.
• Kritisi Sosialisasi Visi Misi, Fahri Hamzah: Capres Tanpa Kemampuan Verbal Ngapain Jadi Presiden?
Kembali pada soal kritikan yang ditujukan untuk KPU, menurut Mahfud, KPU tidak perlu terpengaruh pihak lain dan terus saja menjalankan tugasnya.
"Kalau Anda terpengaruh oleh hal-hal seperti itu, Anda nanti malah tidak akan konsentrasi bahwa kritik itu pasti ada, sadarilah," ujarnya.
Mahfud menilai KPU selalu salah di mata paslon yang kalah.
"Pokoknya nggak ada benarnya KPU itu di mata yang kalah. Dan orang yang takut kalah itu selalu menyerang bukan malah memberi masukan yang bagus." ungkap Mahfud.
"Anda (KPU) harus bekerja secara konsisten dan lurus karena Anda tidak boleh berharap tidak dikritik, pasti dikritik," ujar Mahfud.
Video selengkapnya:
(TribunSolo.com/Rohmana Kurniandari)