Mahfud MD & Mantan Menkumham Hamid Awaluddin Bahas Filsafat Jawa 'Pengeran Ora Sare', Singgung OTT?
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD membahas soal filsafat 'Pengeran ora sare'.
Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNSOLO.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD membahas soal filsafat.
Hal itu disampaikan oleh Mahfud MD melalui kicauan Twitternya, Rabu (27/3/2019).
Dalam kicauan tersebut, Mahfud MD menceritakan percakapannya dengan Mantan Menkum HAM Hamid Awaluddin.
Hamid Awaluddin berujar kepada Mahfud MD menganai petuah falsafah Jawa bahwa Tuhan tidak tidur.
• Mahfud MD Klarifikasi Pernyataannya tentang Kasus Korupsi di Kemenag, Bukan di PTKIN
Meskipun Hamid Awaluddin bukanlah berasal dari Jawa, namun diterangkan oleh Mahfud MD bahwa Hamid Awaluddin mengerti tentang falsafah Jawa tersebut.
"Sahabat sy Prof. Hamid Awaluddin yg mantan Menkum-HAM dan dubes di Rusia tiba2 menelepon sy.
'Prof. Mahfud, saya bukan orang Jawa tapi paham falsafah Jawa bhw Pengeran ora sare. Sekarang itu terbukti lagi', kata Prof. Hamid," kicau Mahfud MD.
Kicauan tersebut mendapat tanggapan dari netizen yang bertanya apakah Mahfud MD dan Hamid Awaluddin membahas tentang Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Namun Mahfud MD mengaku hanya membicarakan mengenai filsafat hidup dengan Hamid Awaluddin.
Lebih lanjut, Mahfud MD menerangkan bahwa segala tindakan akan kembali kepada si pelaku.
Jika berbuat baik, akan mendapat kebaikan sebagai balasan.
Sebaliknya, jika berbuat buruk, akan dibalas pula dengan keburukan.
"Pembicaraan saya dgn Prof. Hamid Awaluddin?
Ya, soal filsafat hidup saja, bahwa, setiap perbuatan baik akan diimbali dgn kebaikan dan setiap perbuatan jelek akan dibalas dengan kejelekan?
Mengapa? Karena Tuhan itu tidak pernah tidur dan malaikat tidak pernah ngantuk," imbuh Mahfud MD.
-
Sebelumnya, Mahfud MD juga berbicara perihal karma.
Sebelum membahas mengenai karma, Mahfud MD terlebih dahulu membahas mengenai moral dalam hukum.
Menurut Mahfud MD, hukum tidak hanya dipahami sebagai peraturan formal.
Hukum harus dibangun dengan moralitas yang kuat.
• Bahas Kasus Romahurmuziy, Mahfud MD Sebut Tiga Ritual Pejabat yang Tertangkap OTT KPK
Jika dipandang sebatas peraturan formal, hukum akan mudah dibelokkan dengan berbagai tafsir.
Lebih lanjut, Mahfud MD menyebut moral dan etika menjadi landasan dalam berhukum.
"Hukum hrs dibangun dgn moralitas yg kuat.
Sebab jika hny dipahami sbg peraturan formal hukum itu mudah dibelokkan dgn berbagai tafsir.
Membuktikan tindak pidana scr hukum jg tdk selalu mudah krn selalu bs dicari dalih dan alibi yg formal.
Moral dan etiklah landasan dlm berhukum," kata Mahfud MD melalui kicauan Twitternya, Selasa (26/3/2019).
Mahfud MD juga memberikan arahan agar berlaku lurus dalam berhukum.
Ada dua arahan yang disebutkan oleh Mahfud MD.
Pertama, seseorang bisa saja lepas dari jeratan hukum formal.
Tapi seseorang tidak akan bisa lepas dari hukuman Tuhan.
Kedua, jika seseorang berlaku buruk kepada orang lain, keburukan tersebut akan kembali pada si pelaku.
"Inilah arahan agar berlaku lurus dlm berhukum:
1) Meski Anda bs melepaskan diri dari hukuman formal tp takkan bs lepas dari hkmn Tuhan;
2) Jika Anda berlaku buruk kpd org, pd saatnya Anda atau keluarga Anda akan mengalami perlakuan buruk oleh org.
Semua hanya soal waktu," kata Mahfud MD.
Perihal balasan dari Tuhan, dalam bahasa budaya Mahfud MD menyebutnya sebagai karma.
Istilah karma tersebut memiliki substansi yang sama dengan istilah hukuman Tuhan.
Hanya saja istilah hukuman Tuhan adalah bahasa Agama.
"Ada ajaran yg bs didalilkan, "Jika engkau berbuat aniaya kpd orang lain, engkau takkan mati sblm engkau mengalami derita penganiayaan yg setara".
Balasan dari Allah yg spt itu dlm bhs budaya disebut karma.
Jd substansinya sama, bedanya: yg satu bhs agama, yang satunya bhs budaya," kicau Mahfud MD.
(*)