Pilpres 2019
Yunarto Wijaya Sebut Nuansa Negatif 'Asal Bukan Jokowi' dan 'Asal Bukan Prabowo' Kencang Berhembus
Yunarto Wijaya menyebut kualitas Pemilu 2019 menurun dibanding Pemilu 2014. "ini pertandingan yang terlalu banyak kartu merahnya."
Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNSOLO.COM - Yunarto Wijaya menyebut kualitas Pemilu 2019 menurun dibanding Pemilu 2014.
Hal itu disampaikan oleh Yunarto Wijaya saat menjadi pembicara di Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (10/4/2019).
Pada kesempatan tersebut, ILC tayang dengan tema 'El Clasico Jokowi Vs Prabowo: Siapa Pemenangnya?'.
Dalam kesempatannya, Yunarto menyebut Pilpres 2019 adalah kompetisi bebuyutan dan menarik perhatian.
Namun ekspektasi dari kompetisi tersebut tidak terwujud.
• Karni Ilyas Sentil Said Didu soal Kekalahan Manchester City: Bisa Menangis Bombay Sahabat Saya
"Saya menyesalkan ekspektasi ini tidak terwujud, ini pertandingan yang terlalu banyak kartu merahnya," kata Yunarto membuka pembahasannya.
"Kalau kita analogikan dalam pertandingan bulutangkis, bukan siapa yang lebih bagus melakukan smash dan lob yang menang menang, tapi lawan mana yang paling banyak menyaringkan kok (shuttlecock) itu ke net."
Yunarto juga menyebut kompetisi Pemilu 2019 bernuansa negatif.
"Negatif sekali pertarungan di 2019."
"Ada beberapa fenomena, pertama memang harus diakui ini bukan sekedar pertarungan Jokowi melawan Prabowo."
"Ini pertarungan persepsi di kalangan pemilih kelompok asal bukan Jokowi melawan kelompok asal bukan Prabowo."
"Ada nuanasa masing-masing pendukung lebih mudah menterjemahkan kelemahan dari kandidat lawannya dibandingakan keunggulan dari kandidatnya."
Yunarto memberi contoh sebagaimana yang terjadi di media sosial usai debat Pilpres 2019.
Saat itu terjadi pertarungan antar netizen lewat tagar-tagar yang diunggah di media sosial.
"Contoh, bagaimana terjadi pertarungan yang seru setelah debat, pertarungan tagar selama tiga hari berturut-turut, pertarungannya terasa sangat negatif, tagar Jokowibohonglagi melawn tagar Prabowogagapunicorn."
"Ini contoh terjemahan nuansa negatif asal bukan Jokowi dan asal bukan Prabowo sangat terasa," kata Yunarto.
• Yunarto Wijaya Tantang Fadli Zon yang Mengkritik Metode Lembaga Survei Sudah Usang
Hal tersebut, menurut Yunarto juga menjadi penyebab sulitnya mengeksplorasi ide dan gagasan dari kedua kandidat yang bertarung.
Juga menjadi indikator turunnya kualitas Pemilu 2019.
"Ini yang menyebabkan bagaimana kita sulit mencerna pertarungan ide, program dan branding positif dari kedua calon dan lebih mudah buat kita menemukan pertarungan negatif bahkan sampai level black campaign."
"Ini yang menyebabkan kualitas pemilu turun."
Seharusnya pertarungan ini jauh memiliki kualitas karena tema pertarungan 2014 dan 2019 berubah."
"2014 walaupun orangnya sama, pemilihnya sama, dulu adalah pertarungan dua orang baru."
"Sehingga pertarungan 2014 adalah pertarungan dua personal branding."
"Sekarang berbeda, sekarang kita berbicara tema pemilu yang sangat sederhana, mengevaluasi kebijakan incumbent, ketika incumbent lebih banyak dipersepsikan postif dia akan terpilih."
"Kalau tidak dipersepsikan positif dia tidak akan terpilih."
"Artinya apa, harusnya pertarungan 2019 ini akan lebih kaya dalam perdebatan mengenai program, perdebatan mengenai tesis dan anti-tesis terkait program yang sudah ada."
"Dan kita akan memliki pertarungan yang lebih rasional, logikanya seperti itu."
• Usai Bertemu Jokowi dan Prabowo, Karni Ilyas Menjawab Prediksi Pemenang Pilpres, Siapa Pemenangnya?
"Tetapi yang terjadi, ada nuansa baru yang terasa jauh lebih keras, mau diistilahkan post-truth, pertarungan rasa, politik primordial, politik identitas, itu terjadi."
"Dan itu menggeser rasionalitas yang seharusnya meningkat."
Simak pernyataan Yunarto Wijaya selanjutnya di dalam video di bawah ini. Dimulai dari menit ke 5.50.
(*)