Pilpres 2019
Mahfud MD Ungkap Siapa yang Akan Jadi Pemenang Mutlak dalam Pilpres 2019, Begini Penjelasannya
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, memberi kepastian soal pemenang sebenarnya dalam kontestasi Pilpres 2019.
Penulis: Noorchasanah Anastasia Wulandari | Editor: Noorchasanah Anastasia Wulandari
TRIBUNSOLO.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menegaskan pemenang sebenarnya dalam Pilpres 2019 adalah yang memiliki suara terbanyak dari hasil hitung manual dari form C1.
Kemenangan tersebut, menurut Mahfud, berdasarkan verifikasi dan hasil hitung manual Komisi Pemilihan Umum (KPU) lewat form C1 yang sudah terkumpul.
Seluruh form C1 tersebut kemudian akan dihitung bersama-sama pada 22 Mei 2019 mendatang.
Waktu tersebut merupakan batas akhir penghitungan seluruh suara yang masuk.
• Kubu Prabowo-Sandi Sayangkan Kinerja KPU: Pemilu Itu Suara Rakyat Bukan Suara Aparat
Pernyataan Mahfud ini muncul setelah seorang warganet di Twitter membandingkan data hasil real count KPU lewat situng dan hasil verifikasi C1.
"Nah skr begini Prof,
misal saja hasil real count KPU yg pake Situng memenangkan salah satu calon.
Tapi ternyata pas 22 Mei setelah verifikasi C1 yg tercopy 6x itu,
mayoritas memenangkan calon yg lain, bisa gak tuh Prof?" tulis pengguna akun @wisanggenisena, Senin (22/4/2019).
• Jika Terpilih Jadi Anggota Legislatif, Ayu Azhari akan Sumbangkan Gaji Bulanan untuk Dapilnya
Mahfud pun menanggapi bahwa kemenangan mutlak berdasarkan form C1.
"Yang dimenangkan adalah verifikasi atau hasil hitung manual dgn form C1 yg berbentuk kertas dan dihitung bersama tgl 22 Mei itu," tulis Mahfud.
Sebelumnya Mahfud sempat mengkritik kinerja KPU yang dinilai lamban menginput data suara ke situs resmi yang bisa dipantau publik.
Namun pada Senin ini, berdasarkan pantauannya, ia menyebut ada kemajuan dari KPU.
• Mahfud MD Diingatkan Tak Terus-terusan Bahas Politik, Begini Responsnya
"Ada kemajuan di @KPU_ID sejak jam 22 td mlm.
Input data Pilpres lbh lancar.
3 hr sblm-nya tdk lancar krn semua data Pilpres, Pilleg (DPR/DPD/DDPRD) berebutan dimasukkan shg terjadi bottle neck, tersendat semua.
Betul KPU perioritaskan data Pilpres fulu agar tak dituduh macam2," tulisnya.
Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, juga turut mengkritisi kinerja KPU pada Pemilu 2019.
Melalui cuitannya, Minggu (21/4/2019), Mahfud kembali mengingatkan soal peringatannya terhadap KPU.
• Mahfud MD Kritik Kinerja KPU soal Profesionalitas: Saya Sudah Ingatkan, Sekarang Benar Terjadi
Pada Januari 2019 lalu, Mahfud sempat menyebut KPU akan mendapat serangan-serangan berbagai isu.
Mulai dari isu kecurangan, dianggap tidak profesional hingga dituding memihak satu calon tertentu.
Peringatan tersebut diakui Mahfud, ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam program Indonesia Lawyers Club di TVOne awal Januari 2019 lalu.
Ucapannya itu, menurut Mahfud, kini benar-benar terjadi.
Mahfud pun meminta agar KPU lebih menunjukkan sikap profesionalitasnya secara terang-terangan.
Sehingga serangan-serangan yang dilemparkan ke KPU segera menyusut.
• Apakah Mendeklarasikan Diri Sebagai Presiden Tindakan Melanggar Hukum? Ini Tanggapan Mahfud MD
Begini cuitan pertamanya:
"KPU HARUS LEBIH PROFESIONAL
Pd awal Januari 2019, sy sdh ingatkan, stl pencoblosan KPU akan diserang dgn berbagai isu:
kecurangan, unprofesional, memihak, diintervensi, dan sebagainya.
Waktu itu sy ingatkan, @KPU_ID hrs profesional.
Yg sy sampaikan di ILC itu skrng benar terjadi," tulisnya.
Selanjutnya, Mahfud juga menyebut kisruh serangan yang dilayangkan untuk KPU bisa terjadi lantaran KPU dianggap kurang antisipatif.
Terutama soal penanganan IT terkait input data.
Mahfud menyayangkan kinerja KPU yang baru bisa menginput sebanyak 5 persen data dalam waktu 3 hari.
• Mahfud MD: Kita Tak Harus Percaya Hasil Hitung Internal Kontestan Pilpres, Quick Count & Real Count
Ia pun membandingkan kinerja KPU dengan lembaga swasta yang sanggup menginput data sebanyak 50 persen.
"Kekisruhan yang skrang terjadi, antara lain,
disebabkan jg oleh kurang antisipatifnya KPU dlm penanganan IT sehingga terkesan kurang profesional.
Masak, salah input data sampai di 9 daerah?
Masak dlm 3 hari baru terinput 5%?
Penghitung swasta/perseorangan sj sdh lbh di atas 50%," tulisnya.
(*)