Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Pilpres 2019

Cuitannya Viral di Twitter, Gus Nadir: Sebelum Ada Survei dan Quick Count, Dukun Laris saat Pemilu

Menanggapi pro dan kontra quick count Pilpres 2019, Nadirsyah Hosen mengungkit fenomena dukun laris saat Pemilu 2019. Kini situasinya jauh berbeda.

Penulis: Hanang Yuwono | Editor: Hanang Yuwono
kolase Tribunnews.com
Nadirsyah Hosen 

TRIBUNSOLO.COM - Peneliti sekaligus penulis buku Nadirsyah Hosen atau yang karib disapa Gus Nadir membuat cuitan seputar polemik quick count Pemilu 2019.

Cuitan tersebut ia bagikan di akun Twitter pada Senin (22/4/2019).

Soal quick count atau hitung cepat memang sempat membuat polemik.

Ada yang pro dan kontra terhadap quick count ini.

Usai Buka-bukaan soal Data Quick Count, Yunarto Wijaya: BPN Kapan Buka?

Berawal ketika capres Prabowo Subianto menyebut lembaga survei yang mengeluarkan hitung cepat dengan keunggulan sementara Jokowi, berbohong.

Prabowo juga berseloroh meminta lembaga-lembaga itu pindah ke Antartika saat acara Syukur Kemenangan Indonesia di kediaman pribadinya di Jakarta Selatan, Jumat (19/4/2019).

Statemen Prabowo berujung pada Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) bersama delapan anggotanya menggelar konfrensi pers Expose Data Hasil Quick Count Pemilu 2019 di Kebon Sirih, Jakarta, Sabtu (20/4/2019).

Mereka buka-bukaan menyampaikan metodologi yang digunakan dalam melaksanakan hitung cepat.

Saiful Mujani Buka Hasil Quick Count Sejak 2009, Selisihnya di Bawah 1 Persen dari Real Count KPU

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin, memiliki pandangan tersendiri terkait quick count.

Ia mengatakan banyak kasus yang menunjukkan hitung cepat hanya menyebabkan masalah.

Yakni saat Pilpres 2014, Pilgub DKI Jakarta, dan Pilgub Jawa Barat pada 2017.

Din mengatakan quick count berpotensi menimbulkan kemudharatan dan kemaksiatan.

Lantaran warga yang setelah mengetahui quick count langsung merayakan kemenangan, meskipun belum ada hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Menanggapi berbagai pro dan kontra seputar quick count ini, Gus Nadir pun menyampaikan pendapatnya.

Menurut dia, sebelum ada survei dan quick count, dukun khusus Pemilu 2019 begitu laris.

Tapi semenjak ada survei dan quick count yang berpedoman ilmu pengetahuan, dukun-dukun kini sepi karena masyarakat mulai berpegang pada hasil quick count dan survei.

"Dulu sebelum ada survei dan quick count, pas pemilu dukun pada laris. Syukurlah skr ilmu pengetahuan tampil dan dukun politik tersisih," tulisnya lewat akun terverifikasi @na_dirs.

Ia pun menyoroti permintaan beberapa tokoh yang meminta quick count ditiadakan.

Situasi itu kata Gus Nadir bisa dikatakan gawat.

"Kalau ada ulama atau pakar yg minta QC ditiadakan, tanpa sadar itu mengajak kita utk anti ilmu pengetahuan, dan lebih percaya klenik. Gawat," tutupnya.

Cuitan Nadirsyah Hosen itu usai diunggah kemudian viral dan mendapat berbagai tanggapan.

Bahkan angka retweet sudah mencapai hampir dua ribuan ketika berita ini diturunkan TribunSolo.com.

BPN Berpegang pada Real Count Internal Bukan Lembaga Survei

Diberitakan Kompas.com, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade menuturkan jika real count Pemilihan Presiden 2019 yang dilakukan BPN dipusatkan di Kantor DPP Gerindra, Jakarta.

Hal itu sebagai respons Andre menanggapi tantangan dari Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) dan Tim Kemenangan Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang meminta BPN terbuka soal proses perhitungan internal yang dilakukan.

Kata Andre, saat ini BPN masih mengumpulkan formulir C1 di seluruh Indonesia.

"C1 kami dikumpulkan dari seluruh Indonesia di DPP partai Gerindra. Kita yang kerja banyaklah," kata Andre, dikutip TribunSolo.com dari Kompas.com.

Namun, Andre mengaku tak tahu pasti berapa banyak yang terlibat dalam proses penghitungan di internal BPN.

Berdasarkan hitungan real count BPN, pasangan Prabowo-Sandiaga unggul dibandingkan Jokowi-Ma'ruf. Hasil ini berbeda dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga yang menunjukkan sebaliknya.

BPN menuding hasil hitung cepat lembaga survei tak bisa dijadikan pegangan dan tidak independen.

Sebelumnya, Pakar Statistika Intitut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Asep Saefuddin menyatakan yakin pengelola lembaga survei yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki integritas tinggi dan bekerja secara profesional.

Asep mengatakan, sebanyak delapan lembaga survei yang melakukan hitung cepat atau "quick count" pada Pemilu 2019 melakukan kerjanya berdasarkan metodologi ilmiah.

Akan tetapi, dituding melakukan rekayasa.

Menurut Asep, hitung cepat dilakukan berbasis ilmu pengetahuan dengan metodologi ilmiah.

Hal inilah yang membuat lembaga-lembaga survei tersebut berani untuk "buka-bukaan" dan siap dibedah seputar pemetaan sampel, pemilihan sampel, metologi, serta mekanisme penghitungannya. (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved