Update Sidang MK Terbaru
Mahfud MD Beberkan Hukuman Bagi Pelaku Kecurangan Pemilu: Banyak yang Kena, Saya Punya Daftarnya
Mahfud MD, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) angkat bicara soal hukuman bagi pelaku kecurangan pemilu.
Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNSOLO.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD angkat bicara soal hukuman bagi pelaku kecurangan pemilu.
Hal itu disampaikan oleh Mahfud MD ketika wawancara bersama Tv One, Kamis (20/6/2019) malam.
Awalnya, Mahfud MD menyinggung soal pembuktian secara kuantitatif dan kualitatif yang diajukan dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di MK.
Menurutnya dua jenis pembuktian tersebut bisa dijadikan dasar hakim MK untuk membuat keputusan akhir mengenai sengketa.
• Mahfud MD Sebut Gugatan Prabowo Tak Terbukti, Sarankan TKN Tak Perlu Ajukan Saksi
Namun dalam sidang sengketa Pilpres 2019 kali ini, Mahfud menilai bahwa pembuktian kuantitatif dan kualitatif tidak terbukti di persidangan.
"Kalau menurut saya dua-duanya bisa, pertama secara kuantitatif tidak terbukti sehingga kemungkinan ditolak," kata Mahfud MD.
"Secara kualitatif juga diadu, kemungkinan besar juga tidak terbukti."
"Tinggal status Pak Ma'ruf, tinggal diperdebatkan saja, apa pedomannya pada Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah."
"MK bisa membuat tafsirnya sendiri, cuma tafsir MK terhadap sebuah Undang-Undang itu harus melalui Judicial Review, bukan kasus konkrit seperti ini," imbuhnya.
Mahfud MD kemudian menjelaskan mengenai penyelesaian sengketa pemilu bilamana terjadi kecurangan.
Menurut Mahfud MD, sebuah kecurangan harus bisa dibuktikan secara signifikan.
Misalnya, jika seseorang kalah 1 juta suara, maka ia harus bisa membuktikan kecurangan suara sebanyak satu juta atau lebih.
Jika kurang dari satu juta, maka hasil pemilu tidak bisa diubah.
"Kalau Anda kalah satu juta lalu bisa membuktikan kecurangan 10 ribu, tetap menang yang satu juta itu."
"Memang harus begitu hukumnya, karena kalau tidak signifikan lalu membatalkan keseluruhan hasil pemilu itu tidak adil."
"Apalagi kalau dibatalkan, diulang lalu orang yang merasa kalah mencurangi diri sendiri, nanti kalau kalah menggugat lagi, oleh sebab itu kalau tidak signifikan ya sudah langsung diputus," kata Mahfud MD.
• Mahfud MD Tanggapi Kesaksian Said Didu soal Status Maruf Amin di BUMN: Kita Jangan Mendahului
Selanjutnya, perihal pelaku kecurangan, Mahfud MD menyebut ada mekanisme hukum yang akan menindak para pelaku kecurangan.
Mereka akan dihukum sesuai peraturan yang berlaku.
"Apakah yang curang itu tidak dihukum? Itu orang yang keliru," kata Mahfud MD.
"Seperti yang sekarang ini banyak orang di dalam penjara karena melakukan kecurangan pemilu."
"Cuma tidak disiarkan di TV, saya punya daftarnya orang yang sekarang ada di penjara karena curang secara pidana itu."
"Jadi ada hukumannya semua, ada hukum pidana, hukum administrasi negara, ada KASN disiplin pegawai."
"Banyak yang kena, ada lurah dipecat, ada lurah yang sekarang dipenjara, dipenjara karena kampanye berbohong mau ngasih hadiah umroh."
"Kecurangan-kecurangan seperti itu tetap dihukum, cuma tidak mengubah urutan hasil suara," pungkasnya.
Simak keterangan Mahfud MD secara lengkap di bawah ini.
Tanggapan Mahfud MD soal kesaksian Said Didu perihal status Ma'ruf Amin
Mahfud MD juga angkat bicara soal kesaksian Said Didu di sidang sengketa Pilpres 2019 di MK.
Diketahui sebelumnya, ketua tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto, meminta MK mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Bambang menilai terdapat cacat formil persyaratan Ma'ruf Amin saat mendaftar sebagai bakal calon wakil presiden.
Ia menyebut Ma'ruf Amin belum mengundurkan diri dari jabatannya di BUMN.
• 3 Tanggapan Mahfud MD Terkait Kesaksian Hairul Anas dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK
Bambang mengatakan, profil Ma'ruf Amin saat ini masih tercantum di dalam situs resmi sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah di dua bank BUMN, yakni Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah.
Terkait hal itu, Said Didu yang pernah menjabat sebagai pegawai BUMN menjelaskan pandangannya terkait status Ma'ruf Amin.
Said Didu selaku saksi dari tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menuturkan bahwa dewan pengawas anak perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) dapat dikategorikan sebagai pejabat BUMN.
Menanggapi hal itu, Mahfud MD menyebut status Ma'ruf Amin akan diputuskan dalam sidang.
Sebaiknya, kalau menurut Mahfud MD, status Ma'ruf Amin juga dijawab oleh tim hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Sekarang tinggal masalah status Kyai Maruf Amin, yang lain itu sebenarnya kalau mau tegas-tegasan secara hukum sudah bisa diputus," kata Mahfud MD saat wawancara bersama Tv One, Kamis (20/6/2019).
"Tapi ini kan kita ikut prosedur, agak tepo seliro sedikit lah."
"Paslon nomor 01 tak perlu menjawab apapun."
"Karena tidak ada yang perlu dijawab dari kesaksian yang disampaikan oleh pemohon."
"Tapi mungkin kalau perlu soal Pak Ma'ruf Amin itu dijawab," ungkapnya.
Mahfud MD menyebut, pihaknya pada 2006 silam sudah pernah mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Agung (MA) soal anak perusahaan BUMN.
Namun JR tersebut dalam konteks holdingisasi, bukan soal status kepegawaian BUMN.
• Mahfud MD: MK Bisa Ubah Hasil Pemilu Jika Kecurangan TSM Terbukti
"Pada tahun 2006 akhir saya ajukan Judicial Review ke MA tentang Peraturan Pemerintah nomor 72, pada waktu itu konteksnya holdingisasi," kata Mahfud MD.
"Ada sebuah perusahaan negara yang besar, PT Gas Nasional (PGN) itu mau di-holding ke Pertamina."
"Dia merasa lebih besar asetnya dari pertamina gitu sehingga kalau kami diholding jadi anak perusahaan gimana gitu."
"Mereka minta agar dipisah."
"Tapi MA menolak permohonan itu, MA tidak pernah memvonis sebenarnya bahwa anak perusahaan BUMN itu satu dengan BUMN-nya."
"Oleh sebab itu memang harus di-clear-kan saja di persidangan besok, yang lain-lain kalau dijawab malah mungkin mengaburkan soal lagi."
"Yang lain-lain sudah dijelaskan, sudah selesai, tidak kabur, tidak ada kecurangan, dan tidak ada kesalahan kuantitatif."
Lebih lanjut terkait status Ma'ruf Amin, Mahfud MD tidak mau mendahului keputusan sidang.
"Kita jangan mendahului karena dasar hukumnya beda-beda."
"Apakah Anda mau menggunakan wewenang MK hanya bisa menafsirkan Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar."
"Ataukah MK mau ikut putusan MA yang sebenarnya hanya menafsirkan Peraturan Pemerintah."
"Jadi itu perdebatannya, kita serahkan akan berjalan seperti apa (sidang MK)," pungkasnya.
Simak video keterangan Mahfud MD selengkapnya di bawah ini.
(*)