Sistem Zonasi PPDB 2019
4 Cerita Sedih dari Sistem Zonasi PPDB 2019, Siswa Satu Sekolah Tak Diterima, Murid Bakar Piagam
4 Cerita Sedih dari Sistem Zonasi PPDB 2019, Siswa Satu Sekolah Tak Diterima, Murid Bakar Piagam
Penerapan sistem zonadi pada PPDB 2019 memunculkan sejumlah kontroversi, mulai anak frustrasi hingga kemudian membakar ijazah, sampai seluruh siswa di sebuah sekolah tak bisa masuk ke SMP Negeri
TRIBUNSOLO.COM - Penerapan sistem zonasi pada penerimaan siswa di tahun ajaran 2019/2020, menimbulkan sejumlah kontroversi.
Takl jarang, muncul cerita sedih soal sulitnya mencari sekolah dari berbagai daerah.
Berikut 4 cerita tersebut :
1. Satu Sekolah Tak Diterima
Seluruh murid di sebuah SD di Indramayu tidak diterima di SMP mana pun pada pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019.
• Gagal Masuk Sekolah Favorit Gara-gara Sistem Zonasi PPDB, Siswa Pekalongan Ini Bakar Belasan Piagam
Kepala Seksi Kurikulum dan Peserta Didik Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, Pendi Susanto, kepada Tribuncirebon.com saat ditemui di ruangannya, Kamis (27/6/2019), menyebutkan, sekolah tersebut adalah SDN 1 Sukasari.
Lokasinya ada di daerah perbatasan antara Kecamatan Arahan dan Kecamatan Lohbener.
"SD ini sebenarnya lebih dekat ke SMPN 1 Lohbener tapi posisinya di Kecamatan Arahan, ketika mau mendaftar ke SMP terdekat di Kecamatan Arahan yang masuk zona tapi tidak diterima karena jauh," ujar dia.
Alhasil, lanjut Pendi Susanto, sebanyak 28 murid dari satu sekolah itu tidak diterima di SMP mana pun.
"Ke SMPN 1 Arahan terlalu jauh jadi tidak diterima, ke SMPN 1 Lohbener ini sudah melewati batas wilayah jadi tidak diterima juga," ucap dia.
Bahkan, orangtua murid sempat mengajukan protes ke Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu karena tidak diterimanya anak mereka di SMP mana pun.
Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, kata Pendi Susanto, kemudian mencari solusi.
Disdik akhirnya memberlakukan penambahan rombongan belajar (rombel) di SMPN 1 Lohbener.
Padahal, kuota PPDB di SMPN 1 Lohbener itu sudah terpenuhi.
2. Murid Bakar Ijazah
Kecewa karena tidak diterima di SMP negeri impiannya, Y (12) siswa berprestasi sebuah SD negeri di Pekalongan membakar belasan piagam penghargaan pada Minggu (23/06/2019) lalu.
Aksi ini sempat viral di sosial media.
Y putra pasangan Sugeng Witoto (50) dan Sukoharti (45).
Ayah Y, Sugeng Witoto membenarkan aksi nekat anak ketiganya itu karena kecewa tidak diterima di sekolah favoritnya.
Y merasa piagam-piagam tersebut tidak berlaku lagi dengan kondisi saat ini.
Piagam-piagam tersebut merupakan berbagai kejuaraan seni dan agama yang diikuti dan beberapa menyabet juara satu tingkat Kabupaten Pekalongan.
Dia menjelaskan, ada sekitar 15 piagam penghargaan yang dibakar.
Berbagai kejuaran yang diikuti dan berhasil menyabet juara satu diantaranya seperti menulis halus, cerita islami, tilawah, adzan, nyanyi solo, nyanyi grup, dokter kecil.
"Anak saya juga selalu masuk dan memiliki ranking di kelasnya. Mungkin berpikiran piagam-piagam tidak membantu dirinya masuk ke SMP Negeri 1 Kajen (sekolah yang diinginkan), jadi akhirnya dibakar," kata Sugeng saat ditemui di kediamannya, Rabu (26/6/2019), seperti ditulis Tribun Jateng.
Menurut Sugeng, anaknya mendaftar ke SMPN 1 Kajen dengan menggunakan sistem zonasi, karena wilayah rumahnya berjarak 2000 meter dari sekolahan yang didaftar.
3. Keponakan Mendikbud Tak Bisa Masuk Sekolah Negeri
Keluarga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia turut menjadi 'korban' sistem pembagian zona ini.

Gadis kembar keponakan Muhadjir Effendy, Al Uyuna Galuh Cintania dan Al Uyuna Galuh Cantika, gagal masuk ke sekolah negeri yang dituju, yaitu SMA Negeri di Sidoarjo.
Kedua gadis kembar tersebut adalah putri dari adik Mendikbud, Anwar Hudijono.
"Betul kedua anak saya tidak masuk. Bagaimana lagi, ini konsekwensi sistem zonasi, padahal keduanya itu keponakan kesayangan kakak saya," kata Anwar dihubungi melalui telepon, Jumat (21/6/2019) siang.
Kedua putrinya kalah bertarung dalam kuota sistem zonasi wilayah maupun kuota prestasi non akademik.
Padahal, saat mendaftar di jalur nonakademik, salah satu putrinya berbekal medali emas Kejurnas Pencak Silat dan medali perak lomba film indie.
"Jarak sekolah SMA Negeri 1 Sidoarjo terdekat dari rumah saya 2,5 kilometer. Sementara sekolah negeri pilihan kedua yakni SMA Negeri 2 Sidoarjo, 2,6 kilometer," jelasnya.
Dia mengaku pasrah meski kedua putrinya tidak masuk sekolah SMA negeri, meskipun kedua putrinya adalah keponakan Mendikbud.
4. Orang Tua Terpaksa Menginap di Sekolah
Sejumlah orangtua di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, rela mengantre dan bermalam di halaman sekolah pada satu hari sebelum pembukaan PPDB, Rabu (12/6/2019) malam.
Bahkan sejumlah foto antrean sejak pukul 16.00, masih terjadi hingga malam ini pukul 21.45 WIB di halaman sekolah juga menjadi viral di media sosial (medsos).

Mereka tampak berjubel duduk di kursi sembari membawa berkas pendaftaran untuk anaknya yang dimulai esok pagi pukul 07.30 WIB.
Menurut Kasi Kesiswaan Bidang SMP Disdik Solo, Tarno, sistem zonasi tahun ini akan berbeda dengan penerapan tahun sebelumnya.
"Acuan pada tahun ini yakni dengan mengukur jarak antara sekolah dengan tempat tinggal menggunakan titik koordinat RT," katanya, Senin (13/5/2019) siang.
"Jadi koordinat tempat tinggal RT dengan jarak sekolahnya nanti sebagai ranking jaraknya," katanya.
"Sedangkan tahun lalu pembagian zonasinya masih menggunakan nilai," katanya.
Jika jarak tempat tinggal sama, yang diprioritaskan yang mendaftar lebih awal.
Kabar itulah, yang akhirnya membuat para orangtua panik dan rela bernalam di sekolah. (*)