Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

ICW: Putusan MA Bebaskan Syafruddin dalam Kasus BLBI adalah Dagelan Hukum

Keputusan MA melepaskan Syafruddin Arsyad Tumenggung dalam kasus BLBI dinilai sebagai 'dagelan hukum'.

Editor: Fachri Sakti Nugroho
Daily Mail
Ilustrasi 

Dari data yang ditemukan diketahui bahwa rapat terbatas tersebut tidak membuahkan sebuah kesimpulan, atau dapat dikatakan Presiden sama sekali belum memberikan persetujuan atas usul penghapusan utang itu.

Namun terjadi hal yang diluar dugaan, dua bulan pasca rapat kabinet itu tiba-tiba BPPN menerbitkan Surat Keterangan Lunas pada Nursalim.

Kebijakan ini yang mengakibatkan Nursalim seakan terbebas dari kewajiban hukumnya, yakni melunasi utang BLBI pada negara. 

Pada tahun 2007 aset Nursalim yang telah dijaminkan kepada negara dilelang oleh Kementerian Keuangan.

Benar saja, dua audit yang menghasilkan kesimpulan misrepresentasi atas aset Nursalim terbukti, aset yang sedari awal diklaim Nursalim bernilai Rp 4,8 trilyun ternyata hanya laku Rp 220 milyar.

Atas dasar selisih nilai aset itulah kemudian kerugian negara yang timbul atas kasus ini sebesar Rp 4,58 triliun.

Langkah KPK yang menggiring praktik rasuah ini ke ranah pidana sudah tepat.

Ini dikarenakan adanya mens rea dari Nursalim ketika menjaminkan aset yang seolah-olah bernilai sesuai dengan perjanjian Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA) akan tetapi di kemudian hari ternyata ditemukan bermasalah.

Janji Agus Rahardjo Sebelum Jabatannya Berakhir di KPK: Kasus BLBI dan e-KTP Segera Selesai

Logika pihak-pihak yang selalu menggiring isu ini ke hukum perdata dapat dibenarkan jika selama masa pemenuhan kewajiban dalam perjanjian MSAA pihak yang memiliki utang tidak mampu untuk melunasinya, bukan justru mengelabui pemerintah dengan jaminan yang tidak sebanding.

Lagipun telah ada tiga putusan pengadilan yang membenarkan langkah KPK.

Mulai dari praperadilan, pengadilan tingkat pertama, dan pada fase banding, ketiganya menyatakan bahwa langkah KPK yang menyimpulkan bahwa perkara yang melibatkan Syafruddin Arsyad Tumenggung, murni pada rumpun hukum pidana telah benar.

Jadi tidak ada landasan hukum apapun yang membenarkan bahwa perkara ini berada dalam hukum perdata ataupun administrasi.

Perlu ditegaskan, banyak pihak yang seakan menganggap putusan MA kali ini dapat menggugurkan penyidikan KPK atas dua tersangka lain, yakni Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.

Tentu pendapat ini keliru, karena pada dasarnya Pasal 40 UU KPK telah menegaskan bahwa KPK tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Jadi, KPK dapat tetap melanjutkan penyidikan dan bahkan melimpahkan perkara Nursalim ke persidangan.

Atas narasi di atas maka Indonesia Corruption Watch (ICW) menuntut agar:

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved