Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Perjalanan Kasus Baiq Nuril: Dari Tahun 2012, Pendapat Hukum Mahfud MD hingga Debat soal Amnesti

Kasus Baiq Nuril masih menjadi pembahasan hangat di ruang publik. Ini pendapat Mahfud MD hingga peluang amnesty.

Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Fachri Sakti Nugroho
Kolase TribunSolo.com
Mahfud MD dan Baiq Nuril 

TRIBUNSOLO.COM - Kasus Baiq Nuril masih menjadi pembahasan hangat di ruang publik.

Terlebih kasus Baiq Nuril ini menggelinding dalam waktu yang hampir bersamaan dengan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ( RUU PKS) yang tak kunjung disahkan oleh DPR RI.

Terlepas dari itu, ada baiknya kita mengingat kembali bagaimana kasus Baiq Nuril berjalan.

Dimulai tahun 2012

Kasus Nuril bermula saat ia menerima telepon dari Kepsek berinisial M pada 2012.

Baiq Nuril Berangkat ke Jakarta untuk Ajukan Amnesti kepada Presiden Jokowi

Dalam perbincangan itu, Kepsek M bercerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Baiq.

Karena merasa dilecehkan, Nuril pun merekam perbincangan tersebut.

Pada tahun 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram.

Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.

Kepsek M menyebut, aksi Nuril membuat malu keluarganya.

Nuril pun menjalani proses hukum hingga persidangan. Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat memvonis bebas Nuril. Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi.

Mahkamah Agung kemudian memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.

Nuril kemudian mengajukan PK.

Dalam sidang PK, MA memutuskan menolak permohonan PK Nuril dan memutus Nuril harus dieksekusi sesuai dengan vonis sebelumnya.

Tanggapan Mahfud MD

Pada bulan November tahun lalu, di Indonesia Lawyer Club (ILC), Mahfud MD pernah angkat bicara terkait kasus hukum yang menjerat Baiq Nuril.

Menurut Mahfud MD, hukum sudah berjalan sesuai mekanisme yang ada.

Namun tidak ada sisi keadilan dalam putusannya.

Mahfud mengistilahkan hal tersebut dengan 'hilangnya sukma hukum'.

Mengenang Sosok Sutopo, Mahfud MD Melihat Sorot Mata yang Berbinar-binar dan Jauh dari Kecemasan

"Ada penegakan hukum formal dan sudah berpedoman pada aturan."

"Tapi di situ tidak ada keadilan."

"Sukma hukumnya itu hilang, sehingga hukum di sini terpisah dari keadilannya," kata Mahfud dalam acara ILC Tv One, Selasa (20/11/2018).

Selanjutnya, Mahfud mendukung upaya hukum yang ditempuh oleh Baiq Nuril dalam memperjuangkan keadilannya.

"Teorinya itu kan keadilan dan hukum selalu bersinergi."

"Dalam Islam itu beda antara hukum dan keadilan."

"Milsanya di dalam Quran surat An-Nisa ayat 59, disebutkan 'kalau engkau menghukumi, mengadili atau bertahkim (berunding) di antara sesama manusia hendaknya engkau berhukum dengan adil."

"itu artinya apa, ada hukum yang benar secara formal tapi tidak adil secara subsatansial," kata Mahfud.

"Itulah yang menurut saya terjadi pada Ibu Baiq."

"Sehingga semua upaya hukum itu harus kita dukung untuk dilakukan agar Ibu Baiq Nuril ini bisa mendapat keadilan," imbuhnya.

Amnesti

Setelah PK ditolak MA, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyusun pendapat hukum bersama sejumlah pakar hukum untuk memperkuat argumentasi amnesti yang akan diberikan Jokowi kepada Baiq Nuril.

Menurut Yasonna Laoly, ada perdebatan dalam pembahasan pendapat hukum untuk amnesti Baiq Nuril.

Yasonna menyebut, ada beberapa ahli hukum yang dilibatkan dalam tim penyusun pendapat hukum yang berpendapat bahwa amnesti tidak tepat diberikan kepada Baiq Nuril.

"Pendapat memang bermacam-macam, tetapi yang kemarin tim hasil rapat itu kemarin ada pandangan memang amnesti itu kurang pas," kata Yasonna di Bekasi, Rabu (10/7/2019).

Mahfud MD: Insya Allah Indonesia akan Baik-baik Saja karena Masih Banyak Kiai yang Hidup di Desa

Yasonna menuturkan, perdebatan muncul karena selama ini amnesti diberikan kepada orang-orang atau kelompok yang terjerat kasus politik.

Sedangkan, kata Yasonna, kasus yang dialami Nuril tak ada sangkut pautnya dengan urusan politik.

Di sisi lain, Yasonna menilai ada desakan supaya Nuril diberikan amnesti karena Nuril dianggap merupakan korban pelecehan seksual yang justru dipidana karena melaporkan hal yang dialaminya.

Menurut Yasonna, bila Nuril tak diberikan amnesti, para korban pelecehan seksual dikhawatitkan tidak berani melapor karena takut diperkarakan selayaknya Nuril.

"Ini yang kita pikirkan sekarang, saya masih belum menyerahkan, ini masih saya tunggu dalam waktu dekat untuk memberikan masukan-masukan lagi," ujar Yasonna.

Sebelumnya, Yasonna menyebut pembahasan amnesti Baiq Nuril sudah mencapai 70 persen.

Yasonna mengatakan, pihaknya masih menerima masukan dari para ahli hukum terkait wacana amnesti.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved