Menilik Lika-liku Perpustakaan 'Gerobak Buku' di Bawah Gunung Merbabu yang Jadi Penjaga Literasi
Warga Dukuh Gilingan Lor, Desa Urut Sewu membuat perpustakaan keliling dengan gerobak bekas HIK yang bertahan hingga kini demi menjaga literasi.
Penulis: Asep Abdullah Rowi | Editor: Asep Abdullah Rowi
Tanpa ragu Ulul dan Astrid pun tampak memilah-milah buku yang dia suka.
"Saya yang ini, suka bacaan dongeng mas," ujar Ulul ditimpali Astrid sembari menunjukkan buku yang dipegangnya kepada Mas Tri.
Dua anak itu di antara puluhan anak lain yang selama ini menjadi 'pembaca setia' perpustakaan keliling yang dioperasikan langsung oleh anggota Karang Taruna PUBG (Pemuda Ubet Upaya Gawe) secara bergantian.
Tanpa pikir panjang, Ulul dan Astrid pun lantas berhasil membawa pulang buku dongeng anak-anak yang digemarinya dengan gratis.
"Biasanya satu buku yang saya pinjam habis dibaca dalam sehari, tetapi saat tidak ada pekerjaan rumah (PR)," aku Ulul.
Itulah salah satu pemandangan yang terlihat di lingkungan Dukuh Gilingan Lor yang berada di pinggiran Kabupaten Boyolali atau berjarak belasan kilometer dengan puncak Merbabu.
Meskipun berada jauh dari perkotaan yakni 14 km ke pusat Kabupaten Boyolali atau 45 km ke Kota Solo, Dukuh Gilingan Lor seakan menjelma menjadi lingkungan pedesaan yang sadar dengan budaya literasi.
Buktinya menjadi satu-satunya dukuh atau rukun tetangga (RT) di Desa Urut Sewu yang memiliki perpustakaan, sehingga menjadi wadah dan fasilitas bagi warga untuk mengembangkan minat baca.
Bahkan diklaim menjadi satu-satunya di Kecamatan Ampel yang memiliki cara unik membantu membumikan budaya literasi di kalangan keluarga dan warga pada umumnya.
Kembali menurut Mas Tri yang juga mantan guru SMA Regina Pacis Solo itu, dirinya tergerak menciptakan sesuatu yang berbeda di desanya untuk kehidupan yang berkelanjutan.
"Buku ini kan jendela dunia, makanya kami membantu membukakan jendela bagi anak-anak penerus bangsa," harap dia.
Apalagi sebagai salah satu lulusan Sarjana (S1) di desanya, pria yang murah senyum itu ingin agar anak-anak di desanya yang berjumlah puluhan orang tidak lupa dengan buku sebagai jendela dunia.
Untuk itu minat baca dan budaya literasi benar-benar menjadi budaya yang ditanamkan sejak dini.
"Belum lagi saat ini anak-anak bisa terbius bermain ponsel," aku dia.
"Paling tidak Sabtu dan Minggu saat full di rumah, kami kampanyekan membaca buku yang paling dia suka, baik itu dongeng, pengetahuan dan sebagainya," jelasnya membeberkan.