Kegigihan Anak di Solo
Kisah Jipi Bocah 10 Tahun Penjual Rujak Lotis di Solo, Gigih Berjualan Demi Bantu Keuangan Keluarga
Kisah Jipi Ardiansyah yang membantu orangtuanya berjualan rujak lotis viral di media sosial.
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Noorchasanah Anastasia Wulandari
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kisah bocah berperawakan gempal bernama Jipi Ardiansyah (10) yang gigih membantu ibunya, Nunuk Kustinah (52) berjualan lotis di daerah Coyudan, Solo menyentuh hati.
Jipi, sapaan akrabnya, mulai membantu berjualan sejak kelas II SD di SD Negeri Kartopuran.
Anak kelahiran 19 Maret 2009 ini kini tinggal bersama kedua orangtuanya, Nunuk Kustinah dan Suyatno (64) di RT 03 RW 03, Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan, Solo, Jawa Tengah sejak tahun 2011.
Rumah kedua orangtuanya yang ukuran 2,5 meter x 2,5 meter itu, tampak sederhana dan beralaskan beton.
Bahkan seluruh dinding rumahnya, hanya berupa triplek dan beratapkan seng.
Nunuk Kustinah mengatakan, Jipi mulai membantunya berjualan semenjak kakak perempuan keduanya pergi mengadu nasib menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Malaysia.
"Karena kakaknya pergi ke Malaysia cari nasib di sana (diyakini) bisa merubah nasib," tutur wanita yang akrab disapa nunuk itu.
"(Di samping itu) Jipi baru liburan panjang, daripada di rumah main terus ayo ikut ibu bantu berjualan," tambahnya.
• Miris, Hidup Sebatangkara dan Kekurangan, Nenek 85 Tahun Asal Magetan Ini Baru Mengurus KTP
Nunuk menambahkan, Jipi lama kelamaan senang membantunya berjualan.
"Mungkin karena mbaknya Matahari, Jipi lama kelamaan senang membantu ibu berjualan," seloroh Nunuk.
"Ya, Alhamdulillah-nya laku banyak sampai sekarang," imbuhnya.
Jipi, lanjut Nunuk, biasanya membantu berjualan pada hari Sabtu-Minggu.
"Jipi (membantu) jualan cuma kalau ada sisa jualan dari ibu, kalau tidak ada sisa ya ndak jualan," tutur Nunuk.
"Jadi, ibu dulu keliling pukul12, ya pukul 11 sak selesainya, terus pukul 1 ke pohon beringin (di sisi timur Matahari Singosaren) nunggu nasib, mbak mbak matahari ada yang beli," imbuhnya.
Jipi Ardiansyah mengungkapkan ia baru membantu ibunya berjualan seusai pulang sekolah sekira pukul 14.00 WIB.
"Iya biasanya di Matahari, Queen, dan Trans, kadang juga di Toko Mas Mahkota dan gereja dekat Bank Mayapada Coyudan," tutur pemuda yang akrab disapa Jipi itu.
"(Pulangnya) sehabisnya, biasanya jam tiga sudah habis semua, kalau sisa biasanya dua atau tiga," imbuhnya.
• Konyol, Ternyata Ini Alasannya, Mengapa Ayam Goreng Tepung Dipaketkan dengan Minuman Soda
Awalnya, Jipi berjualan hanya berjualan di kawasan Matahari Singosaren Solo.
"Sekarang banyak saingan, terus jalan kaki sampai ke Coyudan," tutur Nunuk.
Nunuk dan Jipi tiap harinya harus menjual sekira 100 bungkus lotis yang tiap porsinya dijual Rp 5.000,-.
"Dulu sama kakak perempuannya bisa sampai 200-250 bungkus," tutur Nunuk
"Sekarang kakaknya di malaysia, dan sekarang (hanya) 100 bungkus kadang modalnya habis ya 50 bungkus seadanya," imbuhnya membeberkan.
Modal jualan, lanjut Nunuk, didapatkan dari uang sisa membeli kebutuhan keseharian.
"Kadang gini, mas, satu rumah itu yang cari nafkah, cuma saya," tutur Nunuk.
"Itu ya seadanya, sisa beli susu, buat beli beras sisanya untuk jualan, ndak mesti kadang sisa 200, 150 ya seadanya kadang ibu ada gaji dari laundry alhamdulliah buat tambahan," imbuhnya membeberkan.
Buah-buahan yang disajikan dalam lotis yang dijual Jipi, yakni melon, semangka, pepaya, bengkoang, dan timu.
"Dulu ya, ada anggur, ada pir, ada apapa, semua (modal) habis untuk membiayai anak ke Malaysia,"
Jipi harus menuntut sepeda anginnya setiap ia membantu ibunya berjualan lotis.
• Kasihan! Dijanjikan Pernikahan Mewah Pria yang Ngaku CEO, Wanita Ini Malah Tanggung Utang Rp 1,6 M
"Cuma dituntun ndak pernah dinaiki" terang Jipi.
"Iya, kadang saat mau dikayuh ada yang mau beli disuruh berhenti, mau dikayuh lagi ndak jadi sampai ke tempatnya Queen," imbuh anak bungsu Nunuk Kustinah dan Suyatno itu.
Jipi mengungkapkan ia merasa senang dan tidak malu berjualan lotis keliling setiap harinya.
"Senang karena bisa bertemu sama banyak temen, dan bisa membantu ibu," tutur Jipi.
Rumah 9 Meter Persegi
Bocah penjual lotis, Jipi Ardiansyah (10) tinggal bersama kedua orang tuanya Nunuk Kustinah (52) dan Suyatno (64) di rumah yang sangat sederhana sekali.
Dia tinggal di RT 03 RW 03, Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan, Solo.
Lebih tepatnya, berada di belakang Batik Danar Hadi.
Rumah yang berukuran 2,5x2,5 meter itu, beralaskan beton, dan beratapkan seng.
Bahkan seluruh dinding rumahnya, hanya terbuat dari triplek yang sengaja dibangun tidak permanen.
Rumah itu telah ditempati sejak tahun 2011 dengan sistem kontrak.
Mereka harus membayar kurang lebih Rp 600.000,- per tahunnya kepada penyewa.
Nunuk Kustinah mengatakan, rumah tersebut memang sengaja dibangun tidak permanen karena masih kontrak dan bisa lebih leluasa bila sewaktu-waktu harus pergi.
"Namanya juga mengontrak, sewaktu-waktu diminta harus dengan sukarela pergi," tutur Nunuk Kustinah kepada TribunSolo.com, Sabtu (5/10/2019).
"Alhamdullilah-nya belum disuruh pergi," aku dia menekankan.
Sebelumnya, Nunuk dan keluarganya tinggal sekitar 200 meter sebelah timur kontrakannya yang sekarang.
"Dulu saya tinggal di rumah yang sekarang dipakai kakak saya sebagai warung makan," tutur Nunuk.
Dari pantauan TribunSolo.com, tampak sebuah meja kayu yang di atasnya terdapat keranjang berisi peralatan makan dan minum.
Dibawah meja itu tampak sejumlah baju yang sudah dilipat, sepasang sepatu warna hitam berukuran 40, sepasang sandal warna hitam.
Jipi Ardiansyah mengatakan, rumah tersebut jarang dipakai oleh keluarganya saat ini karena mereka lebih memilih untuk tinggal di rumah kakaknya yang berada tepat 50 meter sebelah barat rumah mereka.
"Saat ini, (diperbolehkan) tidur di sini, kalau kakak sudah pulang ya, balik ke rumah," terang bocah Jipi menimpali.
Rumah berukuran kurang lebih 3x3 meter itu tampak sederhana, berlantai keramik, dan berdinding batako.
Jipi biasanya rebahan di rumah itu untuk menonton televisi yang masih berjenis tabung seusai pulang dari berjualan lotis.
Jipi Rindu Kakak Perempuannya
Kakak perempuan kedua Jipi saat ini bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Malaysia bersama suaminya.
"Kakaknya pergi ke Malaysia cari nasib disana (diyakini) bisa merubah nasib," tutur Nunuk.
Nunuk mengungkapkan, anak perempuan keduanya merupakan TKW ilegal saat berangkat bekerja ke negeri jiran itu.
"Ilegal kemarin, ia ndak bisa kembali, (sekaligus) ndak punya uang, ibu terus berpikir anak ibu itu bisa kembali ke Indonesia," terang Nunuk.
"Paspor resmi tetapi kerjanya tidak resmi, dia juga nangis terus," imbuhnya membeberkan.
"Baru seminggu seusai melahirkan, ia langsung kerja, siapa tahu nanti bisa dikasih pulang ke Indonesia," aku dia.
Anak perempuan keduanya itu, lanjut Nunuk, pamitnya cuma mau kerja di Malaysia bersama suami.
"Cuma pamit ibu, cuma bilang, bu, aku mau kerja di Malaysia sama suami," tutur Nunuk.
Jipi menambahkan, ia saat ini sangat merindukan dan berharap kakak perempuannya itu bisa pulang ke Indonesia.
"Aku kangen kakakku pulang, ia pergi sejak aku masih kecil, pas aku masih TK dan sampai sekarang belum pulang," tutur Jipi. (*)