Dian Sastrowardoyo Akui Sakit Hati Jika Ada Yang Tentukan Standar Cantik
Banyak terjadi di masyarakat. Misalnya, banyak wanita Indonesia yang masih beranggapan perempuan Eropa lebih cantik ketimbang perempuan Indonesia
TRIBUNSOLO.COM - Artis Dian Sastrowardoyo angkat bicara mengenai standar cantik yang menjadi acuan rata-rata perempuan di Indonesia.
Menurutnya, sebagian berpikir bahwa kriteria cantik itu hanya diukur dari bentuk fisik dan lainnya.
Belum lagi, bentuk wajah wanita-wanita barat, khususnya Eropa, seringkali menjadi tolak ukur kecantikan.
• Bermodal Sepeda Onthel Jengki, Warga Sukoharjo Ini Jelajahi Indonesia dari Sumatera Hingga Papua
• Gegara Postingan Istri, Kolonel Hendi Suhendi Resmi Dicopot Dari Jabatannya
Lalu bagaimana pendapat Dian Sastro yang membintangi film Pasir Berbisik? Berikut rangkumannya:
Dian mengaku sakit hati terhadap standar cantik yang diterapkan kaum hawa, terutama di Indonesia.
Padahal setiap perempuan menurut dia, berhak memiliki pilihan ingin tampil seperti apa.
"Kadang aku sakit hati kalau ada yang nentuin cantik harus gimana," ujar Dian Sastro.
Seperti saat kecantikan dibatasi dengan penampilan yang diidamkan, yakni rambut lurus dengan warna standar.
"Aku enggak suka juga konsepnya bilang cantik kan kesal rambut harus lurus, blow natural. Memang kenapa kalau enggak begitu," kata Dian.
"Memang enggak bagus? Orang kan banyak bentuk rambut dan warna rambut," tambahnya.
Dian mengaku masih sering menemukan stereotip yang menurut dia kurang tepat soal kriteria cantik.
Hal itu, kata Dian, banyak terjadi di masyarakat. Misalnya, banyak wanita Indonesia yang masih beranggapan perempuan Eropa lebih cantik ketimbang perempuan Indonesia.
Dian juga masih heran mengetahui banyak orang menjadikan wanita-wanita Eropa sebagai acuan wajah cantik. Padahal, kenyataannya tidak selalu demikian.
"Kenapa kita menyangka daerah barat (lebih cantik) karena itu yang kita anggap bagus karena itu stereotip kita," ucap Dian.
Menurut pemain film Ada Apa dengan Cinta? itu, hal tersebut mungkin saja terbentuk lantaran pengalaman suatu bangsa yang pernah dijajah oleh bangsa lainnya.