Akibat Akses Yang Terbatas, Ibu Hamil Di Sintang Harus Naik Perahu Hingga 5 Jam Untuk Ke Puskesmas
Meski sudah merasakan sakit perut pada tanggal 28 Oktober lalu, hingga pagi ini 7 November 2019, bayi dalam kandungan Semit belum juga lahir
“Apalagi, data saat ini, kalau ada 1.000 ibu melahirkan maka 4 diantaranya meninggal,” kata Jarot Winarno saat dihadapan ratusan anggota Ikatan Bidan Indonesia yang berkumpul dalam Peringatan Hari Ulang Tahun IBI Ke 68.
Jarot mengatakan, pahala bidan sangat besar di pedalaman, mengabdikan diri dengan fasilitas seadanya dan medan yang ekstrem.
“Pahala bidan sangat besar di pedalaman. Tahun ini, formasi CPNS dibuka lagi, ada 39 tenaga bidan. Tetapi penempatan jauh. Kalian harus berani ambil meskipun jauh,” jelasnya.
Menurut Jarot, belum semua masyarakat menggunakan jasa bidan untuk bersalin. Persentasenya, 80 persen.
“80 persen sudah ditangani bidan, sisanya masih ke dukun beranak atau profesi diluar bidan. Dan 80 persen masyarakat sudah menggunakan fasilitas kesehatan dan menggunakan jasa bidan ini,” ungkapnya
Ada tiga tantangan yang harus dihadapi oleh tenaga Bidan, yakni tingginya angka kematian ibu, rendahnya toleransi tehadap HIV AIDS, dan Stunting.
“Dari 1.000 anak balita, maka 310 di antaranya tinggi badannya tidak sesuai umur atau stunting. Saat ini di Sintang masih ditemukan 31 persen angka stunting. Maka kita terus pacu program untuk menurunkan angka stunting ini,” harap Jarot.(*)
Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id dengan judul : Kisah Ibu Hamil di Sintang Naik Perahu Lima Jam Lewati Sungai Demi Melahirkan di Puskesmas