Akibat Akses Yang Terbatas, Ibu Hamil Di Sintang Harus Naik Perahu Hingga 5 Jam Untuk Ke Puskesmas
Meski sudah merasakan sakit perut pada tanggal 28 Oktober lalu, hingga pagi ini 7 November 2019, bayi dalam kandungan Semit belum juga lahir
TRIBUNSOLO.COM - Seorang warga Desa Korong Daso, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang yakni Ibu Semit harus menempuh perjalanan selama 5 jam untuk pergi ke puskesmas.
Perahu yang ditumpangi Semit, sedang bersandar di tepian Sungai Gilang ketika rombongan Puskemas Nanga Kemangai dan Dinkes Sintang berpapasan.
Spead bermesin 15 hp yang ditumpangi rombongan Puskemas yang hendak melalukan verifikasi Desa ODF, memutuskan berhenti tak kala melihat ada perempuan hamil besar terbaring di atas perahu. Dia lah ibu Semit.
• Viral Maling Motor Gunakan Senjata Api saat Beraksi, Begini Ceritanya Menurut Saksi
• Reza Rahadian Pernah Jadi Korban Bullying Gara-gara Berbulu Lebat hingga Dipanggil Monyet
"Di jalan kami ketemu sampan yang membawa ibu hamil yang hendak melahirkan dari Desa Korong Daso," kata Veronika Tuti kepada Tribun Pontianak.
Tuti, merupakan bidan yang mengabdikan diri di wilayah pedalaman Sintang. Hampir semua desa di hulu sungai Ambalau, sudah dikunjungi.
Jika tidak ada jadual kunjungan, Tuti standby di Puskemas Nanga Kemangai.
Naluri Tuti sebagai seorang bidan bangkit. Dia bergerak mendekati ibu Semit yang terbaring di geladak perahu berbantalkan terpal yang digunakan untuk menutup segala pakaian dan barang bawaan.
Dengan sigap, telapak tangan Tuti memeriksa perut buncit Semit. Tampak seorang warga membantu Tuti dengan memayungi Semit agar tidak kepanasan.
Semit, terlihat meringis ketika perutnya disentuh tangan Tuti.
"Hamil anak pertama. Saya hanya memastikan udah mau melahirkan atau belum," cerita Tuti.
Setelah kondisi ibu Semit dan bayinya dipastikan baik baik saja.
Tuti dan rombongan pamit melanjutkan perjalanan menuju Desa Kolangan Juoi.
"Kondisi ibu dan bayi baik saja. Karena hamil pertama, proses penurunan kepala bayi mungkin dirasa agak sakit. Karena masih lama jadi mereka lanjut ke Puskemas dan menunggu di rumah tunggu kelahiran," ungkap Tuti.
Veronika Tuti bertemu dengan ibu hamil di pinggir sungai pada 28 Oktober 2019 lalu.
Semit dan rombongan selamat sampai tujuan akhir di kota Kecamatan Ambalau.
Yang pertama kali dituju, adalah Rumah Tunggu Kelahiran (RTK).
Meski sudah merasakan sakit perut pada tanggal 28 Oktober lalu, hingga pagi ini 7 November 2019, bayi dalam kandungan Semit belum juga lahir.
"Belum lahir. Masih menunggu di RTK," kata Tuti.
Jarak dari rumah Semit ke Rumah Tunggu Kelahiran di pusat kecamatan cukup jauh.
Desa Korong Daso letaknya berdekatan dengan Desa Kolangan Juoi, dan Desa Luting Mingan.
"Desa itu satu jalur dan berdekatan yang jarak tempuhny sekitar 5 jam dengan speed 15 hp dari Puskemas Kemangai," kata Tuti memperkirakan jarak tempuh dari rumah Semit ke Rumah Tunggu Kelahiran.
Medan sungai yang dilalui juga cukup ekstrem. Lebar sungai menyempit di hulu sungai. Tidak selebar dan setenang permukaan Sungai Kapuas.
Belum semua desa yang ada di Kecamatan terluas di Kabupaten Sintang ini tersambung jalan darat.
Sungai menjadi moda transportasi utama.
"Sungai Gilang, alur sungainya dangkal ndak ada riam (kalau air surut) karena jalurnya banyak batu, jadi ndak bisa laju speadnya. Tapi kalau air pasang, riamnya besar. Banyak perahu yang karam," ungkap Tuti menggambarkan ganasnya anak sungai di hulu Ambalau.
Medan berat itu lah yang harus ditempuh oleh ibu hamil seperti Semit jika ingin melahirkan di Puskesmas.
Meski harus bertaruh nyawa, Semit tetap memilih untuk turun ke kota kecamatan, menunggu taksiran persalinan di RTK.
"Di sana (desa tempat tinggal Semit) blom ada petugas kesehatan, jadi mereka harus ke Puskemas Kemangai. Ibu hamil takut melahirkan di kampung, makanya mereka cepat turun ke kota kecamatan," cerita Tuti.
Pahala Bidan di Pedalaman Sangat Besar
Bupati Sintang, Jarot Winarno menyebut peran Bidan sangat penting sejak dulu, hingga sekarang.
Peran tenaga kesehatan ini, sangat sentral untuk melindungi kesehatan ibu dan bayi.
“Apalagi, data saat ini, kalau ada 1.000 ibu melahirkan maka 4 diantaranya meninggal,” kata Jarot Winarno saat dihadapan ratusan anggota Ikatan Bidan Indonesia yang berkumpul dalam Peringatan Hari Ulang Tahun IBI Ke 68.
Jarot mengatakan, pahala bidan sangat besar di pedalaman, mengabdikan diri dengan fasilitas seadanya dan medan yang ekstrem.
“Pahala bidan sangat besar di pedalaman. Tahun ini, formasi CPNS dibuka lagi, ada 39 tenaga bidan. Tetapi penempatan jauh. Kalian harus berani ambil meskipun jauh,” jelasnya.
Menurut Jarot, belum semua masyarakat menggunakan jasa bidan untuk bersalin. Persentasenya, 80 persen.
“80 persen sudah ditangani bidan, sisanya masih ke dukun beranak atau profesi diluar bidan. Dan 80 persen masyarakat sudah menggunakan fasilitas kesehatan dan menggunakan jasa bidan ini,” ungkapnya
Ada tiga tantangan yang harus dihadapi oleh tenaga Bidan, yakni tingginya angka kematian ibu, rendahnya toleransi tehadap HIV AIDS, dan Stunting.
“Dari 1.000 anak balita, maka 310 di antaranya tinggi badannya tidak sesuai umur atau stunting. Saat ini di Sintang masih ditemukan 31 persen angka stunting. Maka kita terus pacu program untuk menurunkan angka stunting ini,” harap Jarot.(*)
Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id dengan judul : Kisah Ibu Hamil di Sintang Naik Perahu Lima Jam Lewati Sungai Demi Melahirkan di Puskesmas