Aria Bima : PDIP Tak Akan Pernah Setuju Presiden Dipilih MPR
Menurut Aria Bima pengembalian pemilihan presiden ke MPR merupakan suatu proses kemunduran dalam demokrasi Indonesia
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Aji Bramastra
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO -Wacana mengembalikan pemilihan presiden kepada MPR kembali mencuat ke publik.
Anggota DPR RI Komisi IV dari Fraksi PDI-P, Aria Bima, pun menegaskan ia tidak menyetujui wacana tersebut.
• PPP: Pilpres Langsung oleh Rakyat Layak Dipertahankan Ketimbang Dipilih MPR
• Pilpres Buat Masyarakat Terbelah, Demokrat Anggap Jangan Jadikan Alasan Presiden Kembali Dipilih MPR
Menurut Aria Bima, pengembalian pemilihan presiden ke MPR merupakan suatu proses kemunduran dalam proses demokrasi di Republik Indonesia.
"PDI-P tidak pernah mewacanakan itu, karena yang memelopori Pemilu adalah Ibu Megawati Soekarno Putri, menindaklanjuti amandemen dasar UUD 1945," katanya di sela acara Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan, di Balai Rakyat, Telukan, Grogol, Sukoharjo, Minggu (1/12/2019).
Kekurangan dan kelebihan dalam Pemilu saat ini, kata Aria Bima, harus dievaluasi bersama-sama untuk menciptakan Pemilu yang ideal.
"Plus minusnya harus di evaluasi dan lalu dicarikan solusinya, karena kita belajar membangun konsolidasi demokrasi, tapi kita jangan mudur,"
"Pemilihan presiden lewat MPR, menurut saya kemunduran dalam proses prosedural demokrasi, tapi bukan berarti kita sudah maju," terangnya.
Menurutnya, wacana itu kembali mencuat lantaran ada pihak yang menilai bangsa Indonesia belum siap menjalankan demokrasi langsung.
Yang mana praktik money politic dan konflik sosial saat Pemilu melemahkan spirit kebangsaan.
"Alasan-alasan orang yang mungkin medukung wacana itu, mungkin karena kita gak siap, efek pemilu langsung membuat konflik, sehingga bangsa ini seolah2 pecah. Akhirnya menggunakan cara-cara ideal untuk mendapatkan suara, harus kita evaluasi betul," jelasnya.
Dia menuturkan, evaluasi bisa dilakukan dengan memperbaiki aturan dalam pengawasan Pemilu.
"Jadi tetap pemilihan langsung, tapi aturannya yang diperketat,"
"Bawaslu harus mengawasi medsos, yang memberikan konten merusak harus ditegakkan Bawaslu, karena kita ingin berdemokrasi yang menguatkan faktor kebangsaan," tutupnya. (*)