Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Anak Pemulung di Boyolali Berprestasi

5 Fakta Anak Pemulung Asal Boyolali Jadi Lulusan Terbaik Kampus, Jalan Berliku Dilakukan Demi Kuliah

Perempuan asal RT 18/RW 09 Banjarsari, Gubug, Cepogo, Boyolali ini berhasil menjadi wisudawan terbaik Jurusan D3 Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo

Penulis: Naufal Hanif Putra Aji | Editor: Asep Abdullah Rowi
(KOMPAS.com/IST)
Kisah Nurpitasari menjadi lulusan terbaik di Universitas Ngudi Waluyo 

TRIBUNSOLO.COM - Setiap individu tentu mempunyai perjalanan dan pengalaman hidup masing-masing.

Seperti halnya kisah perjuangan anak pemulung asal Boyolali yang berhasil menjadi wisudawan terbaik di kampusnya.

Anak Pemulung Boyolali Jadi Lulusan Terbaik di Kampus, Dulu Berangkat Sekolah Bonceng Naik Beronjong

Dilahirkan dalam keadaan serba kekurangan tak membuat hati Nurpitasari (21) merasa kecil.

Perempuan asal RT 18/RW 09 Banjarsari, Gubug, Cepogo, Boyolali ini berhasil menjadi wisudawan terbaik Jurusan D3 Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran (UNW).

Saat diwisuda pada Rabu (16/9/2020), Nurpitasari meraih predikat sebagai lulusan terbaik dengan IPK 3,70.

Perjuangan orang tuanya dalam menyukseskan langkah sang anak pun tidak mudah dilalui.

Untuk lebih mengetahuinya berikut TribunSolo rangkum 5 faktanya.

1. Dulu Berangkat Sekolah Bonceng Naik Beronjong

Diungkapkan oleh Kepala desa Gubug, Kecamatan Cepogo, Boyolali Muhammid, Nurpitasari kecil sampai sekarang tak pernah berubah.

"Dari dulu sampai sekarang tidak gengsian," aku dia saat ditemui TribunSolo.com Jumat (18/9/2020).

 

"Kalau berangkat sekolah selalu naik beronjong, bayangkan anak sekolah naik beronjong rosok," imbuhnya.

"Kalau mentalnya tidak kuat tidak bisa," tandasnya.

Selain itu, anak pemulung itu selalu berprestasi di sekolahnya.

"Sejak Sd sampai SMK selalu dapat peringkat terus," katanya.

Tinggal di Rumah Berlantai Tanah dan Tiang Nyaris Roboh, Anak Pemulung Boyolali Jadi Lulusan Terbaik

2. Jalan Berliku Nurpitasari dan Orang Tuanya dalam Mencari Biaya Kuliah.

Keterbatasan ekonomi tak mengecilkan cita-cita Nurpitasari.

Anak pasangan Juman dan Tuminah itu mempunyai tekad untuk menjadi perawat.

Keinginan tersebut terganjal lantaran sang ayah hanya berprofesi sebagai tukang rosok atau pemulung dan sang ibu hanya sebagai buruh momong.

Perempuan asal RT 18/RW 09 Banjarsari, Gubug, Cepogo, Boyolali itu pun mencoba beragam cara agar cita-citanya tak kandas di tengah jalan.

Saat masih duduk di bangku SMK Annur Ampel Boyolali, Nurpitasi mencari informasi agar orangtuanya tak mengeluarkan ongkos untuk biaya kuliahnya.

Bermacam beasiswa ia coba, namun sempat gagal lantaran terganjal seleksi.

"Saya tidak menyerah, saya mencoba ikut beasiswa Bina Lingkungan, alhamdulillah saya diterima dan dibiayai gratis sampai wisuda," kata lulusan terbaik Jurusan D3 Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran (UNW) itu.

Usai diterima di UNW, Nurpitasari tak berhenti mengalami kesulitan.

Meski biaya ditanggung beasiswa, namun untuk makan dan urusan kuliah ia harus mengeluarkan biaya tambahan.

Ia dan orangtuanya berbagi tugas agar kuliah Nurpitasi tidak kandas di tengah jalan.

Nurpitasari mendapat biaya tambahan membantu dosennya, sementara orangtua semakin giat mengumpulkan rosokan.

Namun saat pertengahan semester, rupanya hasil penjualan rosokan orangtuanya tak mampu menambal biaya tambahan Nurpitasari.

"Orangtua hanya mengambil rosokan, modalnya dari orang lain," aku dia.

"Kalau orangtua ngambil rosokan harga Rp 1.000 nanti dijual seharga Rp 1.200, untungnya Rp 200, untuk biaya sehari mepet, belum lagi untuk ongkos saya," tambahnya.

Anak Pemulung Boyolali Jadi Lulusan Terbaik, Ortu Kenang Hanya Kasih Uang Rp 20 Ribu Saat Praktek

3. Orang Tua Rela Pinjam Uang Puluhan Juta untuk Cukupi Kebutuhan

Di pertengahan jalan, Juman pun sempat putus asa lantaran urusan ekonomi.

Di satu sisi ia ingin tetap membiayai Nurpitasari sampai lulus, namun baru menginjak beberapa semester ia merasa sangat berat.

Akhirnya "Bank Tithil" mingguan menarwakannya pinjaman dengan syarat yang mudah.

Juman pun tergiur meski ia harus membayar bunga melebihi 15 persen.

"Yang penting anak saya tetap kuliah," kata Juman saat ditemui TribunSolo.com.

Dalam perjalanan waktu, Juman pun mengangsur biaya tersebut setiap minggu.

Rupanya, 1 "Bank Tithil" tak cukup untuk membiayai ongkos Nurpitasari, ia pun mencoba mencari pinjaman lain hingga lebih dari 10 tempat.

Bunganya yang bermacam macam membuat hutang Juman makin menggunung.

"Kalau ditotal mungkin ada sekitar Rp 30 juta lebih, setelah wisuda akan saya lunasi satu persatu, saya tidak masalah meminjam sana sini, yang penting tidak mencuri," katanya sambil menahan airmata.

Sejatinya, usai lulus wisuda Nurpitasari berkeinginan untuk menjadi dosen.

Namun keinginan tersebut sepertinya batal mengingat utang biaya ongkos kuliah Nurpitasi selama 3 tahun belum jua lunas.

"Sebenarnya hati saya miris, tapi mau bagaimana lagi," katanya tersedu.

Demi Belikan Obat Istri, Pemulung di Palembang Curi Besi Pagar Milik Warga, Dihargai Rp 2.500 per kg

4. Sang Ayah Kenang Hanya Kasih Uang Rp 20 Ribu Saat Praktek Kesehatan

Raut wajah Juman (55) berubah saat mengingat anaknya praktek kesehatan di Magelang.

Nurpitasari (21) yang tengah menjalani praktek kesehatan mengaku hanya memegang uang Rp 20 ribu.

"Jujur saat itu saya menangis tidak tahu harus bagaimana, saya tidak mempunyai uang lagi untuk mengirimkan ke anak saya," katanya, Jumat (18/9/2020).

Apalagi saat yang sama ia ditagih utang oleh "Bank Tithil" mingguan.

"Yang datang sampai mengancam mau membawa saya ke penjara," ungkapnya sambil tersedu.

Ia pun meminjam uang ke tetangga dan mengirimkan beberapa ratus ribu untuk kebutuhan Nurpitasari di Magelang.

Tukang rosok itu tak mempermasalahkan harus menahan lapar bersama adik Nurpitasari dan sang Istri Tuminah (45).

"Yang penting anak saya maju, jangan sampai putus kuliah," ujarnya.

Anak Pemulung Asal Boyolali Jadi Lulusan Terbaik di Kampus, Ortu Rela Pinjam Uang Cukupi Kebutuhan

5. Tinggal di Rumah Berlantai Tanah dan Tiang Nyaris Roboh

Kediaman Nurpitasari (21) di RT 18/RW 09 Banjarsari, Gubug, Cepogo, Boyolali terlihat  jauh dari kata mewah bahkan sangat sederhana.

Anak pemulung  dan buruh momong itu tinggal di rumah sederhana berlantai tanah.

Selain itu, tiang penyangga rumah yang terbuat dari bambu terlihat hampir roboh.

 

Saat TribunSolo.com memasuki kediaman Nurpitasari, ruang tamu dan tempat tidur pun bercampur menjadi satu.

Celah cahaya pun terlihat menyelinap dari genteng.

Kepala desa Gubug, Kecamatan Cepogo, Boyolali Muhammid menuturkan, jika kediaman Nurpitasari sempat diusulkan untuk direnovasi.

"Waktu itu bapaknya, Pak Juman bilang kalau renovasi menunggu setelah wisuda saja, kami manut," katanya Jumat (18/9/2020).

Seusai diwisuda, rencana renovasi tersebut pun masih disimpan Muhammid.

"Kemungkinan tahun depan kita laksanakan,kami sudah prihatin lama," paparnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved