Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Melihat Skema Status 'Karyawan Kontrak' dan 'Karyawan Tetap' dan di UU Cipta Kerja, Ini Kata Menaker

Satu diantara poin yang disoroti adalah Pemerintah dan DPR mengubah skema kontrak kerja dalam UU Cipta Kerja.

(Dokumentasi Humas Kementerian Ketenagakerjaan)
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memberikan arahan kepada jajaran Kepala Disnaker di Bandung, Jawa Barat, Minggu (9/8/2020). 

TRIBUNSOLO.COM - Baru-baru ini pengesahan UU Cipta Kerja mendapatkan perhatian serius dari masyarakat.

Satu diantara poin yang disoroti adalah Pemerintah dan DPR mengubah skema kontrak kerja dalam UU Cipta Kerja.

Baca juga: Lepas Status Duda, Taqy Malik Beri Serell Thalib Maskawin Cincin Berlian dan Emas 48 Gram

Dalam Omnibus Law Cipta Kerja, Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 dihapus. Pasal tersebut mengatur batasan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ( PKWT).

PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha atau perusahaan untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk jenis pekerjaan tertentu.

Dalam perjanjian PKWT juga mengatur kedudukan atau jabatan, gaji atau upah pekerja, tunjangan serta fasilitas apa yang didapat pekerja dan hal-hal lain yang bersifat mengatur hubungan kerja secara pribadi.

Perusahaan hanya bisa melakukan kontrak kerja perjanjian PKWT paling lama 3 tahun. Setelah itu, perusahaan diwajibkan untuk mengangkat pekerja atau buruh sebagai karyawan tetap jika ingin mempekerjakannya setelah lewat masa 3 tahun.

Menteri Ketenagakerjaan ( Menaker) Ida Fauziyah, menjelaskan dalam skema batasan waktu kontrak akan diatur dalam regulasi turunan seperti Peraturan Pemerintah (PP). Namun dalam pembahasannya masih akan mempertimbangkan masukan pengusaha dan serikat buruh.

Menurut Ida, jika diatur batasan maksimum kontrak PKWT selama 3 tahun sebagaimana di UU Nomor 13 Tahun 2003, justru tidak fleksibel dan memberatkan dunia usaha. Dia mencontohkan, PKWT bisa saja diperpanjang hingga 5 tahun lebih. 

"Bisa saja lebih dari lima tahun (masa batasan kontrak). Bisa kurang. Dinamikanya sangat tinggi. Kalau langsung diatur di undang-undang, kami khawatir justru tidak bisa mengikuti dinamika tersebut," kata Ida dikutip dari Harian Kompas, Senin (19/10/2020).

"Kami sudah sepakat bersama teman-teman di forum tripartit (pemerintah, pengusaha, dan buruh), hal ini akan dibicarakan dalam perumusan peraturan pemerintah (PP). Jadi, tidak diisi sendiri oleh pemerintah," kata dia lagi.

Baca juga: Respons Hotman Paris Setelah Mengaku Sudah Baca Draf UU Cipta Kerja: Berita Bagus untuk Para Buruh

Mencontoh negara lain

Ia beralasan, dihapuskannya Pasal 59 yang mengatur batas waktu PKWT karena UU Cipta Kerja menganut fleksibilitas. Hal itu juga sudah lazim diterapkan di negara lain untuk kemudahan berusaha investor. 

"Kita belajar dari beberapa negara. Jika hal itu diatur di undang-undang, tidak akan ada fleksibilitas pengaturan. Persoalan ini tidak sederhana ketika dinamika tenaga kerja tinggi," ujar dia.

Ia menuturkan, UU Cipta Kerja akan membuka lapangan kerja yang lebih besar karena banyaknya kemudahan yang bisa dinikmati dunia usaha.

"Sebenarnya kita prioritaskan industri padat karya. Harapannya bisa menyerap lebih banyak orang dalam waktu cepat. Kita juga butuh industri padat karya karena tingkat pendidikan dan keterampilan tenaga kerja masih rendah. Kita perlu industri yang tidak mensyaratkan keterampilan terlalu tinggi," jelas Ida.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved