Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Penanganan Covid

Epidemiolog Ungkap Potensi Covid-19 Naik Jika PSBB Dilonggarkan, Sarankan Tiap Acara Ada Izin Satgas

Sebab menurut WHO, indikator adanya pelonggaran harus dilakukan jika tren kasus Covid-19 menurun selama dua minggu.

Editor: Hanang Yuwono
Warta Kota/Alex Suban
ILUSTRASI: Petugas memakamkan jenazah dengan protokol Covid-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Selasa (8/9/2020). Hari ini DKI Jakarta kembali terapkan PSBB total karena kasus meroket tajam sejak dilonggarkan. 

TRIBUNSOLO.COM -- Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman bicara tentang potensi peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia.

Ia khawatir kasus Covid-19 meningkat jika pembatasan sosial berskala besar ( PSBB) dilonggarkan.

Menurutnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum tepat mengeluarkan kebijakan mengenai pelonggaran PSBB.

Baca juga: Sragen Berpotensi Jadi Zona Merah Jika Kasus Covid-19 Naik Tak Biasa, Ini Antisipasi Plt Bupati

Baca juga: Update Covid-19 Global 18 November 2020 : Amerika Serikat Terbanyak dengan 11,6 Juta Kasus

"Kalau saya ditanya, 'Sudah bolehkah Jakarta melakukan pelonggaran?', jawabnya belum," ucap Dicky kepada Kompas.com, Minggu (15/11/2020).

Sebab menurut WHO, indikator adanya pelonggaran harus dilakukan jika tren kasus Covid-19 menurun selama dua minggu.

Jakarta saat ini masih belum memenuhi kriteria pertama.

"Menurun, bukan naik turun. Menurun dengan naik turun itu beda. Jakarta itu naik turun, bukan menurun," tutur Dicky.

Indikator kedua adalah tingkat kasus positif atau positivity rate minimal sebesar 5 persen.

Kondisi ini disebut akan lebih baik jika angkanya di bawah 5 persen.

Tetapi jika melihat tren Covid-19 di Jakarta maupun secara nasional, positivity rate masih di atas 5 persen.

Indikator terakhir adalah tidak ada kematian.

Ketiga indikator itu, sebut Dicky, belum dipenuhi oleh Jakarta.

"Ini kan dari sisi indikator yang diterapkan secara epidemiologi yang dianut oleh WHO untuk acuan ketika melakukan pelonggaran itu belum terpenuhi. Kan jelas belum terpenuhi, tapi kemudian dilakukan pelonggaran, mbok ya jangan longgar-longgar bangetlah," kata Dicky.

Kendati demikian, apabila mempertimbangkan sisi ekonomi, maka pelonggaran tersebut bisa dilakukan dengan sejumlah syarat ketat.

Dicky menyebut, apabila Pemprov DKI bersikeras untuk melakukan pelonggaran resepsi pernikahan, maka izin yang diberikan harus berdasarkan acara.

Dia menjelaskan, penyelenggara cara harus mengajukan izin kepada Pemprov atau Satgas setiap akan menyelenggarakan resepsi.

"Jadi tetap tiap event hari ini nikah izin, terus besok ada yang nikah lagi, ya izin lagi,"ujar Dicky.

Tak hanya itu, tamu juga perlu dibatasi.

Menurutnya, untuk acara pernikahan tamu dengan jumlah 50-100 orang masih dapat ditangani.

"Tapi kalau ribuan, ya siapa yang bisa? Kecuali memang sudah terbangun suatu watak budaya disiplin yang ketat seperti Korea Selatan dan Jepang, itu berbeda," kata Dicky.

Penyelenggara acara juga masih bisa memastikan keamanan selama resepsi berlangsun.

Mereka harus bisa memastika jika tamu memakai masker dan melakukan jaga jarak dengan benar.

Sedangkan untuk pernikahan yang dilangsungkan di dalam gedung, penyelenggara harus memastikan jika kondisi bangunan sesuai untuk pelaksanaan pencegahan penularan Covid-19.

Catatan Redaksi: Bersama-kita lawan virus corona. TribunSolo.com mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan. Ingat pesan ibu, 3M (Memakai masker, rajin Mencuci tangan, dan selalu Menjaga jarak).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Epidemiolog Ungkap 3 Indikator yang Harus Dipenuhi jika Ingin Longgarkan PSBB

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved