Penanganan Covid
Epidemiolog Ingatkan Potensi Mismanajemen Data Angka Kematian di Jateng, Ini Jawaban Satgas Covid-19
Dicky mengingatkan, pencatatan data pasien yang meninggal dunia tidak bisa dianggap remeh. Sebab, hal tersebut berkaitan dengan nyawa manusia.
TRIBUNSOLO.COM -- Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman berkomentar terkait perbedaan jumlah data pasien meninggal dunia akibat Covid-19.
Perbedaan itu sebelumnya dilaporkan Satgas Penanganan Covid-19 dengan data dari Pemprov Jawa Tengah.
Perbedaan data tersebut terpaut hingga lebih dari 1.000 kasus kematian.
Baca juga: Satgas Penanganan Covid: Masa Inkubasi Virus Corona Rata-rata 5 Hari
Baca juga: Satgas Covid-19 Tak Izinkan Jazz Gunung Digelar Meski Kawasan Bromo Zona Hijau, Ini Penjelasannya
Menurut Dicky, temuan itu harus ditelusuri lebih lanjut.
"Apakah ini kesengajaan atau tidak, ini harus ditelusuri. Kalau terjadi dalam waktu lama ya ini berarti ada persoalan di manajemen data," ujar Dicky ketika dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (27/11/2020).
"Tetapi, yang jelas apabila ada mismanajemen data, maka itu berbahaya. Mismanajemen data dalam wabah apalagi saat kondisi pandemi itu memiliki implikasi yang serius," lanjutnya.
Dicky mengingatkan, pencatatan data pasien yang meninggal dunia tidak bisa dianggap remeh.
Sebab, hal tersebut berkaitan dengan nyawa manusia.
Selain itu, ada persoalan ekonomi yang harus diatasi sebagai dampak pandemi.
"Bagaimana kita bisa cepat pulih apabila pengendaliannya tidak didasarkan dengan pengelolaan data yang baik?" tegas Dicky.
Lebih lanjut, dia menyebut, angka kematian merupakan indikator sangat valid untuk melihat performa pengendalian pandemi di suatu wilayah.
Dicky mengingatkan, apabila ada kematian, maka pengendalain di wilayah atau negara itu tidak berhasil.
"Ya tidak optimal, tidak akan disebut sukses. Tak ada negara yang disebut sukses menangani pandemi apabila ada kematian," katanya.
"Jadi kalau ke arah sukses itu ada penurunan angka kematian. Kemudian ketika disebut sukses itu angka kematian nol. Ini yang harus dipahami," tambahnya.
Sebelumnya, pemerintah mengungkap bahwa jumlah pasien meninggal dunia akibat Covid-19 mencapai 16.352 orang pada Kamis (26/11/2020) atau kemarin.
Jumlah tersebut berdasarkan data perkembangan kasus Covid-19 secara harian yang dibagikan Satgas Penanganan Covid-19. Keseluruhan pasien yang meninggal dunia itu berasal dari laporan 34 provinsi sejak kasus Covid-19 pertama kali diumumkan pada 2 Maret 2020.
Namun, dalam laporan data Satgas Covid-19, terlihat ada perbedaan dengan laporan data dari pemerintah provinsi.
Salah satu yang disorot adalah jumlah total pasien meninggal dunia akibat Covid-19 di Jawa Tengah.
Pada data Satgas, tercatat total ada 2.197 pasien meninggal dunia akibat Covid-19 di Jawa Tengah.
Namun, berdasarkan data Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang dilaporkan laman https://corona.jatengprov.go.id/data, tercatat total ada 3.459 pasien tutup usia akibat Covid-19.
Dengan demikian, terdapat selisih data sebanyak 1.262 antara Satgas dengan pemerintah provinsi.
Saat dimintai tanggapan terkait perbedaan itu, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, saat ini proses sinkronisasi data masih dalam perkembangan.
"Sinkronisasi data masih on progress," ujar Wiku kepada Kompas.com, Jumat (27/11/2020).
"Pada intinya sinkronisasi data daerah dan pusat selalu membutuhkan penyempurnaan agar bisa konsisten dari waktu ke waktu," tuturnya.
Wiku menegaskan, pada intinya pemerintah selalu berupaya mencapai interoperabilitas (kapabilitas dari suatu sistem) data dengan seluruh daerah.
"Hal itu dilakukan melalui peningkatan yang berkelanjutan," ucap Wiku.
Catatan Redaksi: Bersama-kita lawan virus corona. TribunSolo.com mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan. Ingat pesan ibu, 3M (Memakai masker, rajin Mencuci tangan, dan selalu Menjaga jarak).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Angka Kematian Jateng Selisih hingga 1.000 Orang, Epidemiolog Ingatkan Potensi Mismanajemen Data