Berita Karanganyar Terbaru
Mengintip Sanggar Sarotama di Jaten Karanganyar, Pencetak Dalang Muda Berprestasi
sanggar Sarotama Karanganyar yang dia bentuk pada 10 November 1993 itu fokus untuk mencetak dalang muda yang akan meneruskan dunia perwayangan di masa
Penulis: Muhammad Irfan Al Amin | Editor: Agil Trisetiawan
Laporan Wartawan Tribunsolo.com, Muhammad Irfan Al Amin
TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Ketika memasuki jalanan gang di Desa Ngringo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar, terdengar suara alunan gamelan dan alat musik Jawa lainnya yang berbaur menjadi satu simfoni.
Ternyata alunan musik itu berasal dari sebuah sanggar seni yang bernama Sanggar Sarotama.
Ketika TribunSolo datang menyambangi nampak sosok pria lansia yang masih cukup bugar di usianya.
Sosok itu adalah Mudjiono, pria kelahiran 10 April 1954 yang merupakan seorang dalang dan menjadi pengajar di Sanggar Sarotama.
Baca juga: Beri Karpet Merah untuk Wisatawan Luar Kota, Pemkab Karanganyar Sarankan Lewat Tol, Ini Alasannya
Baca juga: Jika Solo Terapkan Karantina, Karanganyar Siapkan Karpet Merah Bagi Wisatawan : Pintu Terbuka Lebar
Baca juga: Tempat Isolasi Belum Siap, Pemkab Karanganyar Rujuk 1 OTG Asal Jaten ke Asrama Haji Donohudan
Baca juga: Kantor BLK Karanganyar Akan Jadi Karantina Bagi OTG Terpapar Covid-19, Sekamar Diisi Beberapa Orang
Dirinya menjelaskan bahwa sanggar yang dia bentuk pada 10 November 1993 itu fokus untuk mencetak dalang muda yang akan meneruskan dunia perwayangan di masa depan.
"Untuk menjadi seorang dalan dia harus belajar tangga nada terlebih dahulu melalui alat musik tradisional, kalau sudah ahli baru kita ajari pegang wayang," kata Mudjiono kepada TribunSolo.com pada Sabtu (12/12/2020).
Adapun nama Sarotama sendiri diambil dari kisah pewayangan yang berarti busur panah Arjuna.
"Saya mengibaratkan mulut seorang dalang itu seperti busur panah Arjuna, perlu diasah agar tidak salah ucap dan dibina agar tidak salah dalam penggunaannya," ujarnya.

Kini Sanggar Sarotama telah memiliki murid sebanyak 30 orang dan di antara mereka sudah menjadi dalang terkenal.
"Ada Gibran di dalang cilik dana ada nama lainnya yang sudah memiliki jam terbang tinggi," terangnya.
Mudjiono berharap bahwa murid-muridnya tidak hanya menjadi dalang semata namun juga memiliki akhlak dalam setiap penampilan.
"Saya tidak mau dalang yang belajar disini hanya terampil dalam tampil tapi tidak bisa menjaga etika dan tata Krama sehingga membuat mereka sombong," tuturnya.
Untuk belajar di sanggar ini, cukup merogoh kocek Rp 150 ribu setial bukaannya dengan dua kali pertemuan setiap minggu.
"Kalau nominal segitu masih tidak mampu, saya gratiskan asal punya tekad kuat," imbuhnya. (*)