Dinilai Hukuman Terlalu Ringan, Jaksa Ajukan Banding Terkait Kasus Pencabulan Anak di Buton Utara
Kasus pidana pencabulan anak yang melibatkan pejabat di Buton Utara kini sedang berada dalam upaya banding agar pelaku mendapat hukuman lebih berat
TRIBUNSOLO.COM - Kasus persetubuhan anak dengan modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang dilakukan terpidana Ramadio, mantan Wakil Bupati Buton Utara kini sedang dalam tahap banding yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Tindakan JPU tersebut mendapat dukungan penuh dari Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak.
Menurut Plt Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, upaya banding ini diharapkan dapat menghasilkan keputusan maksimal bagi masa depan anak.
Baca juga: Status WA Terakhir TKW Korban Pemerkosaan dan Pembunuhan di Malaysia:Aku Akan Dipinang Malaikat Maut
Baca juga: Tak Hanya Telantarkan Anaknya, Pria 22 Tahun Ini Juga Terjerat Kasus Pemerkosaan Siswi SMA
Vonis terhadap Ramadio menurutnya tergolong ringan dan tidak sebanding dengan perbuatan pelaku yang terbukti telah melakukan kekerasan seksual dalam bentuk persetubuhan terhadap anak di bawah umur.
Majelis hakim PN Muna hanya menjatuhkan vonis ringan pidana 6 tahun 3 bulan penjara serta pidana tambahan berupa denda 1 miliar rupiah subsider 2 bulan kurungan penjara.
“Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu 13 tahun penjara. Itu sebabnya kami sangat mendukung upaya banding yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum,” ujar Nahar dalam keterangannya, Jumat (19/2/2021).
Upaya banding JPU menurut Nahar sudah sepatutnya dilakukan di tengah upaya keras pemerintah dalam hal ini Kemen PPPA menurunkan angka kasus kekerasan pada anak.
Dalam kasus ini juga diketahui bahwa selain melakukan kekerasan seksual, terpidana Ramadio juga terbukti bekerjasama dengan tante korban yaitu terpidana Lismawati sebagai muncikari.
Keduanya sangat jelas melakukan kejahatan TPPO, dimana Ramadio memberikan sejumlah uang kepada Lismawati.
“Ramadio saat itu adalah pejabat negara yang semestinya memberikan perlindungan kepada warganya,” tegas Nahar.
Nahar menambahkan pihaknya akan terus memantau perkembangan upaya banding dan tetap berkoordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi Sulawesi Tenggara dan pihak lainnya hingga muncul putusan akhir.
Pihaknya di Kemen PPPA juga mengapresiasi para pihak yang telah menindaklanjuti sesuai dengan kewenangan yang dimiliki terkait dugaan kasus persetubuhan terhadap anak (EV 14 tahun).
“Kasus ini terjadi dua kali pada bulan Juni 2019. Saat kasus ini bergulir, Kemen PPPA langsung berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sulawesi Tenggara, LPSK, KPAI, Komnas Perempuan dan pihak lainya untuk memantau dan mendukung serta memastikan aparat penegak hukum melakukan tugas dan fungsinya secara optimal demi terwujudnya keadilan bagi anak korban kekerasan,” ujarnya.
Pada tanggal 26 Januari 2021, Kejaksaan Negeri Muna (Raha) mengirimkan surat pemanggilan Saksi Ahli kepada Kemen PPPA dalam rangka persidangan di Pengadilan Negeri Muna (Raha).
Kemudian pada tanggal 29 Januari 2021, Kemen PPPA menghadirkan Saksi Ahli untuk menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Muna (Raha).