Sosok Goodwill Zwelithini, Raja Zulu yang Meninggal : Undang Ratusan Gadis Tes Perawan di Depan Raja
Sosok Kontroversial Goodwill Zwelithini, Raja Zulu yang Meninggal : Gadis Terpilih Harus Tes Perawan
Kemudian menurut laman zulu.org.za, disebutkan bahwa mengikuti perayaan Tari Reed adalah kebanggaan bagi para wanita di sana.
"Menurut tradisi Zulu, hanya para perawan yang boleh mengikuti festival ini untuk membuktikan mereka 'suci'," tulis keterangan tersebut.
Festival Tari Reed sendiri tidak hanya berupa acara telanjang dada, tetapi juga ajang menunjukkan bakat menyanyi, menari, dan hasil karya manik-manik.
Namun, beberapa kritikus berpendapat bahwa praktik Umhlanga dalam tradisi Zulu pada dasarnya bersifat patriarki, karena menekankan wanita yang harus suci, bukan mengatur perilaku pria.
Selama 49 tahun ia berkuasa, Raja Zulu pernah menikahi satu penari di festival tersebut yang berusia 18 tahun pada 2003.
Gadis itu adalah istri keenamnya yang bernama Zola Mafu dari Swaziland (kini eSwatini).
Meski diiringi kontroversi, Raja Goodwill Zwelithini termasuk berhasil mempersatukan AmaZulu (orang-orang Zulu).
Posisinya sebagai penguasa tradisional diakui dalam konstitusi pasca-Apartheid di Afrika Selatan, yang berarti dia mendapat dukungan negara.
Kekuatan politiknya tidak formal dan sebagian besar perannya bersifat seremonial, tetapi Raja Zulu dihormati orang-orang termasuk di luar kerajaannya.
Raja Goodwill yang lahir pada 1948 dan naik takhta pada 1971, adalah keturunan langsung dari Raja Cetshwayo, pemimpin bangsa Zulu saat perang lawan Inggris tahun 1879.
Goodwill menggunakan pengaruhnya serta pelestarian budaya dan tradisi untuk menyatukan hampir 11 juta orang Zulu di Afrika Selatan, kata Profesor Sihawukele Ngubane, ketua Zulu Royal Household Trust.
"Dia berperan mempersatukan orang-orang Zulu, melestarikan budaya saat identitas orang Afrika terpinggirkan," terangnya kepada BBC.
"Dia tahu betul perannya berpengaruh besar di bangsa Zulu dan budaya lain di negara serta benua itu," tambah profesor bahasa Afrika tersebut.
Prof Ngubane melanjutkan Raja Zulu membantu meredakan ketegangan antara Partai Kebebasan Inkatha (IFP) dan rival bebuyutannya yakni Kongres Nasional Afrika (ANC), yang pecah dalam perjuangan mengakhiri apartheid.
Konflik selama 1985-1995 itu menewaskan ribuan orang dan banyak lainnya yang terluka atau terpaksa mengungsi.
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa pun menggambarkannya sebagai sosok visioner yang dicintai.
"Dia memberikan kontribusi penting bagi identitas budaya, persatuan nasional, dan pembangunan ekonomi di KwaZulu-Natal, dan dengan demikian membantu pembangunan negara kita secara keseluruhan," ungkapnya dikutip dari BBC. (*)