Jadi Saksi Kasus Suap Okunum Penyidik KPK, Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin Diperiksa Hari Ini
Wakil Ketua DPR dijadwalkan akan mendapat pemeriksaan dari para penyidik KPK pada Jumat (7/5/2021) terkait kasus dugaan suap dalam tubuh KPK
TRIBUNSOLO.COM - Wakil Ketua DPR RI, Aziz Syamsuddin hari ini Jumat (7/5/2021) dijadwalkan akan mendapat pemeriksaan dari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar tersebut itu akan bersaksi dalam kasus dugaan suap penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai Tahun 2020-2021 bagi tersangka penyidik KPK asal Polri, Stepanus Robin Pattuju (SRP).
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SRP," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat.
Selain Azis, tim penyidik KPK memanggil dua saksi lainnya yang akan diperiksa untuk Robin. Mereka yaitu Abdul Rahim Sirait alias Tajam (ketua lingkungan) dan Waris (PNS).
Baca juga: Berikut 20 Daftar Pernyataan Tes Wawasan Kebangsaan bagi Pegawai KPK, Banyak yang Janggal
Baca juga: KPK Cegah Wakil Ketua DPR ke Luar Negeri Terkait Kasus Suap Penyidik
Selain melengkapi berkas penyidikan Robin, KPK juga akan melengkapi berkas tersangka lainnya, yakni pengacara Maskur Husain.
Untuk itu, tim penyidik akan memeriksa dua saksi bagi Maksur. Mereka yaitu Yusmada (Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Tanjungbalai) dan Darwansyah Merta Wijaya (PNS/protokoler).
Nama Azis Syamsuddin terseret kasus ini karena diduga menjadi perantara yang mengenalkan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial dengan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju.
KPK menduga pertemuan keduanya terjadi di rumah dinas Azis di Jakarta Selatan pada Oktober 2020.
Dalam pertemuan tersebut diduga Syahrial meminta bantuan Robin untuk mengurus perkara dugaan korupsi jual beli jabatan yang sedang diselidiki KPK agar tidak naik ke penyidikan.
KPK menduga Robin menerima uang Rp 1,3 miliar dari Rp 1,5 miliar yang dijanjikan.
KPK pun telah mencekal Azis Syamsuddin bepergian ke luar negeri selama 6 bulan, terhitung sejak 27 April 2021.
Ia tak sendiri, lembaga antirasuah tersebut juga mencekal dua orang lainnya, yaitu masing-masing disebut KPK sebagai pihak swasta, Agus Susanto dan Aliza Gunado.
KPK juga sudah menggeledah tiga kediaman pribadi milik Azis Syamsuddin di Jakarta Selatan, Senin (3/5/2021).
Sebelumnya, tim KPK telah lebih dulu menggeledah ruang kerja Azis Syamsuddin di DPR beserta rumah dinasnya, Rabu (28/4/2021).
Wali Kota Minta Maaf Akibat Kasus Suap
Sebelumnya, setelah ditetapkan menjadi tersangka , wali kota Tanjungbalai, M. Syahrial meminta maaf kepada masyarakat.
Dirinya tersandung kasus pemeberian suap terhadap penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju.
”Saya menyampaikan permohonan maaf kepada warga Kota Tanjungbalai atas apa yang sudah saya lakukan,” kata Syahrial di gedung KPK Jakarta, Sabtu (24/4).
Dengan tangan yang sudah terborgol, ia berjanji akan kooperatif memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya kepada KPK.
"Saya akan kooperatif memberikan keterangan yang baik dan benar kepada KPK RI,” kata Syahrial sebelum menaiki mobil tahanan KPK.
Baca juga: Pengelolaan Internal KPK Bobrok, Penyidik Asal Polri Diduga Peras Wali Kota Tanjungbalai Rp 1,5 M
Baca juga: Mantan Mensos, Juliari Batubara, Didakwa KPK Terima Duit Milyaran Dari Pengusaha Terkait Dana Bansos
KPK langsung menahan Syahrial setelah sebelumnya Wali Kota Tanjungbalai itu diterbangkan dari Medan ke Jakarta pada Sabtu (24/4/2021) pagi.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, Syahrial ditahan 20 hari pertama di Rutan Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan.
"Untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan yang akan datang, tim penyidik telah melakukan penahanan terhadap tersangka MS untuk 20 hari ke depan terhitung 24 April 2021 sampai 13 Mei 2021 dan penahanan akan dilakukan di rumah tahanan KPK Cabang Kavling 1 Gedung ACLC," kata Firli dalam konpers di kantornya, Sabtu (24/4/2021).
Firli mengatakan, Syahrial diduga telah memberi suap kepada Stepanus dan advokat bernama Maskur Husain sebesar Rp 1,3 miliar.
Suap itu agar Stepanus mengupayakan perkara terkait Syahrial di KPK dihentikan. Uang diberikan secara tunai dan juga transfer sebanyak 59 kali.
Selain menerima Rp 1,3 miliar, Stepanus juga diduga menerima Rp 438 juta dari pihak lain. Namun belum dirinci siapa identitas pemberi tersebut.
Atas perbuatannya, Syahrial dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU Tipikor. Dengan demikian, KPK sudah menjerat Stepanus, Syahrial, dan Maskur sebagai tersangka. Ketiganya kini telah ditahan di rutan berbeda.
Selain menjerat Syahrial dalam kasus dugaan suap terhadap penyidik KPK, Firli juga memastikan bahwa Komisi Antirasuah itu bakal terus mengusut kasus dugaan korupsi terkait lelang/mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai.
"Saya pastikan peristiwa korupsi jual beli jabatan atau yang lainnya di Pemerintah Kota Tanjungbalai itu tetap berlanjut dan sedang berjalan," kata Firli.
Dia mengaku baru menandatangani Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tentang dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai pada 15 April 2021.
Kasus Penyidik KPK Terima Suap
Sebelumnya, AKP SR, seorang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari institusi Polri diduga memeras Wali Kota Tanjungbalai H M Syahrial terkait dengan dugaan kasus suap lelang atau mutasi jabatan di lingkup Pemkot Tanjungbalai tahun 2019.
AKP SR diduga meminta uang sebesar Rp 1,5 miliar kepada H M Syahrial agar kasusnya dihentikan.
Baca juga: Viral Petugas Damkar Mendapat Intimidasi Setelah Ungkap Dugaan Korupsi, Kejari Depok Periksa 6 Saksi
Baca juga: Mantan Mensos, Juliari Batubara, Didakwa KPK Terima Duit Milyaran Dari Pengusaha Terkait Dana Bansos
Hal itu diungkapkan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (21/4/2021).
Kurnia menyatakan, jika dugaan pemerasan itu benar, maka AKP SR mesti dijerat dengan dua Pasal dalam UU Tipikor, yakni kombinasi Pasal 12 huruf e tentang tindak pidana pemerasan dan Pasal 21 terkait menghalang-halangi proses hukum.
"Tentu ketika dua kombinasi pasal itu disematkan kepada pelaku, ICW berharap Penyidik asal Polri yang melakukan kejahatan itu dihukum maksimal seumur hidup," kata Kurnia, Rabu.
Kurnia menilai, adanya peristiwa pemerasan itu menjadikan KPK kini berada di ambang batas kepercayaan publik.
Sebab, menurut dia, setiap ada pemberitaan terkait lembaga anti rasuah itu selalu saja diwarnai dengan problematika di internalnya sendiri.
"Mulai dari pencurian barang bukti, gagal menggeledah, enggan meringkus buronan Harun Masiku, hilangnya nama politisi dalam surat dakwaan sampai terakhir adanya dugaan pemerasan kepada kepala daerah," ucap Kurnia.
Oleh sebab itu, ICW menilai pengelolaan internal KPK sudah bobrok akibat regulasi terbaru dan pengelolaan internal kelembagaan itu oleh para komisioner KPK.
Menurut ICW, sejak Firli Bahuri dilantik sebagai Ketua KPK, anggapan publik atas kinerja KPK selalu bernada negatif.
Kurnia menyebut, dalam catatan ICW sepanjang tahun 2020, setidaknya ada enam lembaga survei yang mengonfirmasi hal tersebut.
"Tentu ini menjadi hal baru, sebab, sebelumnya KPK selalu mendapatkan kepercayaan publik yang relatif tinggi," kata Kurnia.
"Lagi-lagi, kekeliruan dalam kepemimpinan KPK ini akibat buah atas kekeliruan Presiden kala menyeleksi komisioner pada tahun 2019 lalu," ucap dia.
Penyimpangan Atas kejadian ini, ICW meminta Kedeputian Penindakan KPK dan Dewan Pengawas segera menindaklanjuti dugaan pemerasan dengan melakukan klarifikasi dan penyelidikan lebih lanjut atas tindakan penyidik asal Polri itu.
"Jika kemudian tindakan pemerasan itu terbukti, maka KPK harus memproses hukum penyidik itu serta Polri juga mesti memecat yang bersangkutan dari anggota Korps Bhayangkara," tutur Kurnia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penyidik KPK Asal Polri yang Peras Wali Kota Tanjungbalai Dinilai Dapat Dihukum Seumur Hidup"