Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sukoharjo Terbaru

Penjual Sate Mentok di Sukoharjo Diduga Berjualan Daging Anjing, Sampel Daging Akan Dites di Lab

Penjual sate guguk di Sukoharjo diduga menyamarkan dagangannya dengan menjual menu sate mentok.

Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Rahmat Jiwandono
TribunSolo.com/Agil Tri Setiawan
Rica Gukguk Pak Iskardi Solo Baru, harus tutup setelah adanya aturan larangan menjual kuliner daging anjing di Sukoharjo. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo melarang jual beli olahan makanan daging anjing. 

Hal itu ditegaskan dalam Perda Sukoharjo No.5/2020 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, pedagang dilarang melakukan usaha penjualan, pemotongan daging, baik mentah atau olahan berasal dari hewan non pangan. 

Baca juga: Imbas Tarif Parkir Selangit di Waduk Cengklik, Kini Dishub Boyolali Ogah Gampangan Keluarkan Izin

Baca juga: Terungkap Ini Alasan Nurhidayat Dicoret dari Timnas Indonesia, Pantas Shin Tae-yong Marah

Meski begitu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sukoharjo masih menerima laporan bahwa ada pedagang yang jualan sate anjing. 

"Kami menerima laporan adanya pedagang yang masih menjual sate anjing tapi menu utamanya diganti sate mentok," kata Kepala Satpol PP Sukoharjo, Heru Indarjo, Rabu (2/6/2021). 

Pihaknya pun melaksanakan razia dan penjual daging anjing beralih jualan sate mentok. 

Namun, diduga masih ada yang menjual daging anjing namun menu utamanya sate mentok. 

"Nanti kami akan gelar sidak dengan dinas terkait dan mengambil sampel dagingnya untuk dibawa ke laboratorium guna memastikan apakah itu daging mentok atau anjing," terangnya. 

Heru berharap, para pedagang sate guk-guk bisa kooperatif dan mematuhi aturan dari Perda yang ada.

"Aturan di Perda sudah jelas, tidak boleh ada jual beli daging anjing. Meski itu bukan menu utama, tetap saja tidak boleh," ujarnya. 

Tak Segan Robohkan

Satpol PP Kabupaten Sukoharjo masih memberikan toleransi bagi penjual olahan daging anjing.

Menurut Perda Sukoharjo Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, pedagang dilarang melakukan usaha penjualan, pemotongan daging, baik mentah atau olahan berasal dari hewan non pangan.

Olahan daging non pangan dalam Perda tersebut meliputi anjing, ular dan biawak, sedangkan babi tidak.

Heru mengatakan, setelah mediasi yang dilakukan antara pedagang sate guk-guk, Satpol PP, DPRD, dan dinas tekait, pihaknya memberi waktu bagi para pedagang.

"Kami minta para pedagang sate guk-guk beralih menjual olahan daging pangan," katanya.

Heru mengatakan, batas waktu untuk transisi para pedagang sate guk-guk masih dalam pembahasan dengan para pedagang.

Baca juga: Bu Tut Tukang Sayur Tak Muncul Lagi di Tukang Ojek Pengkolan, Kondisinya Terkini Diungkap Mbak Yuni

Baca juga: Gandeng Gramedia Slamet Riyadi, SMPN 5 Surakarta Kini Punya Smart Library, Ini Fungsinya

Namun, jika sampai batas waktu transisi berakhir, dan masih ada pedagang yang masih menjual olahan daging non pangan.

Pihaknya tak segan-segan akan memberikan sanksi tegas.

"Kita pasti akan memberikan peringatan dulu," ucapnya.

"Kalau peringatan satu, dua masih ngeyel. Nanti tendanya kami bongkar," pungkasnya.

Mempertanyakan Perda

Para pedagang olahan daging non pangan masih mempertanyakan terkait Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

Ketua PKL Guyup Rukun Dani Kristiawan mengatakan, pedagang tak pernah diajak diskusi terkait Perda tersebut.

"Kami tidak diajak rembugkan saat membuat aturan, tau-tau sudah jadi Perda. Kami tidak dilibatkan," katanya.

"Yang dilibatkan adalah perwakilan Paguyuban PKL secara umum," imbuhnya.

Dani juga menyebut bahwa pedagang daging anjing tidak diberikan sosialisasi terlebih dahulu mengenai larangan itu.

Mendadak, pedagang sudah mendapatkan Surat Peringatan 1 dan 2 dari Satpol PP.

"Kita tidak dikumpulkan dulu, tidak diberi solusi, tau-tau dapat SP. SP 1 sepekan sebelum lebaran, SP 2 sepekan lalu. Kemudian kita buat surat ke DPRD untuk minta solusi," katanya.

Dani juga mempertanyakan kenapa hanya daging anjing, ular dan biawak yang di masukan kategori olahan non pangan, sedangkan babi tidak.

Padahal, kata dia, anjing yang dibeli sudah mengantongi keterangan kesehatan hewan ternak dari Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat.

Baca juga: Kamar RS untuk Isolasi Covid-19 di Kudus Penuh, Gubernur Ganjar : Kalau Perlu RS di Solo Bisa Bantu

Baca juga: Viral Pembantaian Sadis 11 Anjing di Pacitan, Dipukul Linggis lalu Dibakar, Polisi Kantongi Pelaku

"Kalau daging anjing membawa penyakit, kami para pedagang pasti dapat komplain dari para konsumen," ujarnya.

"Kenyataannya, selama puluhan tahun gak ada komplain," imbuhnya.

Dia menuturkan, tidak memaksa masyarakat untuk membeli makanan olahan anjing itu. Karena untuk pembeli yang tidak tau, maka akan diingatkan oleh pedagang.

"Kami juga tidak mempromosikan jualan kami. Buka warung, ada pembeli ya dilayani," pungkasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved