Berita Sragen Terbaru
Kisah Peternak Sragen : Terseok-seok karena PPKM Darurat, Pilih Sedekahkan Banyak Bebeknya ke Warga
Namun di tengah usahanya yang merosot, peternak Sarjono justru sedehkan bebek peliharaannya ke tetangga dan warga membutuhkan.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Sisi lain PPKM Darurat yang sudah diterapkan sejak 3 Juli lalu hingga kini, menyisakan pilu bagi mereka yang terdampak.
Tidak hanya pemilik warung hingga restoran yang akhirnya merasakan pahit hidup ini.
Tetapi peternak bebek atau itik juga mengalami hal serupa.
Salah satunya, Sarjono, peternak bebek asal Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen.
Namun di tengah usahanya yang merosot, dia justru sedehkan banyak bebeknya ke ke tetangga dan warga membutuhkan.
Usahanya bertahun-tahun merugi, setelah terdampak PPKM Darurat selama pandemi Covid-19.

"Selama pandemi bebek gak bisa keluar sama sekali, akhirnya saya sedekahkan dan dijual juga," kata dia kepada TribunSolo.com, Kamis (15/7/2021).
"Kalau dipertahankan, kita malah tambah rugi," jelas dia membeberkan.
Di tengah terseok-seoknya usahanya karena pendemi, sebenarnya empat bulan terakhir, Sarjono baru bisa bangkit lagi untuk kembali beternak.
"Setelah PPKM tahun kemarin, 4 bulan ini mulai bisa nambah lagi, sudah mulai 3.000 ekor, namun ini ada PPKM lagi menurun lagi," jelasnya.
Baca juga: Dua Exit Tol di Sragen yang Ditutup Mulai Besok 16-20 Juli 2021, Polisi : 24 Jam Tak Bisa Dilewati
Baca juga: Tata Cara Salat Idul Adha di Rumah saat PPKM Darurat, Ini Penjelasan Kemenag Sragen
Dengan banyaknya restoran yang tutup, harga daging di pasaran pun ikut terjun bebas, karena merosotnya permintaan.
"Harga daging juga turun, karena banyak restoran yang tutup selama PPKM ini," tambahnya.
Selain tidak ada pembeli, harga bahan baku makanan ternak juga melambung akhir-akhir ini.
"Saat ini, harga katul untuk bahan baku pakan ternak itu dilevel tertinggi, saat ini di level harga Rp 4.350/kg," ujarnya.
Untuk mengurangi biaya operasional yang tinggi, Sarjono memilih untuk membeli gabah, karena harganya lebih murah, dibandingkan katul.
"Untuk mempertahankan ternak saya, saya memilih membeli gabah yang harganya Rp 3.300 kemudian saya giling, dan jadi katul," jelasnya.
Kini, ia hanya memiliki seorang pekerja, karena idealnya seorang dapat mengurus sekitar 4.000 ekor.
Ia berharap, pemerintah juga berpikir untuk meringankan biaya operasional peternak.
"Harapan kami, dari pemerintah punya usaha untuk pakan ternak, agar harganya lebih murah, dan kebutuhan daging bebek, juga bisa tersedia," harap dia. (*)